Āshtīnāmeh berasal dari bahasa Persia yang berarti “Kitab Perdamaian”, sebuah istilah Persia untuk sebuah perjanjian.
Isi Achtiname Muhammad
“Ini adalah pesan dari Muhammad bin Abdullah, sebagai suatu perjanjian bagi mereka yang menganut Kristen, jauh dan dekat, kami beserta mereka.
Sesungguhnya aku, para hamba, para pembantu dan para pengikutku membela mereka, karena orang Kristen adalah wargaku; dan demi Allah! aku menahan diri untuk melakukan apapun yang menentang mereka.
Tidak ada paksaan untuk mereka.
Juga tidak boleh hakim-hakim mereka disingkirkan dari pekerjaannya, maupun para biarawan mereka dari biara-biaranya.
Tidak ada orang yang boleh menghancurkan rumah agama mereka, atau merusakkannya, atau mengambil sesuatupun daripadanya ke dalam rumah-rumah orang Muslim.
Bilamana ada orang yang melakukan hal ini, ia menyalahi perjanjian Allah dan tidak mematuhi Nabi-Nya.
Sesungguhnya, mereka adalah sekutuku dan memiliki perjanjian erat dariku melawan semua yang mereka benci.
Tidak ada orang yang boleh memaksa mereka untuk pergi atau mengharuskan mereka untuk berperang.
Orang-orang Muslim harus berperang untuk mereka.
Jika seorang wanita Kristen menikah dengan seorang Muslim, tidak boleh dilakukan tanpa seizin wanita itu. Wanita itu tidak boleh dihalangi untuk mengunjungi gerejanya untuk berdoa.
Gereja-gereja mereka harus dihormati. Mereka tidak boleh dihalangi untuk memperbaikinya atau kekudusan perjanjian-perjanjian mereka.
Tidak ada bangsa (Muslim) yang boleh melanggar perjanjian ini sampai Akhir Zaman.”
Sejarah Penemuan Achtiname Muhammad
Dokumen ini menyatakan bahwa Nabi Muhammad pada 570M – 633M, secara pribadi melalui perjanjian ini memberikan hak-hak dan kemudahan bagi semua orang Kristen.
Actiname Muhammad memuat poin-poin mengenai perlindungan orang-orang Kristen yang hidup dalam kekuasaan Islam, sebagaimana para peziarah dalam perjalanan ke biara-biara, kebebasan beragama, kebebasan bepergian dan kebebasan menentukan para hakim dan memelihara hak milik mereka, bebas dari wajib militer dan pajak serta hak untuk dilindungi dalam peperangan.
Diketahui naskah perjanjian yang asli sudah tidak ada lagi, tetapi beberapa salinan masih berada di Biara Santa Katarina. Salinan itu disaksikan oleh para hakim Islam untuk menguatkan keotentikan sejarahnya.
Hilangnya naskah asli Achtiname Muhammad itu terjadi ketika Kekaisaran Ottoman menaklukan Mesir pada 1517M atas perintah Sultan Selim I. Naskah asli Achtiname Muhammad kemudian diambil dari biara tersebut oleh tentara Ottoman, dan dibawa ke istana Selim di Istanbul. Salinannya kemudian dibuat untuk mengganti naskah asli di biara tersebut.
Tradisi mengenai toleransi yang ditunjukkan terhadap biara ini ditulis pula dalam dokumen-dokumen pemerintah yang diterbitkan di Kairo. Selama periode kekuasaan Ottoman 1517M-1798m, Pasha Mesir setiap tahunnya menegaskan kembali perlindungannya akan kaum minoritas.
Pada tahun 1630M, Gabriel Sionita menerbitkan edisi pertama naskah bahasa Arab, dengan terjemahan bahasa Latin, berjudul Testamentum et pactiones inter Mohammedem et Christianae fidei cultores atau judul bahasa Arab “Al-‘ahd wa-l-surut allati sarrataha Muhammad rasul-Allah li ahl al-millah al-nasraniyyah.”
Asal mula dokumen ini telah menjadi topik berbagai tradisi berbeda, yang paling terkenal melalui kisah-kisah petualang Eropa yang mengunjungi biara tersebut. Para petualang itu, termasuk perwira Perancis Greffin Affagart yang meninggal tahun 1557M, Jean de Thévenot dari Prancis meninggal tahun 1667M, dan uskup (prelate) Inggris Richard Peacocke, kemudian menyertakan terjemahan bahasa Inggris pada naskah tersebut.
Sejak abad ke-19, beberapa bagian Achtiname ini mulai diteliti lebih mendalam, terutama mengenai daftar para saksi. Kemudian ditemukan adanya kemiripan dengan dokumen-dokumen lain yang diberikan kepada komunitas agama lain di Timur Dekat. Salah satunya adalah surat Muhammad bagi orang-orang Kristen di Najrān, yang ditemukan pertama kali pada tahun 878M pada sebuah biara di Irak dan naskahnya diabadikan di Chronicle of Séert.
Actiname Muhammad menjadi bukti otentik bagaimana Rasulullah menampilkan wajah Islam yang sangat memerhatikan keadilan untuk umat lainnya. Wallahu a’lam. []