JAKARTA—Konflik di Ghouta Timur telah berlangsung selama lebih dari seminggu, terhitung sejak Ahad (18/2/2018).
Serangan udara yang terus menerus menggempur Ghouta Timur dinilai sebagai kondisi perang terburuk di Suriah, bahkan melebihi Aleppo pada 2016 Ialu.
“Jet tempur secara intens membombardir rumah warga hingga fasilitas umum Iainnya seperti masjid, rumah sakit, sekolah, dan bangunan Iainnya,” kata Senior Vice President Aksi Cepat Tanggap (ACT) Syuhelmaidi Syukur di Kantor ACT Menara 165 Jalan Simatupang, Jakarta Selatan, Senin (26/2/2018).
Syul mengungkapkan, sebanyak 400 ribu penduduk Ghouta Timur terperangkap dalam zona merah konflik. Tidak ada yang bisa dilakukan oleh mereka, yang sebagian besar merupakan para pengungsi internal (IDP).
“Bahkan, untuk sekadar melindungi diri dari hantaman roket perang pun mereka sulit,” ungkap Syul.
Ia menambahkan, hingga Sabtu (24/2/2018), Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR) merilis data angka kematian yang telah melebihi 500 jiwa. Lebih dari 120 di antaranya adalah anak-anak.
“Ghouta Timur telah dikepung pihak oposisi sejak 2013. Pasang surut perang berlanjut, melibatkan oposisi, rezim, dan juga beberapa negara Iainnya yang terkait,” pungkasnya.
Reporter: Rhio