IMAM Ibnu Hajar al-Asqalani pernah menulis pernyataan Sayyidina Utsman bin Affan dalam kitab Munabbihât ‘alâs –ti‘dâddi li yaumil Mî‘âd tentang sepuluh hal yang paling sia-sia.
1 Orang ‘alim yang tidak ditanya mengenai ilmunya
Tentang hal ini ada dua kemungkinan, yakni karena orang alim itu enggan mensyiarkan ilmunya atau karena orang-orang awam di sekitarnya menjadi orang alim sebagai sumber rujukan. Kedua-duanya merupakan perilaku negatif karena ilmu seyogianya menjadi pedoman agar tiap langkah dalam kehidupan ini berjalan sesuai dengan rel yang tepat.
BACA JUGA: Bicara Hal Tak Berguna, Direpotkan dengan Yang Tak Bermakna
2 Ilmu yang tak diamalkan
Senada dengan yang pertama tadi, ini adalah gejala di mana orang-orang tak terlalu menghargai ilmu. Bukan saja pemilik ilmu, bahkan juga ilmu itu sendiri. Ilmu diperoleh namun tidak dilaksanakan. Fenomena ini sangat sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari.
Betapa banyak di antara kita yang mengerti bahwa berbohong adalah dosa, namun di saat yang sama kita melanggarnya. Betapa banyak pejabat pintar yang korupsi. Dan betapa banya orang yang mengerti hukum yang terjerat kasus hukum. Semua ini dikarenakan ilmu yang ada dalam diri mereka sia-sia belaka, tak memberi kemanfaatan bagi kebaikan hidup mereka.
3 Pendapat yang benar namun ditolak
Islam sangat menganjurkan para pemeluknya untuk bermusyawarah. Ajaran ini didorong oleh ajakan agar manusia terbuka dengan pendapat orang lain. Ketika pendapat itu benar maka harus diakui benar. Kebenaran tidak ada kaitannya dengan siapa yang mengatakannya. Karena itu menjadi salah bila kita menolak pendapat yang benar hanya karena yang mengemukakannya adalah orang yang kita benci. Kebenaran dan kebencian adalah dua hal yang berbeda dan harus dipisahkan.
4 Senjata yang tidak digunakan
Senjata dalam pengertian hari ini bisa dianalogikan sebagai kekuasaan. Ketika kita memiliki kewenangan untuk menekan, misalnya jabatan politik atau posisi strategis lainnya, dan tidak dimanfaatkan untuk kebaikan, maka kewenangan itu akan sia-sia. Senjata adalah simbol kekuatan dan sungguh sayang sekali orang yang tak mampu memanfaatkan kekuatan tersebut dengan baik.
BACA JUGA: Amr bin Jamuh Sadar betapa Tidak Berguna Berhala Miliknya
5 Masjid kosong dari orang shalat
Esensi masjid adalah tempat untuk bersujud. Jika fungsi ini hilang, hilang pula hakikat ia sebagai masjid. Keterangan ini juga bisa dimaknai masjid yang mulai dimanfaatkan untuk kepentingan-kepentingan jangka pendek segelintir saja, semisal politik praktis. Atau bisa pula dijadikan kritik terhadap keadaan ironis masa kini, di mana masjid kian banyak dan dibangun secara megah namun tidak kian menarik jamaah untuk lebih nyaman di dalamnya. Masjid menjadi tempat yang kian asing. Aktivitas-aktivitas keagamaan semakin sepi. []
BERSAMBUNG
SUMBER: ISLAM NU