Oleh : Kang Didin Goreng, didinlafendra@gmail.com
ESOKNYA lagi.
“Kamu gak sholat?” Suara itu kembali menggema.
“Sholat, Pak!”
“Tapi kenapa sarungnya masih terbungkus rapi?”
“Anu, Pak. Saya sholat harus pake peci. Kalo gak ada peci gak sah. Soalnya rambut saya gondrong…”
Pengen saja pria itu menampar Juned. Dikiranya perintah sholat itu main-main, kali! Tapi yasudahlah, yang penting dia sudah memfasilitasi dan mengingatkan anakbuahnya. Urusan ditunaikan atau tidak, itu menjadi tanggung jawab yang bersangkutan dengan Tuhan.
* * *
Hari berikutnya.
“Gimana, cocok pecinya?” Kali ini ada sedikit senyum yang ditebarkan. Tapi walau demikian tetap saja itu menjadi terror.
BACA JUGA: Kripik Penangkal Hantu
Aduh, kenapa pula si boss ini selalu datang lebih pagi darinya? Pertemuan inilah yang paling tak diharapkan. Besok-besok dia harus nyampe kantor setengah jam lebih awal. Biar ketika boss datang ruangannya sudah bersih. Jadi tak perlu lagi bertatap muka dan ditanyai macam-macam.
Heran, padahal karyawan di sini banyak. Tapi kenapa selalu dia yang jadi sasaran?
“Saya kasihan sama kamu, Juned! Kita sudah miskin di dunia. Masa di akhirat jadi tambah sengsara?”
Juned diam saja. Biasanya dia membereskan ruangan itu hampir seperempat jam. Kali ini lima menit pun tak sampai. Entah kenapa mukanya berasa panas. Padahal ruangan Reyhan paling dingin dibanding tempat yang lain.
Sampai beberapa hari Reyhan masih mendapati sarung dan peci itu utuh dengan plastik pembungkusnya.
Mungkin, bagi orang yang belum dirasuki hidayah melaksanakan shalat itu ibarat harus membelah gunung. Meskipun segala fasilitas disediakan, tetap saja tak ada tenaga untuk membuyarkannya.
Ah, padahal sholat adalah amalan yang pertama kali akan ditanyakan. Di sana, nanti di yaumil hisab.
* * *
Sampai di penghujung bulan berikutnya. Juned seperti biasa masih setia dengan seember cairan karbol. Tepat di tanggal dua puluh sembilan. Tetapi untuk kali ini dia tak dikejar-kejar janji seperti bulan-bulan sebelumnya. Jadi tak usah memainkan kode. Tak perlu mengepel sambil lirik-lirik kalender atau terbatuk-batuk.
Dirinya sudah bosan ditanya perihal sholat. Masa yang nanya juga tak merasakan hal yang sama? Terserah walaupun gaji bulan ini mau ditahan juga. Lagian tak mungkin orang sholeh seperti Pak Reyhan tega menelantarkan hak anak buah.
“Juned, ini gaji Kamu.” Reyhan tak lagi mengembel-embelinya dengan perkataan macam-macam.
Benar saja, rupanya dia juga bosan menanyakan hal di luar pekerjaan. Memangnya kalau karyawan tak sholat, perusahaan ikut menanggung dosa?
Setelah menerima amplop Juned bergegas meninggalkan ruangan berdinding kaca itu.
“Juned, tunggu!” Tiba-tiba bossnya berseru.
BACA JUGA: Bagaimana Aku Bisa Membayangkan Wanita Lain?
“Ada apa, Pak?” Lelaki itu berbalik. Kembali ada debar yang merasuki. Kali ini mungkin bukan hanya menyuruh sholat, tapi sekalian mengaji setelahnya.
“Jika tidak senang dengan saya yang terus menyuruh anak buahnya sholat. Maka sebaiknya cari boss yang melarang Kamu sholat.”
“A… Apa, Pak?” Lelaki itu gelagapan. Sebuah perkataan yang sama sekali tak diduganya.
“Makanya sholat biar gak budek!” Reyhan berkata tandas. “Sudah sana pergi!”
Juned melangkah keluar. Sulit membedakan antara canda dan keseriusan dari seorang boss bernama Reyhan. Ia memang galak, tapi tak jarang mengakhiri omelannya dengan tawa. Pria itu sering bercanda, tapi setelah itu perkataannya bisa pedas seperti baja yang dipolesi cabai.
Tapi tetap saja, bagi Juned bossnya itu terlalu mencampuri urusan pribadi seseorang.
Juned hanya tidak sholat. Bukan tidak rajin. Apa itu masalah bagi kemajuan sebuah perusahaan? Dan rupanya Reyhan tidak seperti orang kebanyakan. Ia lebih marah jika karyawannya telat sholat daripada telat masuk.
Tapi setelah menerima sebungkus amplop hari itu, Juned menangkap sesuatu yang aneh dari air muka bossnya. Semacam perasaan tidak suka, atau entahlah!
Jika tidak senang dengan saya yang terus menyuruh anak buahnya sholat. Maka sebaiknya cari boss yang melarang Kamu sholat.
* * *
“Aku harus cari pekerjaan lain, Dek!”
Malam hari sebelum tidur, tak seperti biasanya Juned mengajak istrinya ngobrol. Ia nampak sedang memikirkan sesuatu. Tentu saja perempuan yang berbaring di sampingnya itu kaget. Cari pekerjaan lain? Apa mungkin? Posisi seorang klining servis yang kini tengah dijalaninya saja menjadi rebutan banyak orang.
“Mas ada masalah di kantor?”
“Bos mas terlalu cerewet. Itu yang mas tidak betah.”
“Karena gajian selalu telat juga ya?” Istrinya mencoba untuk menyelami permasalahan Juned. “Tidak masalah, Mas. Yang penting tidap bulan lancar.”
Lelaki itu menghempaskan nafas. Ia nampak semakin resah.
“Mas sudah, sholat?”
Juned tak menjawab.
BACA JUGA: Penantian Sang Pengantin
“Aku perhatikan Mas tak pernah sholat. Sholatlah, nanti pikiran menjadi tenang.”
Lelaki itu malah merebahkan diri di kasur. Memejamkan mata. Mencoba mencerna kalimat yang telah diucapkan bossnya beberapa waktu yang lalu.
Maka sebaiknya cari boss yang melarang kamu sholat!
Mungkin Reyhan bukan hanya menyuruhnya sholat, tapi sekaligus melarang ia masuk ke kantornya lagi.
“Mas…!” Suara istrinya terdengar menyeru.
“Iya…”
“Sholat dulu!”
“Apa, sih?” Juned menepiskan tangan perempuan yang mengguncang dadanya.
“Sholat , sih?” Perempuan itu mendengus. Mulai kesal.
“Kenapa Kamu menyuruh aku sholat?”
“Ya karena sholat itu kewajiban!”
Juned bangkit. Meninggalkan ranjang dengan perasaan jengkel. Ia membuka pintu dan membantingnya cukup keras.
Lelaki itu bukan berjalan menuju kamar mandi untuk berwudhu. Tapi memutar kunci pintu depan dan keluar rumah. Tidak pula melangkah ke arah mesjid. Namun diseret
terus kedua kakinya menuju ujung kampung. Menembus kepekatan malam.
Hujan yang menggerimis tak lagi dipedulikan. Ia tak ingin lagi mendengar suruhan-suruhan itu!
Ada apa dengan Juned? []
HABIS