S: APAKAH boleh tidak bermadzhab tapi dengan merujuk langsung kepada sumber agama?
J: Tidak ada kewajiban untuk bermadzhab, dengan makna harus mengikuti Syafi’i, Hanafi, Hanbali atau Maliki. Hanya saja pernyataan tidak bermazhab itu harus diteliti kembali.
Karena dalam prateknya hampir tidak ada orang yang tidak bermazhab. Jika dia mengikuti si fulan, berarti mazhabnya fulan. Atau minimal mazhabnya adalah akalnya sendiri.
S: Apa yang seperti itu tidak boleh? Kan sama sumbernya.
BACA JUGA:Â Imam yang Memiliki Madzhab: Imam HanafiÂ
J: Siapa bilang tidak boleh. Antara mengikuti ulama mazhab dengan mengikuti selain mereka mungkin memang sama, tapi besar kemungkinan justru tidak sama, apalagi bila yang kita ikuti mazhab pikiran diri kita sendiri.
S: Apa bedanya?
J: Bedanya cuma sedikit.
– Ulama mazhab itu sangat alim seperti paham bahasa Arab dengan segala uslubnya, sedangkan kita?
– Mereka hafal quran dan jutaan hadits, sedangkan kita hafal juz amma saja, dan beberapa biji hadits.
– Mereka paham apa itu nasikh mansukh, asbabul wurud dan permasalahan lain semisalnya, sedangkan kita dengar istilahnya baru kemarin.
– Mereka punya metodologi fiqih yang baku, standar dan diakui paten, sedangkan kita tidak punya.
– para ulama mazhab hidup di zaman yang lebih dekat kepada Nabi dan generasi terbaik, yang tentunya distorsi agama masih lebih sedikit. Sedangkan kita hidup di zaman yang bahkan sangat susah memisahkan antar keimanan dan kekufuran.
– Para ulama mazhab dikenal umat sebagai orang yang ikhlas, selamat dari segala bentuk isme. Sedangkan kita hidup di zaman yang materialisme, fanatisme, hedonisme dan isme-isme yang lain merajalela.
– Mereka sampai pada tingkat keliling dunia untuk belajar agama, menggunakan hampir semua waktunya dari 24 jam untuk belajar dan mengajar, sedangkan kita hanya ikut halaqah seminggu sekali, dan tidak pernah kemana-mana untuk ilmu.
– Mereka memiliki guru-guru yang merupakan sumber ilmu yang jernih, sedangkan kita berguru kepada buku yang pengarangnya saja kita tidak hafal namanya, bahkan kepada mbah google.
– Mereka meninggal, dan memiliki ribuan murid yang menjadi ulama, penerus dan pewaris perjuangan mereka. Sedangkan kita tak satupun punya murid yang jadi ulama.
– Pendapat ulama mazhab sudah melewati kurun waktu yg panjang. Telah diseleksi, dikaji dan dikritisi. Terbukti pendapat mereka unggul, sedangkan pendapat kita belum ada yang pernah menguji.
Dari fakta-fakta tersebut, nyatalah bahwa mengikuti ulama mazhab dalam memahami agama bukanlah perbuatan rendah tercela, justru itu pilihan cerdas dan terhormat. [ Faidah dari ustadz ahmad syahrin thoriq].
——-
Jika ada yang menyatakan tidak bermadzhab, mungkin hanya lisan maqolnya (lisan saja). Pada prakteknya, dia tidak lepas dari madzhab. Seperti Ibnu Hazm menolak qiyas, tapi pada prakteknya, beliau sendiri melakukan qiyas.
Kalau kita ingin lepas dari madzhab atau ingin buat madzhab sendiri, boleh saja. Namun kira-kira pantaskah kita melakukannya? Dan apa yang kita miliki?
BACA JUGA:Â Bolehkah Bermadzhab?
Madzhab hanyalah metodologi untuk mempermudah memahami agama terkhusus fiqh. Berisi berbagai kaidah agama yang disusun oleh para ulama umat ini. Agar generasi setelahnya mudah memahami agama ini.
Seperti halnya ilmu ushul fiqh, nahwu sharaf, mushtholah hadits, ushul tafsir dan lain sebagainya. Semua ini belum ada di zaman nabi. Baru ada di zaman-zaman setelahnya. Sehingga jangan tanya: Madzhabnya Abu Bakar apa?
Facebook: Abdullah Al-Jirani