Oleh: Petriachor
BEBERAPA hari yang lalu dikasih kesempatan untuk bisa menjenguk ibu dari seorang teman di kampus yang sedang sakit. Beliau dirawat di salah satu rumah sakit di Solo karena suatu penyakit dan perlu segera dioperasi.
Meskipun begitu, sebut saja teman tadi dengan inisial A. Si A ini terlihat begitu kuat dan tegar. Ibunya terbaring sakit berarti dia harus menggantikan posisi ibunya. Dia yang mengurus seluruh keperluan rumah, mengurus adiknya, bolak-balik rumah sakit, mengurus segala keperluan ibunya dan masih harus kuliah.
Di sisi lain, ia masih saja sempat memikirkan amanah di kampus. Bahkan sebelum kita datang menjenguk di sore hari, siangnya ia rela ke kampus untuk urusan organisasi. Kebetulan ibunya sudah bisa tidur waktu itu katanya. Jadi bisa ditinggal sebentar.
Padahal, bisa saja amanah itu dititipkan sementara waktu pada orang lain. Tapi si A ini, emang dasar orangnya kekeuh sama pendirian. Dia selesaikan tanggung jawabnya tanpa perlu ngeluh sana sini. Tak egois memikirkan urusan dirinya sendiri.
Bahkan ia pun tak melalaikan tanggung jawabnya sebagai tentor adik-adik les. “Adik-adiknya sudah mau UAS, kalau diganti tentor takut tidak pas jadwalnya. Kasian mereka nggak ada yang nemenin belajar nanti. ”
Nyess dengernya. Ya Allah, orang ini begitu kuatnya menjalani hidup. Padahal bisa dikatakan dirinyalah yang butuh pertolongan. Dirinyalah yang harus ditolong, tapi ia begitu bersemangat untuk terus menolong orang lain bagaimanapun kondisinya. Tak egois memikirkan nasib sendiri. Amanah sekali teman hamba satu ini, ya Allah. Aku haru biru. Tertampar menanar :“ Jika aku yang ada di posisinya, belum tentu aku bisa sekuat dia, ya Allah :”
Merasa kalah telak. Diri ini masih begitu egois. Apa-apa kepentingan pribadi dulu. Urusan diri sendiri dulu. Baru mengurus yang lain. Padahal, bisa saja kita selesaikan semuanya sekaligus. Padahal, mungkin hanya karna masalah manajemen waktumu saja yang kurang bagus. Tidak tertata rapi dengan mulus. Masih berantakan dan kadang kau abaikan hanya karna embel-embel alasan futur.
Padahal, hidup bukan melulu tentang diri sendiri. Ada hak orang lain yang harus kita penuhi. Ada bagian milik orang lain pada sisa waktu yang kita miliki ini. Katanya manusia adalah makhluk sosial, ri?
Jangan sampai, di Yaumil Akhir nanti kau ditanya, kemanakah kau dulu saat saudaramu memerlukan pertolonganmu? Ke manakah kau dulu berlari? Di manakah kau dulu bersembunyi, membela kepentingan diri sendiri.
Ingatlah, segala sesuatu yang ada pada dirimu adalah hal pasti yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya nanti. Tidak akan luput satupun dari catatan Roqib-Atid.
Jangan engkau marah pada hamba ya Allah. Jangan engkau murka pada diri yang lemah imannya ini. Tegur hamba ya Allah, lewat pertemuan-pertemuan seperti ini. Pertemuan yang tidak sekedar haha hihi. Tapi juga bermakna mengingatkan dan menasehati diri dalam jalan kebaikan dan kesabaran. []