LOMBOK TIMUR — Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR) menerapkan peraturan pendakian yakni pendaki laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim akan dipisah saat tidur atau kemping. Penerapan peraturan ini akan berlaku mulai pekan ini.
Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR) Sudiyono menjelaskan hal tersebut dalam sambungan telepon seperti dikutip dari detik. Sudiyono mengatakan, nantinya pendaki yang belum sah secara agama tak boleh naik dari Jalur Sembalun.
“Kalau yang pendakian untuk Sembalun ini kemungkinan minggu depan atau minggu ini bisa kita terapkan. Kalau pun ada pendaki yang tetap ke sana ya kita bisa alihkan ke jalur yang lain gitu,” jelas Sudiyono.
Dia menambahkan, pendakian masih terbuka di jalur lain.
“Di jalur lain masih bisa. Itu untuk pendaki lokal juga mancanegara yang ingin mendaki lewat Sembalun,” imbuh dia.
Ide memisahkan pendaki laki-laki dan perempuan diinisiasi oleh BTNGR sendiri. Itu sebagai implementasi wisata halal yang ada di Lombok, yakni jika pendaki yang berpasangan tidak diperboleh untuk tidur bareng.
“Itu ide hasil diskusi kami di TNGR. Bagaimana kita menyambut wisata halal, tandanya seperti apa kita belum mendapat informasi yang fix. Kita ingin terus mneggali halal sesuai ajaran agama. Antara lain kl malam laki-laki dan perempuan itu terpisah kalau belum ada kaitan langsung secara agama,” urai Sudiyono.
Pemisahan pendaki di gunung Rinjani ini terkait konsep wisata halal yang dianut Pemda Nusa Tenggara Barat (NTB). Wisata halal ini digaungkan pemerintah dalam memasarkan potensi wisatanya agar berbeda dengan daerah di sebelahnya, Bali.
“Kita saat ini sedang konsentrasi pembenahan manajemen terutama e-ticketing. Terutama juga masalah sampah. Kalau menyangkut pemisahan pendaki laki-laki dan perempuan itu kan menyangkut sarpras pengelolaan termasuk MCK, CCTV dan perlu penganggaran lagi. Kami akan menyesuaikan setelah ada penganggaran dari kami atau pemda,” jelas Sudiyono.
Sudiyono juga mengungkapkan soal rencana peasangan CCTV di jalur pendakian Sembalun. Rencana tersebut sudah ada sejak tahun lalu, namun terhalang bencana gempa bumi.
BACA JUGA: https://www.islampos.com/27-pendaki-berhasil-kibarkan-bendera-palestina-di-gunung-everest-145831/
“Tahun lalu sudah membuat konsep seperti itu tapi belum diterapkan ya. Kemudian disusul oleh gempa dan ini kan kalau memang ingin diterapkan, setiap rest area atau camping ground harus disediakan dan diatur ulang,” tegas dia.
Sudiyono mengatakan bahwa ada masyarakat yang pro dan kontra terkait kebijakan ini. Tapi pada umumnya mereka menyetujuinya.
“Itu karena menghormati adat istiadat dan kebijakan lokal. Wisatawan siapa yang ngatur, kalau nggak boleh ya nggak boleh. Mereka pasti menghormati hal-hal yang sifatnya positif. Ini kan juga tidak terlalu mengganggu mereka sebetulnya kalau ingin tujuannya wisata gitu ya. Kalau tujuannya lain ya mencari tempat yang lain saja. Gitu,” tegas dia. []
SUMBER: DETIK