JAKARTA — Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) membenarkan adanya potensi gempa bumi dahsyat dengan magnitudo 8,8 skala richter yang mampu menyebabkan tsunami setinggi 20 meter. Pihak BNPB pun mengimbau seluruh elemen masyarakat dan pemerintah pusat maupun daerah untuk bersama-sama melakukan langkah-langkah antisipasi agar siap siaga, terutama di daerah rawan gempa.
“Untuk merespons itu kan penanggulangan bencana (BNPB) tak bisa sendiri, maka daerah harus bertanggung jawab,” kata Plh Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB Agus Wibowo saat konferensi pers di Graha BNPB, Jakarta Timur, Sabtu (3/8/2019).
BACA JUGA: Berlindung saat Terjadi Gempa, Ini Panduannya
Dalam merespons informasi ihwal potensi gempa bumi 8,8 SR di pantai selatan DI Yogyakarta, BNPB terus melakukan sosialisasi kebencanaan. Salah satunya dengan menyiapkan desa-desa tangguh bencana. Agus mengatakan, saat ini, tim ekspedisi BNPB itu sudah memasuki perbatasan Jawa Barat.
“Ekspedisi itu salah satu cara menyosialisasikan kesiapsiagaan bencana. Desa pinggir pantai dibagun menjadi desa tangguh bencana (agar disosialisasi) cara merespons, evakuasi, dan lain-lain,” ujar dia.
Selain itu, BNPB mengusulkan dan sekaligus mengoordinasikan pembangunan hutan pantai. Dia menjelaskan, adanya hutan pantai sangat bermanfaat dalam membentengi bangunan penting yang berada di sekitar pantai dari kemungkinan terjangan tsunami. Bangunan fasilitas publik semisal New Yogyakarta International Airport (NYIA), memerlukan hutan pantai ini.
“Kita bangun hutan pantai di Yogyakarta dan Banten. Jika terjadi tsunami, itu salah satu perlindungan paling mudah,” ungkap Agus.
Agus mengatakan pembangunan hutan pantai sudah berjalan dan ditargetkan selesai pada tahun depan. Setidaknya butuh waktu sekitar 20 tahun agar menjadi hutan pantai yang aman melindungi daerah sekitar pantai.
BACA JUGA: Gempa Bumi; Bisa Jadi Rahmat Bisa juga Jadi Azab?
Selain hutan pantai, perlindungan dari tsunami bisa diwujudkan dengan membangun tanggul. Agus mengatakan, metode inilah yang umumnya dipilih negara-negara maju, seumpama Jepang.
Cara berikutnya ialah merelokasi masyarakat yang tinggal di daerah rawan gempa dan tsunami. Agus mengakui, wacana relokasi itu tergantung pada kebijakan pemerintah daerah masing-masing. Sebab, relokasi membutuhkan pengkajian tata ruang serta kesediaan pindah dari masyarakat yang bersangkutan.
“Orang-orang harus menyesuaikan. bagaimana membangun rumah, infrastruktur, shelter tahan gempa bumi,” ujar Agus. []
SUMBER: REPUBLIKA