Adab Berbicara
1. Semua pembicaraan harus kebaikan, (QS 4/114, dan QS 23/3), dalam hadits nabi SAW disebutkan:
“Barangsiapa yang beriman pada Allah Subhanahu Wata’ala dan hari akhir maka hendaklah berkata baik atau lebih baik diam.” (HR Bukhari Muslim)
2. Berbicara harus jelas dan benar, sebagaimana dalam hadits Aisyah ra:
“Bahwasanya perkataan Rasulullah Saw itu selalu jelas sehingga bisa difahami oleh semua yang mendengar.” (HR Abu Daud)
3. Seimbang dan menjauhi berlarut-larutan, berdasarkan sabda nabi shallallahu alaihi wasallam:
“Sesungguhnya orang yang paling aku benci dan paling jauh dariku nanti di hari Kiamat ialah orang yang banyak bercakap dan berlagak dalam berbicara.” Maka dikatakan: Wahai Rasulullah kami telah mengetahui arti ats-tsartsarun dan mutasyaddiqun, lalu apa makna al-mutafayhiqun? Maka jawab nabi shallallahu alaihi wasallam:
“Orang-orang yang sombong.” (HR Tirmidzi dan dihasankannya)
4. Menghindari banyak berbicara, karena khuatir membosankan yang mendengar, sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Wa’il:
Adalah Ibnu Mas’ud ra senantiasa mengajari kami setiap hari Kamis, maka berkata seorang lelaki: Wahai abu Abdurrahman (gelar Ibnu Mas’ud)! Seandainya anda mau mengajari kami setiap hari? Maka jawab Ibnu Mas’ud : Sesungguhnya tidak ada yang menghalangiku memenuhi keinginanmu, hanya aku kuatir membosankan kalian, karena akupun pernah meminta yang demikian pada nabi shallallahu alaihi wasallam:
dan beliau menjawab kuatir membosankan kami (HR Muttafaq ‘alaih)
5. Mengulangi kata-kata yang penting jika dibutuhkan, dari Anas ra bahwa adalah nabi SAW jika berbicara maka beliau shallallahu alaihi wasallam:
mengulanginya 3 kali sehingga semua yang mendengarkannya menjadi faham, dan apabila beliau shallallahu alaihi wasallam:
mendatangi rumah seseorang maka beliau shallallahu alaihi wasallam:
pun mengucapkan salam 3 kali. (HR Bukhari)
6. Menghindari mengucapkan yang bathil, berdasarkan hadits nabi shallallahu alaihi wasallam:
“Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan satu kata yang diridhai Allah Subhanahu Wata’ala yang ia tidak mengira yang akan mendapatkan demikian sehingga dicatat oleh Allah Subhanahu Wata’ala keridhoan-Nya bagi orang tersebut sampai nanti hari Kiamat. Dan seorang lelaki mengucapkan satu kata yang dimurkai Allah Subhanahu Wata’ala yang tidak dikiranya akan demikian, maka Allah Subhanahu Wata’ala mencatatnya yang demikian itu sampai hari Kiamat.” (HR Tirmidzi dan ia berkata hadits hasan shahih; juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah)
7. Menjauhi perdebatan sengit, berdasarkan hadits nabi shallallahu alaihi wasallam:
“Tidaklah sesat suatu kaum setelah mendapatkan hidayah untuk mereka, melainkan karena terlalu banyak berdebat.” (HR Ahmad dan Tirmidzi)
Dan dalam hadits lain disebutkan sabda nabi shallallahu alaihi wasallam:
“Aku jamin rumah didasar surga bagi yang menghindari berdebat sekalipun ia benar, dan aku jamin rumah ditengah surga bagi yang menghindari dusta walaupun dalam bercanda, dan aku jamin rumah di puncak surga bagi yang baik akhlaqnya.” (HR Abu Daud)
8. Menjauhi kata-kata keji, mencela, melaknat, berdasarkan hadits nabi shallallahu alaihi wasallam:
“Bukanlah seorang mu’min jika suka mencela, mela’nat dan berkata-kata keji.” (HR Tirmidzi dengan sanad shahih)
9. Menghindari banyak canda, berdasarkan hadits nabi shallallahu alaihi wasallam:
“Sesungguhnya seburuk-buruk orang disisi Allah Subhanahu Wata’ala di hari Kiamat kelak ialah orang yang suka membuat manusia tertawa.” (HR Bukhari)
10. Menghindari menceritakan aib orang dan saling memanggil dengan gelar yang buruk, berdasarkan QS 49/11, juga dalam hadits nabi shallallahu alaihi wasallam:
“Jika seorang menceritakan suatu hal padamu lalu ia pergi, maka ceritanya itu menjadi amanah bagimu untuk menjaganya.” (HR Abu Daud dan Tirmidzi dan ia menghasankannya)
11. Menghindari dusta, berdasarkan hadits nabi shallallahu alaihi wasallam:
“Tanda-tanda munafik itu ada 3, jika ia bicara berdusta, jika ia berjanji mengingkari dan jika diberi amanah ia khianat.” (HR Bukhari)
12. Menghindari ghibah dan mengadu domba, berdasarkan hadits nabi shallallahu alaihi wasallam:
“Janganlah kalian saling mendengki, dan janganlah kalian saling membenci, dan janganlah kalian saling berkata-kata keji, dan janganlah kalian saling menghindari, dan janganlah kalian saling meng-ghibbah satu dengan yang lain, dan jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (HR Muttafaq ‘alaih)
13. Berhati-hati dan adil dalam memuji, berdasarkan hadits nabi shallallahu alaihi wasallam, dari Abdurrahman bin abi Bakrah dari bapaknya berkata:
Ada seorang yang memuji orang lain di depan orang tersebut, maka kata nabi: “Celaka kamu, kamu telah mencelakakan saudaramu! Kamu telah mencelakakan saudaramu!” (2 kali), lalu kata beliau: “Jika ada seseorang ingin memuji orang lain di depannya maka katakanlah: Cukuplah si fulan, semoga Allah mencukupkannya, kami tidak mensucikan seorangpun disisi Allah, lalu barulah katakan sesuai kenyataannya.” (HR Muttafaq ‘alaih dan ini adalah lafzh Muslim)
Dan dari Mujahid dari Abu Ma’mar berkata: Berdiri seseorang memuji seorang pejabat di depan Miqdad bin Aswad secara berlebih-lebihan, maka Miqdad mengambil pasir dan menaburkannya di wajah orang itu, lalu berkata: Nabi shallallahu alaihi wasallam memerintahkan kami untuk menaburkan pasir di wajah orang yang gemar memuji. (HR Muslim)
BACA JUGA: Bicara Lebih Mudah daripada Bekerja
Adab Mendengar
1. Diam dan memperhatikan (QS 50/37)
2. Tidak memotong/memutus pembicaraan
3. Menghadapkan wajah pada pembicara dan tidak memalingkan wajah darinya sepanjang sesuai dengan syariat (bukan berbicara dengan lawan jenis)
4. Tidak menyela pembicaraan saudaranya walaupun ia sudah tahu, sepanjang bukan perkataan dosa.
5. Tidak merasa dalam hatinya bahwa ia lebih tahu dari yang berbicara
Adab Menolak / Tidak Setuju
1. Ikhlas dan menghindari sifat senang menjadi pusat perhatian
2. Menjauhi ingin tersohor dan terkenal
3. Penolakan harus tetap menghormati dan lembut serta tidak meninggikan suara
4. Penolakan harus penuh dengan dalil dan taujih
5. Menghindari terjadinya perdebatan sengit
6. Hendaknya dimulai dengan menyampaikan sisi benarnya lebih dulu sebelum mengomentari yang salah
7. Penolakan tidak bertentangan dengan syariat
8. Hal yang dibicarakan hendaknya merupakan hal yang penting dan dapat dilaksanakan dan bukan sesuatu yang belum terjadi
9. Ketika menolak hendaknya dengan memperhatikan tingkat ilmu lawan bicara, tidak berbicara di luar kemampuan lawan bicara yang dikuatirkan menjadi fitnah bagi diri dan agamanya
10. Saat menolak hendaknya menjaga hati dalam keadaan bersih, dan menghindari kebencian serta penyakit hati.
Wamaa taufiiqi illaa billaah, ‘alaihi tawakkaltu wa ilaihi uniib.
[al-ikhwan]