SALING berkunjung dan bertamu di antara kita adalah hal yang biasa terjadi. Baik bertamu di antara sanak famili, dengan tetangga, atau teman sebaya yang tinggal di kos. Sebagai seorang Muslim, ada adab bertamu dalam Islam yang harus kita ketahui.
Namun, banyak di antara kita yang melupakan atau belum mengetahui adab-adab dalam bertamu, dimana Islam yang lengkap telah memiliki tuntunan tersendiri dalam hal ini.
Alangkah indahnya jika setiap yang kita lakukan kita niatkan ibadah kepada Allah ta’ala dan ittiba’ pada Rasulullah ﷺ, termasuk dalam hal adab bertamu ini.
Adapun adab bertamu menurut Abu Al-jauzaa’ adalah sebagai berikut :
1-Adab Bertamu dalam Islam: Memperbaiki niat
tidak bisa dipungkiri bahwa niat merupakan landasan dasar dalam setiap amalan. Hendaklah setiap muslim yang akan bertamu, selain untuk menunaikan hajatnya, juga ia niatkan untuk menyambung silaturahim dan mempererat ukhuwah.
Sehingga tidak ada satu amalan pun yang ia perbuat melainkan berguna bagi agama dan dunianya. Tentang niat ini Rasulullah ﷺ bersabda : “Sesungguhnya seluruh amal perbuatan itu dengan niat dan setiap orang tergantung pada apa yang ia niatkan” (HR. Bukhari, Muslim dan selain keduanya).
BACA JUGA: Jangan Bersedih jika Hartamu Berkurang
Ibnul-Mubarak berkata : “Betapa amal kecil diperbesar oleh niatnya dan betapa amal besar diperkecil oleh niatnya” (Jaami’ul-Ulum wal-Hikam halaman 17 – Daarul-Hadits).
2-Adab Bertamu dalam Islam: Memberitahukan perihal kedatangannya (untuk minta ijin) sebelum bertamu,
Adab ini sangat penting untuk diperhatikan. Mengapa ? Karena tidak setiap waktu setiap muslim itu siap menerima tamu.
Barangkali ia punya keperluan/hajat yang harus ditunaikan sehingga ia tidak bisa ditemui. Atau barangkali ia dalam keadaan sempit sehingga ia tidak bisa menjamu tamu sebagaimana dianjurkan oleh syari’at.
Betapa banyak manusia yang tidak bisa menolak seorang tamu apabila si tamu telah mengetuk pintu dan mengucapkan salam padahal ia punya hajat yang hendak ia tunaikan.
Allah telah memberikan kemudahan kepada kita berupa sarana-sarana komunikasi (surat, telepon, sms, dan yang lainnya) yang bisa kita gunakan untuk melaksanakan adab ini.
3-Adab Bertamu dalam Islam: Menentukan awal dan akhir waktu bertamu,
Adab ini sebagai alat kendali dalam mengefisienkan waktu bertamu. Tidak mungkin seluruh waktu hanya habis untuk bertamu dan melayani tamu.
Setiap aktivitas selalu dibatasi oleh aktivitas lainnya, baik bagi yang bertamu maupun yang ditamui (tuan rumah).
Apabila memang keperluannya telah usai, maka hendaknya ia segera berpamitan pulang sehingga waktu tidak terbuang sia-sia dan tidak memberatkan tuan rumah dalam pelayanan.
BACA JUGA: Adab-Adab Safar (Bepergian)
Rasulullah ﷺ bersabda : “Apabila salah seorang diantara kamu telah selesai dari maksud bepergiannya, maka hendaklah ia segera kembali menuju keluarganya”(HR. Bukhari dan Muslim).
4-Adab Bertamu dalam Islam: Berwajah ceria dan bertutur kata lembut dan baik ketika bertemu
Wajah muram dan tutur kata kasar adalah perangai yang tidak disenangi oleh setiap jiwa yang menemuinya. Allah telah memerintahkan untuk bersikap lemah lembut, baik dalam hiasan rona wajah maupun tutur kata kepada setiap bani Adam, dan lebih khusus lagi terhadap orang-orang yang beriman.
Allah berfirman yang artinya : “Dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman” (QS. Al-Hijr : 88).
Ibnu Katsir dalam Tafsirnya berkata : “Maksudnya bersikap lemah lembutlah kepada mereka sebagaimana firman Allah ta’ala : “Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang kepada orang-orang beriman” (QS. At-Taubah : 128).
Rasulullah ﷺ bersabda : “Janganlah sekali-kali kamu meremehkan sedikitpun dari kebaikan-kebaikan, meskipun hanya kamu menjumpai saudaramu dengan muka manis/ceria” (HR. Muslim).
Selain berwajah ceria dan bertutur kata lembut, yang lebih penting untuk diperhatikan adalah hendaklah ia berkata baik dan benar.
BACA JUGA: Perhatikan 7 Hal Ini Sebelum Anda Bertamu
Rasulullah ﷺ dengan tegas telah memberi peringatan : “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam” (HR. Bukhari, Muslim, dan selain keduanya. Hadits ini terdapat dalam Arba’in Nawawi nomor 15).
Nabi ﷺ menggandengkan kata iman dengan pilihan antara berbicara baik atau diam. Mafhumnya, jika seseorang tidak mengambil dua pilihan ini, maka ia dikatakan tidak beriman (dalam arti : imannya tidak sempurna). Hukum asal dari perbuatan adalah diam.
Kalaupun ia ingin berkata, maka ia harus berkata dengan kata-kata yang baik. Sungguh rugi jika seseorang bertamu dan bermajelis dengan mengambil perkataan sia-sia lagi dosa seperti ghibah, namimah (adu domba), dan lainnya yang tidak menambah apapun dalam timbangan akhirat kelak kecuali dosa.
Rasulullah ﷺ bersabda : “Sesungguhnya seseorang mengucapkan kata-kata, ia tidak menyangka bahwa ucapannya menyebabkan ia tergelincir di neraka yang jaraknya lebih jauh antara timur dan barat” (HR. Bukhari dan Muslim).
5-Adab Bertamu dalam Islam: Tidak sering bertamu
Mengatur frekwensi bertamu sesuai dengan kebutuhan dapat menimbulkan kerinduan dan kasih-sayang. Hal itu merupakan sikap pertengahan antara terlalu sering dan terlalu jarang. Terlalu sering menyebabkan kebosanan. Sebaliknya, terlalu jarang mengakibatkan putusnya hubungan silaturahim dan kekeluargaan.
6-Adab Bertamu dalam Islam: Dianjurkan membawa sesuatu sebagai hadiah
Memberi hadiah termasuk amal kebaikan yang dianjurkan. Sikap saling memberi hadiah dapat menimbulkan perasaan cinta dan kasih saying, karena pada dasarnya jiwa senang pada pemberian.
Rasulullah ﷺ bersabda : “Berilah hadiah di antara kalian, niscaya kalian akan saling mencintai” (HR. Bukhari dalam Al-Adabul-Mufrad 594; dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Al-Irwaa’ nomor 1601).
BACA JUGA: Anjuran Alquran untuk Minta Izin Saat Bertamu
7-Adab Bertamu dalam Islam: Tidak boleh seorang laki-laki bertamu kepada seorang wanita yang suaminya atau mahramnya tidak ada di rumah
Rasulullah ﷺ sangat keras menekankan pelarangan ini sebagaimana sabda beliau : “Janganlah sekali-kali menjumpai wanita”. Maka seorang laki-laki dari kaum Anshar bertanya : “Wahai Rasulullah, bagaimana dengan Al-Hamwu?”. Beliau menjawab : “Al-Hamwu adalah maut” (HR. Bukhari dan Muslim).
Imam Al-Baghawi dalam menerangkan hadits ini mengatakan : Al-Hamwu jamaknya Ahma’ yaitu keluarga laki-laki dari pihak suami dan keluarga perempuan dari pihak istri. Dan yang dimaksudkan di sini adalah saudara laki-laki suami (ipar) sebab dia bukan mahram bagi istri. Dan bila yang dimaukan adalah ayah suami sedang ayah suami adalah mahram, maka bagaimana lagi dengan yang bukan mahram?
Tentang kalimat “Al-Hamwu adalah maut”; Ibnul-‘Arabi berkata : “Ini adalah kalimat yang diucapkan oleh orang Arab, sama dengan ungkapan : Serigala adalah maut. Artinya, bertemu serigala sama dengan bertemu maut”. []
Sumber: AbuAl-Jauzaa/adabbertamu