PERBEDAAN pendapat itu indah dan wajar selama masih dalam koridor Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, yaitu perbedaan dalam masalah furu’ atau cabang agama dan masalah ijtihad yang memang terbuka peluang untuk berbeda pendapat. Selayaknya kita lapang dada menyikapinya dengan menghargai dan menghormati orang yang berbeda dengan kita.
Adapun permasalahan ushul atau pokok agama maka tidak boleh ada perbedaan pendapat dan semuanya harus kembali ke Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.
BACA JUGA: Krisis Adab Guru dan Murid
Imam Ibnu Abdil Barr dalam Jaami’ Bayanil Ilmi wa Fadhlihi, juz 2 hlm. 814-821, banyak mengutip pernyataan para ulama tabi’in dan tabi’it tabi’in tentang pentingnya memahami ikhtilaf ulama. Diantaranya nasehat seorang tabi’in, Qatadah rahimahullah:
عن قتادة قال: مَنْ لَمْ يَعْرِفِ اْلاِخْتِلاَفَ لَمْ يَشُمَّ رَائِحَةَ الْفِقْهِ بِأَنْفِهِ »
Dari Qatadah, beliau berkata, “Barangsiapa tidak mengetahui perbedaan pendapat para ulama, maka hidungnya belum mencium bau fikih.”
Diantara nasehat Syaikhuna, Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin rahimahullah kepada para penuntut ilmu, dalam “Kitab al-‘Ilmi”, hlm 28-29:
“Hendaklah selalu berlapang dada dalam menyikapi perbedaan pendapat yang bersumber dari ijtihad. Yaitu permasalahan yang memungkinkan seseorang berpendapat dan terbuka kemungkinan untuk berbeda. Adapun siapa saja yang menyelisihi jalan salafus sholeh rahimahumullah dalam masalah aqidah maka hal ini tidak bisa diterima dan ditolelir.”
Beliau rahimahullah juga menasehatkan di hlm 41:
“Hendaklah para penuntut ilmu menghormati dan menghargai para ulama dan berlapang dada dalam menyikapi perbedaan pendapat diantara mereka serta memberi udzur (alasan) kepada para ulama yang menurut keyakinan mereka telah berbuat kesalahan. Ini adalah masalah yang sangat penting, karena sebagian orang sengaja mencari-cari kesalahan orang lain untuk menjatuhkan mereka dimata masyarakat. Ini adalah kesalahan terbesar.”
Namun adakalanya kita harus berhadapan dengan orang yang tidak siap dengan perbedaan pendapat dan tidak lapang dada menyikapinya dengan mengatakan kata-kata seperti ini:
“Kamu telah menyimpang jauh!”
“Mengapa kamu jadi seperti ini ?!”
“Kamu telah menyeleweng dari Sunnah!”
“Kamu telah menjadi pengekor hawa nafsu !”
“Sudah sampai seperti inikah penyimpanganmu ?!”
“Mana kecemburuanmu terhadap Al-Qur’an dan As-Sunnah ?!”
“Kamu tidak mengerti manhaj Salaf!”
“Semoga Allah selamatkan kita dari penyimpanganmu”
“Kamu tidak paham masalah ini dan tidak bisa menjawab !”
“Tidak ada khilafiyyah dalam masalah ini !!”
“Pokoknya kamu salah dan harus kembali kepada kebenaran !”
Dan semisalnya….
Mungkinkah kita berdialog dengan orang yang seperti itu?! Atau yang terjadi hanyalah keributan dan pemaksaan pendapat?!
Sungguh umat ini sangat membutuhkan untuk mempelajari dan mengamalkan akhlak dan adab lebih banyak lagi. Diantara nasehat Ibnul Mubarak rahimahullah kepada orang-orang yang merasa ilmunya banyak, namun adab dan akhlaknya buruk adalah:
نحن إلى قليل من الأدب، أحوج منا إلى كثير من العلم.
“Kami lebih membutuhkan sedikit adab, dibanding banyaknya ilmu.”
Mari belajar menghargai dan menghormati orang yang berbeda dengan kita. Tugas kita hanyalah menyampaikan dengan ikhlas, baik, sopan, bijak, penuh adab dan akhlakul karimah.
BACA JUGA: Hilangnya Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Ya Allah jauhkan kami dari akhlak dan adab yang buruk, serta sombong dan ujub tanpa sadar.
Ya Allah, jadikanlah kami mencintai semua ulama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dari semua kalangan lintas organisasi; NU, Muhammadiyah, Al-Irsyad, Persis, Habaib, Salafy, Ikhwanul Muslimin, Jama’ah Tabligh, dan lainnya.
Ya Allah, bimbing kami agar istiqamah dalam Islam dan Iman sampai husnul khatimah, aamiin ya Robb. []
Akhukum Fillah
Abdullah Sholeh Hadrami
Ingin download video, audio dan tulisan serta info bermanfaat ? Silahkan bergabung di Channel Telegram:
Channel YouTube: