SEKEMBALINYA di Hudaibiyah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menetap di Madinah selama bulan Dzulhijjah dan beberapa hari dari bulan Muharram. Saat itu kendali pengurusan haji berada di tangan orang-orang musyrik. Pada akhir bulan Muharram beliau berangkat ke Khaibar.
Saat itu Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa Sallam menjadikan Numailah bin Abdullah bin Al-Laitsi sebagai imam sementara di Madinah dan menyerahkan panji perang yang berwarna putih kepada Ali bin Abu Thalib.
BACA JUGA: Keteguhan Umat Muslim dalam Perjanjian Hudaibiyah
Ibnu Ishaq menuturkan: Muhammad bin Ibrahim bin Al-Harits At-Taimi berkata kepadaku dari Abu Al-Haitsam bin Nashr bin Dahr Al-Aslami bahwa ayahnya berkata padanya ia mendengar Rasulullah bersabda kepada Amir bin Al-Akwa paman Salamah bin Amr Al-Akwa saat kepergiannya ke Khaibar. Al-Akwa’ bernama asli Sinan, “Wahai Ibnu Al-Akwa, berhentilah dan perdengarkan kepada kami tentang syair dan berita-berita yang ada pada dirimu.”
Amir bin Al-Akwa’ berhenti, lalu membacakan syair tentang Rasulullah:
Demi Allah, kalau bukan karena Allah,
tiadalah kita dapatkan petunjuk tanpanya,
tiada mungkin kita sedekah dan shalat
Sesungguhnya kami adalah kaum jika ada menzalimi kami
Jika mereka menginginkan huru-hara, kami akan lawan mereka
Maka ketenangan turun kepada kami
Dan kaki kami kokoh saat berhadapan dengan mereka
Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa Sallam bersabda kepada Amir bin Al-Akwa, ” Semoga Allah merahmatimu.”
Umar bin Khaththab berkata, “Wahai Rasulullah, apakah kita masih lama hidup nikmat bersamanya?”
Amir bin Al-Akwa gugur sebagai syahid pada Perang Khaibar. Ia gugur karena pedang miliknya sendiri pada saat ia bertempur, pedang itu melukainya sangat parah sehingga ia meninggal karenanya. Kaum Muslimin ragu-ragu tentang kematiannya sehingga mereka berkata, “Senjatanya telah membunuh dirinya.”
Oleh sebab itu keponakannya, Salamah bin Amr bin Al-Akwa’, bertanya kepada Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa Sallam prihal tersebut dan melaporkan perkataan kaum Muslimin perihal kematian Amir bin Al-Akwa’. Beliau bersabda, “Ia gugur sebagai syahid.” Lalu beliau mensalati Amir bin Al-Akwa’ yang diikuti kaum Muslimin.
Di saat Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa Sallam melihat Khaibar, beliau bersabda kepada para sahabatnya, dan saat itu aku ada di tengah-tengah mereka, “Berhentilah kalian!”
Kemudian beliau berdoa, “Ya Allah, Tuhan langit dan apa saja yang dinaunginya, Tuhan bumi dan apa saja yang terkandung di dalamnya, Tuhan setan dan apa saja yang disesatkannya, Tuhan angin dan apa saja yang diterbangkannya, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu kebaikan dari kota ini, dan kebaikan penduduknya dan apa yang ada di dalamnya. Kami berlindung diri kepada-Mu dari keburukan kota ini, dari keburukan pen duduknya dan yang ada di dalamnya. Majulah dengan nama Allah(Bismillah)!” Doa tersebut selalu diucapkan beliau setiap kali beliau memasuki sebuah perkampungan.
BACA JUGA: Nasib Orang Lemah Pasca Perjanjian Hudaibiyah
Apabila Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa Sallam bermaksud menyerang sebuah kaum, beliau tidak menyerang mereka hingga menjelang pagi hari. Apabila beliau mendengar kumandang adzan beliau menahan diri dan tidak menyerbunya, apabila tidak mendengar adzan maka beliau menyerangnya. Pada saat berhenti di Khaibar di malam hari Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa Sallam bermalam hingga pagi hari, namun tidak mendengar adzan. Beliau kemudian berjalan sementara kaum muslimin mengikutinya.
Pada saat itu, mereka bertemu dengan para pekerja di Khaibar yang berangkat dengan sekop dan keranjang. Pada saat mereka melihat Rasullullah dan pasukannya, mereka berkata, “Muhammad datang bersama pasukannya.”
Mereka lari pontang panting, lalu Rasulullah bertakbir “Allahu Akbar”, Allah Mahabesar, hancurlah Khaibar.”
Sesungguhnya apabila kaum muslimin sudah turun di tempat suatu kaum, maka amat buruklah pagi hari yang dialami oleh orang-orang yang diperingatkan itu. []
Referensi: Sirah Nabawiyah perjalanan lengkap Kehidupan Rasulullah/ Asy Syaikh Al Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al Albani/ Akbar Media