ISLAM mengatur semua sendi kehidupan. Muslim dituntun menjalani hidup dengan menerapkan adab Islam. Bukan hanya kepada sesama, melainkan juga kepada diri sendiri. Ya, muslim juga harus menerapkan adab terhadap diri sendiri. Hal itu akan sangat mempengaruhi kebahagiaannya di dunia dan akhirat.
Dalilnya adalah firman Allah SWT:
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (Asy-Syams: 9-10)
Begitu pula sabda Rasulullah ﷺ:
“Kalian semua masuk surga , kecuali orang yang enggan.”
Para sahabat bertanya, “Siapa orang yang enggan itu, wahai Rasulullah?”
Beliau menjawab, “Orang yang menaatiku pasti masuk surga. Orang yang mendurhakaiku, berarti dia enggan.”
Beliau ﷺ juga bersabda, “Bertakwalah pada Allah di mana pun kalian berada; susul lah perbuatan buruk dengan melakukan perbuatan baik, niscaya itu akan menghapuskannya; dan pergaulillah sesama manusia dengan akhlak yang baik.” (HR Ahmad)
Jelas, seorang muslim harus senantiasa mendidik, menyucikan dan membersihkan jiwanya. Dirinya harus menjaga jiwanya dengan mengajarkan adab-adab yang dapat menyucikan dan membersihkan noda-noda dalam jiwanya. Menjauhkan jiwanya dari segala keyakinan yang salah, ucapan dan perbuatan keliru yang mengotori dan merusak jiwanya.
BACA JUGA: 5 Adab Senyum agar Bernilai Ibadah
Dia harus sungguh-sungguh memperbaiki jiwanya sepanjang siang dan malam, serta menghisab (mengevaluasi) setiap waktu. Mendorong jiwanya melakukan kebaikan dan ibadah serta memalingkannya dari kejahatan dan kerusakan sekaligus melindunginya dari keburukan tersebut.
Lantas, apa yang harus dilakukan seorang muslim agar mampu menerapkan adab terhadap diri sendiri tersebut?
Guna memperbaiki dan mendidik jiwa agar senantiasa bersih dan suci, berikut langkah atau adab terhadap diri sendiri yang harus dilakukan seorang muslim:
Adab terhadap diri sendiri: Taubat
Maksud taubat disini adalah mengosongkan diri dari segala dosa dan maksiat, menyesali semua dosa yang telah lalu dan bertekad tidakmengulanginya kembali.
Allah SWT berfirman:
“Dan bertaubatlah kalian kepada Allah, hai orang-orang beriman supaya klaian beruntung.” (QS An Nur: 31)
Rasulullah ﷺ pun bersabda, “Sesungguhnya Allah azza wa jalla membuka tangan-Nya pada malam hari agar pelaku dosa di siang hari bertaubat, dan mengulurkan tangan-Nya pada siang hari agar pelaku dosa di malam hari bertaubat, hingga matahari terbit dari barat.” (HR Muslim)
Adab terhadap diri sendiri: Al Muraqabah
Muraqabah bermakna bahwa seorang muslimmerasa dirinya selalu berada di bawah pengawasan Allah. Dia senantiasa yakin bahwa Allah memperhatikannya, mengetahui segala rahasianya, mengawasi segala perbuatannya, dan melakukan semua itu terhadap setiap perbuatan yang dilakukan manusia.
Dengan demikian dia menyadari keagungan Allah, merasa dekat dalam zikir kepada-Nya, menemukan kenyamanan dalam ibadah, ingin selalu dekat dengan Allah, menghadap kepada-Nya dan berpaling dari selain-Nya. Dengan kata lain, dia menyerahkan dirinya kepada Allah sebagaimana ‘penyerahan diri’ yang disebutkan dalam firman-Nya:
“Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedangkan dia pun mengerjakan kebaikan.” (An Nisa: 125)
Begitu pula sabda nabi ﷺ, “Engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya; jika pun engkau tidak melihatnya maka Dia melihatmu.” (HR Al Bukhari)
Inilah tingkatan adab terhadap diri sendiri yang diterapkan oleh para salaf. Mereka pun mencapai taraf Al Muqarrabin (orang-orang yang didekatkan kepada Allah).
BACA JUGA: 5 Adab Buang Hajat dalam Islam
Adab terhadap diri sendiri: Al Muhasabah
Muhasabah itu sebagaimana seorang muslim yang beramal pada siang dan malam dalam hidupnya demi memperoleh kesenangan akhiratnya dan agar meraih kemuliaan serta ridha Allah SWT. Sementara dia juga menyadari bahwa dunia adalah masanya untuk beramal. Maka, dia memandang amal-amal wajibnya laksana seorang pedagang memandang modalnya, amal-amal sunah laksana labanya, dan maksiat serta dosa sebagai kerugiannya.
Dengan kesadaran itu dia menyendiri sesaat guna menghisab dirinya atas amal perbuatannya hari itu. Jika dia melihat kekurangan dalam amal wajib, maka dia mencela dirinya. Lantas, dia menutupi kekurangan tersebut seketika itu juga. Jika bisa diganti, maka dia mengqadhanya. Jika tidak bisa diganti, maka dia menutupinya dengan banyak melakukan amalan sunah.
Jika dia menemukan amalan sunah yang kurang, maka dia pun menggantinya. Jika dia melihat suatu kerugian akibat melakukan perbuatan yang dilarang, maka dia memohon ampunan, menyesal, bertaubat dan kemudian beramal saleh.
Itulah yang dimaksud dengan muhasabahli an-nafs (menghisab diri) sebagaimana Firman Allah:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al Hasyr: 18)
Umar bin Khattan pun pernah berkata, “Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab.”
BACA JUGA: 11 Adab Utang Piutang dalam Islam
Adab terhadap diri sendiri: Al Mujahadah
Mujahadah artinya seorang muslim mengetahui bahwa musuh utamanya adalah hawa nafsunya sendiri. Tabiat hawa nafsu itu selalu condong kepada kejahatan, dan seruan kepada keburukan.
Waspadalah jika jiwa telah banyak meninggalkan amal dan menyukai istirahat yang terus-terusan, senang menganggur, hingga terkikis bersama hawa nafsu yang digoda berbagai syahwat. Jika itu terdeteksi ada dalam diri, maka seorang muslim harus menugaskan jiwanya agar melawan hawa nafsu tersebut.
Ketika seorang muslim melawan hawa nafsunya karena Allah, agar jiwanya menjadi baik, bersih, suci, dan tenang serta layak mendapatkan rahmat juga ridha Allah, dia akan mengetahui bahwa itulah jalan yang ditempuh seorang mukmin sejati dan orang-orang saleh.
Allah SWT berfirman:
“Dan orang-orang yang berjihad (bersungguh-sungguh) untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan seseungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS Al Ankabut: 69)
Rasulullah ﷺ pun bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah orang yang panjang umurnya dan bagus amalnya.” (HR Abu Dawud)
Demikianlah adab terhadap diri sendiri yang harus dilakukan seorang muslim untuk menjaga, mendidik, dan menyucikan jiwanya. []
Referensi: Minhajul Muslim/Karya: Syaikh Abu Bakar Jabar Al-Jazairi/Penerbit: Pustaka Al-Kautsar/Tahun: 2015