JAKARTA–Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah memandang perlu adanya fikih jurnalistik dan fikih komunikasi. Fikih tersebut menurutnya bisa memperkaya dan memperkuat kode etik jurnalistik yang sudah ada.
“Apa salahnya jika ada lagi fikih jurnalistik dan fikih komunikasi. Fikih ini mungkin versi Islam karena Islam kebetulan sedang banyak disorot saat ini. Artinya, fikih jurnalistik dan komunikasi lebih tepat dikatakan untuk memperkaya kode etik jurnalistik yang sudah ada,” kata Direktur Uji Kompetensi Wartawan PWI, Dr. Usman Yatim, Selasa (21/2/2017), seperti dilansir Republika.
Menurutnya, ketika orang-orang mempertanyakan masalah-masalah yang dihadapi oleh dunia jurnalistik. Seolah-oleh kode etik jurnalistik yang sudah ada tidak bisa menjawabnya. Misalnya kode etik dari dewan pers dan lain sebagainya.
“Ini soal memperkaya. Barangkali dengan adanya fikih jurnalistik akan bisa lebih memperkaya dan memperkuat kode etik jurnalistik yang sudah ada,” Â ujarnya.
Akan tetapi, Usman berharap adanya Fikih Jurnalistik ini jangan sampai menjadi pertarungan baru lagi.
“Jangan sampai ada istilah umat Islam mau menandingi kode etik jurnalistik, gak ada, jangan sampai itu,” tegasnya.
Sementara, Wakil Ketua Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah, Edy Kuscahyanto menyampaikan, saat ini media sosial sudah menjadi gaya hidup dan budaya setiap orang. Bahkan, orang lebih percaya kepada media sosial tanpa mengecek asal usul berita yang mereka baca dari mana.
Adanya fikih jurnalistik dan fikih komunikasi, dikatakan dia, sebagai bagian literasi masyarakat. Agar mereka tahu bagaimana menyikapi informasi di media sosial. “Jadi, lebih kepada membangun sikap manusia untuk menghadapi dan memperlakukan informasi yang sifatnya hoax,” ujarnya.
Mengenai seberapa parah hoax di media sosial saat ini, Edy mengatakan, lihat saja menjelang pilkada banyak orang yang gaduh akibat informasi hoax di media sosial. Memang UU ITE sudah ada, tapi fikih komunikasi dan fikih jurnalistik untuk pegangan individu saja. Meski tidak ada sanksinya jika melanggar, tapi fikih jurnalistik dan fikih komunikasi lebih kepada pertanggungjawaban manusia kepada Tuhannya. []