SUATU hari, dengan bersungut-sungut Adam bercerita kepada ayahnya. “Ayah, temanku sungguh keterlaluan. Dia mempermalukanku di depan teman-teman. Aku sungguh marah dan benci. Temanku itu benar-benar menjengkelkan.”
Setelah mengetahui cerita lengkapnya, sang Ayah menasihati, “Sudahlah Dam, ajak temanmu itu bicara baik-baik, agar tidak terjadi salah paham lagi. Jangan membenci tapi cobalah mengerti dan memaafkan dia.”
“Tidak bisa dong, Yah. Dia begitu jahat. Keenakan dia, kalau aku lantas memaafkan dia.” Dengan sengit Adam menyanggah nasihat ayahnya.
“Ya sudah, sekarang tidur deh. Besok ada yang harus kita kerjakan.”
Pagi hari, ayah sudah menyiapkan sekantong penuh batu. “Adam. Anggap batu-batu ini sebagai temanmu. Pusatkan kebencianmu pada kepalan tanganmu. Tinju sekeras dan sebanyak mungkin kantung batu ini.” Adam pun bersiap-siap. Akan tetapi, hanya tiga kali pukulan, dia merasa kesakitan.
“Aduh.. sakit, Yah!” teriak Adam sambil mengusap dan meniup kepalan tangannya yang mulai memar dan lecet.
“Kalau kantung berisi batu-batu ini sama dengan teman yang kamu benci, apa dia merasa sakit seperti kamu sekarang?”
“Ya enggak lah..,” jawab Adam cepat.
“Sama seperti yang terjadi padamu. Kebencianmu hanya menyakiti hatimu sendiri. Karena kalau teman itu kamu pukul pun, dia hanya sakit secara fisik. Itu akan cepat disembuhkan. Sedangkan kebencian dalam hatimu tidak akan berkurang, malah semakin besar menguasai hatimu! Sungguh menderita, orang yang hati dan pikirannya dipenuhi dengan kebencian.”
Adam tertegun mendengar nasihat ayahnya. Ia menunduk dengan penuh penyesalan. Adam berjanji, mulai saat itu, jika hendak membenci seseorang karena sebuah perbuatan, ia akan memilih untuk membicarakan baik-baik agar persoalan bisa selesai dengan baik.
Kebencian adalah sumber penderitaan, ketidakbahagiaan, dan penyakit mental bagi siapa saja yang memeliharanya. Sebab, banyak hal yang justru makin tidak mengenakkan kita jika membiarkan rasa benci itu berlarut-larut. Susah tidur, makan tak enak, emosi yang terus meluap, membuat segalanya jadi terasa tak nyaman. Sungguh, sebuah sikap yang justru akan merugikan kita sendiri. []
Sumber: Andriewongso.com