Oleh: Desti Ritdamaya
Praktisi Pendidikan
mabdagabek000@gmail.com
WAKTU yang singkat dalam kehidupan dunia, haruslah dijadikan motivasi meraih sebaik-baik pahala dalam setiap amal yang dilakukan. Tak sepatutnya muslim melakukan amal yang sia-sia. Bagaimana agar amal tidak sia-sia? Rasulullah ﷺ bersabda :
مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ
“Di antara kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Hadist mulia ini menuntun muslim untuk memiliki tujuan tertentu dalam melakukan amal. Tujuan tertentu ini dalam syari’at disebut qimatul ‘amal (nilai perbuatan).
Agar Amal Tidak Sia-Sia, Empat Qimah
Terdapat empat qimah yang bisa dijadikan tujuan dalam beramal yaitu qimah maddiyah (nilai materi), qimah insaniyyah (nilai kemanusiaan), qimah khuluqiyyah (nilai akhlaq) dan qimah ruhiyyah.
BACA JUGA: 7 Cara Ulama Salaf Menyembunyikan Amal Ibadahnya
Keempat qimah ini mendasarkan pada pelaksanaan perintah Allah dan bermuara pada ikhtiar meraih ridha Allah.
Muslim yang bekerja baik dalam produksi/transaksi barang dan jasa halal, ditujukan pada qimah maddiyah. Sehingga mubah baginya untuk mendapatkan keuntungan materi dibalik bekerjanya tersebut.
Bahkan dengan bekal akal yang diberikan Allah, diperbolehkan untuk memperbesar keuntungan materi selama cara dan tekniknya tidak bertentangan dengan hukum syara’. Karena qimah maddiyah ini berperan dalam meningkatkan taraf kehidupan umat.
Agar Amal Tidak Sia-Sia, Qimah Insaniyyah
Qimah insaniyyah nampak dalam perbuatan yang bersifat kemanusiaan. Seperti menolong orang lain dalam kesusahan, membantu korban bencana alam, menyelamatkan manusia tanpa memandang agama, ras, warna kulit dan sebagainya.
Dalam mencapai qimah ini, tidak boleh disertai dengan qimah maddiyah. Misal memberikan infaq shadaqah pada fakir miskin dengan berharap dibalas Allah berupa tambahan rezeqi harta. Atau menolong orang lain yang terkena bencana tapi sengaja divideokan untuk diupload di channel youtube, dengan harapan menghasilkan pundi uang dan sebagainya.
Sehingga yang harus dipahami, dalam qimah insyaniyyah kadangkala menuntut muslim harus mengorbankan materi demi mencapai qimah tersebut.
Qimah khuluqiyyah maksudnya memiliki akhlaq (moral) yang baik dalam pandangan syari’at. Seperti jujur, amanah, penyayang, menghormati tamu, menepati janji, bersikap ma’ruf dalam menyeru kebaikan, bersikap tegas dalam kemungkaran dan sebagainya. Tidak diperbolehkan dalam mencapai qimah ini disertai dengan qimah maddiyah.
Misal berbuat jujur dalam berdagang agar barang dagangannya laku; amanah dalam jabatan agar mendapat pujian manusia sehingga diharapkan dapat naik posisi jabatannya dan sebagainya.
Agar Amal Tidak Sia-Sia, pada Semua Makhluk Allah
Dalam qimah ini, amal tak hanya dilakukan pada sesama manusia tapi semua makhluk Allah. Seperti sayang dan merawat hewan peliharaan, menjaga kelestarian lingkungan dan sebagainya. Karena makhluk Allah walaupun tak berakal dan benda mati adalah hamba Allah yang ada tuntunan syara’ bagi muslim dalam beradap kepada mereka.
Melaksanakan ritual ibadah yang disyari’atkan haruslah tujuannya qimah ruhiyyah, yaitu ingin mendekatkan diri pada Allah. Berbeda dengan qimah-qimah sebelumnya, dalam qimah ruhiyyah, dampak amal perbuatan tidak dirasakan manfaatnya oleh orang lain.
BACA JUGA: 2 Amalan Pelancar Rezeki
Sehingga dalam mencapai qimah ini, tidak boleh disertai dengan qimah maddiyah, insyaniyyah atau khuluqiyyah. Misal menegakkan shalat dengan tujuan agar rezeki lancar; melaksanakan puasa agar mudah dalam mengerjakan ujian; berdzikir agar dimudahkan urusannya dan sebagainya.
Agar Amal Tidak Sia-Sia, Sebaik-baiknya Manusia
Dengan adanya qimah dalam setiap amal perbuatan, muslim memiliki latar belakang syar’i dalam melakukannya.
Setiap perbuatan tak sia-sia karena memberikan makna mendalam dalam perjalanan singkat hidupnya di dunia. Sehingga menjadi sebaik-baiknya manusia karena bermanfaat dalam kehidupannya, sesuai dengan hadis Rasulullah ﷺ:
خَيْرُ الناسِ أَنفَعُهُم لِلنَّاسِ
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.” (Hadits Riwayat ath-Thabrani).
Wallahu a’lam bish-shawabi. []