BAGI seorang Muslim, bekerja adalah bagian dari ibadah. Karena penting bagi seorang Muslim untuk memiliki adab-adab dalam bekerja. Jangan sampai pekerjaan tersebut adalah haram sehingga membawa ia dan keluarga yang dinafkahinya terjerembab ke jurang neraka.
Jika pekerjaan seorang muslim itu benar (tidak menyalahi syariat), dilakukan dengan benar (tidak menipu dan hal buruk lainnya), maka surga kelak di akhirat akan menjadi buah dari kerjanya selama di dunia.
BACA JUGA: Bekerja Keras Mengundang Rahmat Allah
Pertanyaannya, kerja seperti apakah yang mampu membuahkan surga?
Setidaknya ada beberapa hal yang harus diperhatikan seorang Muslim agar aktivitas bekerjanya berbuah surga antara lain sebagai berikut.
Pertama, Niat Ikhlas Karena Allah SWT
Ketika bekerja, niatan utamanya adalah karena Allah SWT sebagai kewajiban dari Allah yang harus dilakukan oleh setiap hamba. Dan konsekuensinya adalah ia selalu memulai aktivitas pekerjaannya dengan dzikir kepada Allah.
Ketika berangkat dari rumah, lisannya basah dengan do’a bismillahi tawakkaltu alallah.. la haula wala quwwata illa billah.. Dan ketika pulang ke rumah pun, kalimat tahmid menggema dalam dirinya yang keluar melalui lisannya.
Kedua, Bersikap Jujur dan Amanah
Hakikatnya pekerjaan yang dilakukannya tersebut merupakan amanah, baik secara duniawi dari atasannya atau pemilik usaha, maupun secara duniawi dari Allah Ta’ala yang akan dimintai pertanggung jawaban atas pekerjaan yang dilakukannya.
Implementasi jujur dan amanah dalam bekerja di antaranya adalah dengan tidak mengambil sesuatu yang bukan menjadi haknya, tidak curang, obyektif dalam menilai, dan sebagainya. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda, “Seorang pebisnis yang jujur lagi dapat dipercaya, kelak akan dikumpulkan bersama para nabi, shiddiqin dan syuhada’. (HR. Turmudzi).
Ketiga Itqan, sungguh-sungguh dan profesional dalam bekerja
Syarat kedua agar pekerjaan dijadikan sarana mendapatkan surga dari Allah SWT adalah profesional, sungguh-sungguh dan tekun dalam bekerja. Di antara bentuknya adalah, tuntas melaksanakan pekerjaan yang diamanahkan kepadanya, memiliki keahlian di bidangnya dan sebagainya.
Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah mencintai seorang hamba yang apabila ia bekerja, ia menyempurnakan pekerjaannya.” (HR. Tabrani).
Keempat, Tidak Melanggar Prinsip-Prinsip Syariah
Aspek lain dalam etika bekerja dalam Islam adalah tidak boleh melanggar prinsip-prinsip syariah dalam pekerjaan yang dilakukannya. Tidak melanggar prinsip syariah ini dapat dibagi menjadi beberapa hal;
1.dari sisi dzat atau substansi dari pekerjaannya, seperti tidak boleh memproduksi barang yang haram, menyebarluaskan kefasadan (seperti pornografi), mengandung unsur riba, maysir, gharar dan sebagainya.
2.Kedua dari sisi penunjang yang tidak terkait langsung dengan pekerjaan, seperti risywah, membuat fitnah dalam persaingan, tidak menutup aurat, ikhtilat antara laki-laki dengan perempuan, dan sebagainya.
Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, ta`atlah kepada Allah dan ta`atlah kepada rasul dan janganlah kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu.” (Qs. Muhammad: 33).
Kelima, Menjaga Etika Sebagai Seorang Muslim
Bekerja juga harus memperhatikan adab dan etika sebagai seroang Muslim, seperti etika dalam berbicara, menegur, berpakaian, bergaul, makan, minum, berhadapan dengan pelanggan, rapat, dan sebagainya. Bahkan akhlak atau etika ini merupakan ciri kesempurnaan iman seorang mukmin.
Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda, “Sesempurna-sempurnanya keimanan seorang mu’min adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR. Turmudzi)
Keenam, Menjaga Ukhuwah Islamiyah
Aspek lain yang juga sangat penting diperhatikan adalah masalah ukhuwah islamiyah antara sesama muslim. Jangan sampai dalam bekerja atau berusaha melahirkan perpecahan di tengah-tengah kaum muslimin.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri mengemukakan tentang hal yang bersifat prefentif agar tidak merusak ukhuwah Islamiyah di kalangan kaum muslimin. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mengemukakan, “Dan janganlah kalian membeli barang yang sudah dibeli saudara kalian” karena jika terjadi kontradiktif dari hadits di atas, tentu akan merenggangkan juga ukhuwah Islamiyah di antara mereka; saling curiga dsb.
Agar kerja kita benilai pahala surga, tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ada proses panjang yang harus dilakukan seperti dijelaskan dalam tahapan-tahapan di atas. Semoga Allah Ta’ala memudahkan kita untuk bekerja bukan sekedar bekerja, tapi bagaimana setiap pekerjaan bisa bernilai pahala dan berbuah surga kelak.
BACA JUGA: Ini Tips Buat Orang Tua Bekerja Jaga Bonding dengan Anak
Ketujuh, Menghindari Syubhat
Dalam bekerja terkadang seseorang dihadapkan dengan adanya syubhat atau sesuatu yang meragukan dan samar antara kehalalan dengan keharamannya. Seperti unsur-unsur pemberian dari pihak luar, yang terdapat indikasi adanya satu kepentingan tertentu.
Atau seperti bekerja sama dengan pihak-pihak yang secara umum diketahui kedzliman atau pelanggarannya terhadap syariah. Dan syubhat semacam ini dapat berasal dari internal maupun eksternal.
Oleh karena itulah, kita diminta hati-hati dalam kesyubhatan ini. Dalam sebuah hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Halal itu jelas dan haram itu jelas, dan di antara keduanya ada perkara-perkara yang syubhat. Maka barang siapa yang terjerumus dalam perkara yang syubhat, maka ia terjerumus pada yang diharamkan…” (HR. Muslim). []
SUMBER: MINA