Oleh: Hendriyan Rayhan
Alumni Ma’had Khairul Bariyyah Kota Bekasi
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُثْمَانَ الدِّمَشْقِيُّ أَبُو الْجَمَاهِرِ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو كَعْبٍ أَيُّوبُ بْنُ مُحَمَّدٍ السَّعْدِيُّ، حَدَّثَنِي سُلَيْمَانُ بْنُ حَبِيبٍ الْمُحَارِبِيُّ، عَنْ أَبِي أُمَامَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ، وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا، وَبِبَيْتٍ فِي وَسَطِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِبَ، وَإِنْ كَانَ مَازِحًا، وَبِبَيْتٍ فِي أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ “
Muhammad bin Utsman al-Dimasyqi Abu al-Jamahir telah bercerita kepada kami, ia berkata: Abu Ka’b Ayyub bin Muhammad al-Sa’di telah bercerita kepada kami, Sulaiman bin Habib al-Muharibi telah bercerita kepadaku, dari Abu Umamah, ia berkata: Rasulullah saw. Telah bersabda:
“Aku memberikan jaminan rumah di pinggiran surga bagi orang yang meningalkan perdebatan walaupun dia orang yang benar. Aku memberikan jaminan rumah di tengah surga bagi orang yang meningalkan kedustaan walaupun dia bercanda. Aku memberikan jaminan rumah di surga yang tinggi bagi orang yang membaguskan akhlaknya”. (HR. Abu Dawud no. 4800)
Rasulullah saw adalah teladan terbaik. Hendaknya kita sebagai seorang Muslim menjadikannya sebagai panutan dalam bersikap sehari-hari. Berkaitan dengan keseharian, Rasulullah sangat menganjurkan ummatnya untuk menjaga hubungan dengan sesama manusia. Bahkan beliau menjanjikan banyak hal sebagai motivasi, misalnya sebagaimana hadis di atas.
Di sana disebutkan tiga cara untuk memperoleh rumah di surga: Menghindari perdebatan, menghindari dusta, dan berakhlak baik.
Menghindari Perdebatan
Dalam hadis tersebut Rasulullah saw. Memberi jaminan rumah di surga bagi orang yang meninggalkkan perdebatan, walaupun berada pada posisi yang benar. Di zaman ini seringkali kita dihadapkan pada suatu perkara yang memunculkan perdebatan, bahkan tak jarang kita masuk di dalamnya.
Melalui pesan Rasulullah saw ini hendaknya kita lebih berhati-hati dalam menanggapi setiap kejadian. Jika dirasa pembicaraan sudah mengarah pada debat kusir, lebih baik dihindari.
Berdebat daalam konteks ilmiah dengan argumentasi yang jelas tentu dibolehkan, selama tetap menjaga akhlak yang baik dan tidak memaksakan kehendak. Oleh karena itu, berdebat tanpa ilmu yang jelas, hanya akan berujung pada permusuhan dan memutus tali persaudaraan.
Sebelum ini terjadi, hendaknya kita menyadari kapasitas diri agar tidak mudah terjerumus ke dalam perdebatan. Memang terkadang ada sesuatu yang menyesakkan dada, seolah memaksa kita untuk berdebat. Apalagi ketika mendapat suatu berita atau kabar yang tidak mengenakkan. Maka kita juga perlu berhati-hati dalam menerima informasi. Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu”. (QS. al-Hujurat [49]: 6)
Nah, dari ayat ini kita diperintahkan untuk melakukan tabayyun atau penelitian terhadap berita yang sampai kepada kita, terutama apabila berita itu datang dari orang yang fasik atau jelas-jelas buruk perangainya. Karena tak jarang suatu berita bohong itu membuat kita berdebat dengan saudara kita, padahal tak lain itu hanya adu domba semata. Hingga akhirnya mungkin saja ada orang yang terluka dan dirugikan akibat kecerobohan itu.
Di era kemudahan komunikasi dan informasi ini, sangatlah perlu kita tanamkan sikap hati-hati, agar tidak termakan berita bohong yang mengadu domba hingga menjerumuskan ke dalam perdebatan tak berguna.
Ingatlah pesan Rasulullah yang menjamin rumah di surga bagi orang yang meninggalkan perdebatan, bahkan ketika ia berada di pihak yang benar. Inilah ajaran Rasulullah saw. tentang pentingnya menjaga hubungan dengan sesama.
Meninggalkan Dusta
Selanjutnya Rasulullah saw. memberikan jaminan surga bagi orang yang meninggalkan dusta, walaupun dalam keadaan bercanda. Dusta adalah sesuatu yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya. Maka sungguh mulia orang yang dapat meninggalkan dusta dalam kesehariannya, bahkan termasuk ketika bercanda. Oleh karenanya, kita diperintahkan untuk termasuk ke dalam golongan orang-orang yang benar dalam kejujuran. Allah SWT berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَكُونُوا۟ مَعَ ٱلصَّٰدِقِينَ
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar”. (QS. al-Taubah [9]: 119)
Buya Hamka ketika menafsirkan ayat ini dalam Tafsir al-Azhar menceritakan tentang orang-orang yang tetap mempertahakan kejujuran, meskipun dimusuhi oleh sekelilingnya. Beliau juga menyebut bahwa kejujuran terkadang meminta pengorbanan dan penderitaan.
Orang yang menempuh jalan yang benar, meskipun kelihatan menderita, namun batinnya merasa bahagia. Hingga nanti sampailah mereka pada puncak kebahagiaan ketika kebenarannya diakui Tuhan. Mungkin saja orang yang berdusta itu terlihat tenang, padahal hatinya sangat bergejolak dihantui rasa takut jika kedustaannya terbongkar. Oleh karena itu hendaknya kita meninggalkan dusta agar dapat menuju kebenaran. Rasulullah saw bersabda:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلّم قَالَ: ” إِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقُ حَتَّى يَكُونَ صِدِّيقًا، وَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا “
Dari Abdillah ra., dari Nabi saw., beliau bersabda: “Sesungguhnya kejujuran itu mengantarkan pada kebenaran, dan sesungguhnya kebenaran itu mengantarkan pada surga, dan sesungguhnya seseorang itu selalu jujur hingga ia menjadi orang yang jujur. Dan sesungguhnya dusta itu mengantarkan pada kedurhakaan, dan sesungguhnya kedurhakaan itu mengantarkan pada neraka, dan sesungguhnya seseorang itu seseorang itu selalu dusta hingga ia menjadi pendusta” (HR. al-Bukhari no. 5629)
Dalam hadis tersebut disebutkan manfaat kejujuran dan madharat kedustaan. Memang seringkali dalam sebuah obrolan, mungkin kita berdusta tentang sesuatu hal demi membuat orang lain tertawa dan terhibur. Boleh jadi hal ini tidak menimbulkan kerugian, akan tetapi meninggalkan kedustaan semacam ini pun lebih baik. Sebagaimana Rasulullah saw janjikan rumah di surga bagi orang yang meninggalkan dusta, meskipun dalam keadaan bercanda.
Berakhlak Baik
Selanjutnya Rasulullah memberikan jaminan rumah di surga bagi orang yang membaguskan akhlaknya. Bahkan beliau menggunakan kata a’la al-jannah yang artinya surga yang tinggi. Hal ini mengisyaratkan betapa mulianya orang yang membaguskan akhlaknya. Berkaitan dengan akhlak ini Rasulullah pun telah memberikan contoh yang sangat baik. Bahkan Allah SWT memuji Rasulullah dalam firmannya:
وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”. (QS. al-Qalam [68]: 4)
Ajaran Islam sangat menganjurkan umatnya untuk senantiasa membaguskan akhlak kepada siapa pun, tanpa pandang bulu. Akhlak mulia merupakan bukti keimanan seseorang. Inilah bentuk dari menjaga habl min al-nas (hubungan dengan manusia). Allah SWT juga berfirman:
وَٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا۟ بِهِۦ شَيْـًٔا ۖ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَٰنًا وَبِذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَٱلْيَتَٰمَىٰ وَٱلْمَسَٰكِينِ وَٱلْجَارِ ذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَٱلْجَارِ ٱلْجُنُبِ وَٱلصَّاحِبِ بِٱلْجَنۢبِ وَٱبْنِ ٱلسَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُكُمْ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ مَن كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri”. (QS. al-Nisa [4]: 36)
Mungkin terkadang dalam keseharian ada sesuatu yang memancing kita untuk melakukan keburukan. Misalnya ada seseorang yang menjengkelkan, hingga akhirnya kita mengeluarkan kata-kata buruk. Maka hendaknya kita selalu menjaga diri agar tidak tersulut amarah dan berusaha untuk selalu memaafkan orang lain. Itulah upaya membaguskan akhlak. Allah SWT berfirman:
ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِى ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَٱلْكَٰظِمِينَ ٱلْغَيْظَ وَٱلْعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِ ۗ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلْمُحْسِنِينَ
“(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”. (QS. Ali Imran [3]: 134)
Demikianlah tiga cara agar kita memperoleh rumah di surga. Tentu hal itu menjadi harapan kita semua. Akan tetapi perlu disadari juga bahwa masih sangat banyak cara-cara lain yang disebutkan dalam al-Qur’an dan al-Hadis. Semoga kita termasuk orang-orang yang senantiasa mendapat petunjuk dari Allah SWT. Wallahu a’lam. []