Oleh: Okeu Suminar
Guru SMK YASRI Bandung, suminar.okeu@gmail.com
ZAMAN sekarang, jangan kaget dan heran jika kita jumpai anak-anak usia sekolah dasar mengetahui beberapa kosakata terkait masalah seksual.
Pertanyaannya, mengapa anak-anak yang masih relatif ingusan itu bisa mengetahui hal-hal yang dianggap sensitif dan tabu tersebut? Kini, melalui kemajuan teknologi yang ada, siapa pun bisa dengan mudah teracuni pornografi.
Situs pornografi ini ternyata tumbuh subur, setiap tahunnya mencapai 1 juta situs baru (suaramerdeka.com, 5/7/2010). Ini baru dari media internet. Media lainnya, seperti VCD porno, koran, majalah, buku/novel, dan film tentu akan menjadikan para orang tua, pendidik, dan ustadz lebih miris lagi.
Keadaan masyarakat tidak lagi dikepung oleh pornografi, bahkan telah disuguhi langsung di hadapannya. Jadi, suatu hal yang wajar jika anak-anak usia sekolah dasar sudah banyak pengetahuannya tentang pornografi.
Kalangan remaja pun tak jauh berbeda. Meningkatnya kenakalan remaja merupakan salah satu dampak media informasi. Misalnya, program televisi yang tidak mendidik. Televisi telah menjadi sarana tersampaikannya pesan-pesan pergaulan bebas. Itu bisa dilihat dari tayangan yang mengandung unsur pornografi, kekerasan, dan budaya hedonisme.
Industri sinetron dan film lebih senang menyusupkan unsur-unsur pornografi, kekerasan, dan budaya hedonisme ke dalam alur ceritanya. Dengan demikian, secara sadar atau tidak, masyarakat dididik untuk menirunya.
Dengan tayangan semacam itu, jangan terkejut jika perilaku mayoritas remaja perkotaan—bahkan perdesaan—berubah mengikuti tayangan tersebut. Tayangan pergaulan bebas sudah menjadi menu utama, seperti tayangan mengonsumsi obat-obat terlarang, berpakaian minim, setengah telanjang, seksi, goyang sensual/erotis para pedangdut, kisah percintaan hingga seks bebas, atau dalam bentuk ucapan-ucapan yang bermuatan porno, memaki, menghina, kasar, dan bentuk-bentuk ucapan sarkasme lainnya.
Akibat dari suguhan tontonan yang demikian, bentuk penyimpangan perilaku pada remaja pun terjadi.
Inilah beberapa fenomena kubangan kemaksiatan akibat syahwat yang menyimpang. Kemaksiatan pun kukuh mencengkeram kehidupan masyarakat. Agar tidak terjebak arus budaya syahwat yang menyimpang, Islam telah memberikan tindakan preventif dan kuratif yang sangat praktis.
Pertama, menjaga pandangan.
Allah Ta’ala berfirman, “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya. Hal itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.’ Katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya melainkan yang (biasa) tampak darinya’ ,”(an-Nur: 30—31).
Kedua, mewajibkan kaum muslim untuk menutup auratnya.
Allah berfirman, “Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Hal itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,” (al-Ahzab: 59).
Ketiga, Islam mengatur etika berhias.
Islam menganjurkan agar pemeluknya senantiasa tampil rapi, bersih. Namun, perlu dipahami pula bahwa Islam telah mengatur kapan saatnya berhias, mengapa seseorang harus berhias, apa saja yang diperbolehkan dan dilarang dalam berhias, dan bagaimana cara berhias bagi laki-laki dan wanita, serta apa saja etika berhias yang harus diterapkan. Allah Ta’ala berfirman, “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliah yang dahulu.” (al-Ahzab: 33)
Keempat, pemeliharaan keimanan dalam diri setiap individu yang dibangun dalam lingkungan keluarga, masyarakat juga negara.
Di lingkungan keluarga, orangtua haruslah membimbing anak-anak dan seluruh anggota keluarga agar menjadi orang yang sholeh/sholeha.
Hal itu dapat dilakukan dengan pemberian teladan dari orang tua. Juga dengan pengkondisian untuk selalu beramal sholeh, dekat dengan Allah. Di lingkungan masyarakat, harus ada kebiasaan untuk melakukan aktivitas amar ma’ruf nahyi munkar. Saling mengingatkan kepada kebaikan dan menjauhi kemunkaran. Bukan memelihara sikap tak acuh seperti sekarang. Terakhir, negara yang memiliki peran yang sangat penting. Melalui bidang pendidikan, negara harus menerapkan kurikulum yang dapat memperkokoh keimanan kaum muslim.
Juga kebijakan-kebijakan lain yang dengan tegas menghapus pornografi dan pornoaksi juga pemahaman lainnya yang tidak sesuai dengan Islam.
Semua permasalahan penyimpangan syahwat ini akan diminimalisir bahkan hilang dengan penerapan Islam secara kaffah dalam bingkai Khilafah Rasyidah. Karena hanya aturan dari Pencipta dan Pengatur sajalah yang bisa menyelesaikan semua permasalahan makhluk. Wallahu’alam bish shawab. []
OPINI ini adalah kiriman pembaca Islampos. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri.