TAKHASHSHUSH ilmu itu bukan berarti kita hanya tahu satu cabang ilmu dan nge-blank cabang ilmu lainnya. Ini tidak mungkin, karena cabang ilmu itu terintegrasi dengan cabang ilmu lainnya. Pandangan kita terhadap ilmu adalah pandangan yang integral, tidak terpisah-pisah.
Untuk menjadi seorang faqih misalnya, kita harus menguasai ilmu furu’ fiqih dan ushul fiqih dengan sangat matang, sekaligus juga qawa’id fiqhiyyah, furuq fiqhiyyah, maqashid syariah, dan lain-lain. Kita juga perlu memahami ilmu lughah, nahwu, sharaf, balaghah, isytiqaq dan lainnya.
BACA JUGA: Kisah Yahya Ibnu Yahya dari Andalusia yang Menuntut Ilmu pada Imam Malik
Kita juga harus memahami ilmu tafsir dan ilmu Hadits, karena itu beririsan dengan ushul fiqih, dan karena sumber hukum utama adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah. Kita juga perlu paham manthiq dan ilmu kalam (baik menerima ilmu ini ataupun tidak), karena ia sudah masuk dalam tubuh ushul fiqih.
Kita juga harus memahami ilmu-ilmu umum, semisal fisika, kimia, kedokteran, ekonomi, politik, antropologi, sejarah, dll., minimal wawasan umum dalam bidang-bidang tersebut, karena seorang faqih hanya layak menjadi faqih, jika ia mampu menggabungkan fiqih dalil dan fiqih waqi’. Dan bagian dari fiqih waqi’ adalah punya wawasan umum dalam bidang-bidang ini.
Lalu, apa maksudnya takhashshush?
Maksud takhashshush adalah, dari semua cabang ilmu di atas, ada cabang ilmu yang paling ia prioritaskan, yang ia kaji, pelajari dan telaah siang dan malam seumur hidupnya. Yang ia isytighal dan tafarrugh di dalamya.
Takhashshush (ahli dalam cabang ilmu) berarti, ia menyiapkan dirinya untuk menjadi rujukan dalam bidang ilmu tersebut, siap ditanya, mengisi kajian, seminar, daurah, mulazamah, serta menulis artikel dan buku dalam bidang tersebut.
Takhashshush (ahli dalam cabang ilmu) juga mengajarkan adab, agar kita tidak lancang bicara di luar bidang takhashshush kita, meskipun kita sebenarnya juga paham bidang tersebut.
BACA JUGA: Sombong dengan Ilmu
Hal ini seperti Dr. Ahmad Ath-Thayyib, Grand Syaikh Al-Azhar, yang perlu meminta izin dulu ke Dr. Quraish Shihab, saat akan menyampaikan tafsir Al-Qur’an pada satu kesempatan di Indonesia. Karena Dr. Quraish Shihab adalah pakar tafsir, meskipun Dr. Ahmad Ath-Thayyib tentu tidak nge-blank dalam tafsir.
Atau Dr. Irwan bin Mohd. Subri, pakar ushul fiqih dari Malaysia, yang dalam satu kesempatan kajian online, tidak mau menjawab pertanyaan seputar aqidah, karena itu bukan takhashshush beliau.
Ini adalah bagian dari adab. Kita tidak menjawab pertanyaan di luar bidang takhashshush -cabang ilmu yang dikuasai- selama yang punya keahlian di bidang itu masih ada.
Wallahu a’lam. []
Facebook: Muhammad Abduh Negara