Oleh: M. Ihsan Ramadlan
Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum,
Universitas Al Ahgaff
Penulis aktif media Ahgaff Pos
ahgaffpos95@gmail.com
ALI bin Abi Thalib berkata:
الفقيه كل الفقيه من لم يقنط الناس من رحمة الله ولم يؤيسهم من روح الله ولم يؤمنهم من مكر الله ولم يرخص لهم في معاصي الله
“Seorang Fakih yang sejati adalah sosok yang tidak membuat orang-orang putus asa dari rahmat Allah, tidak pula membuat mereka merasa aman dalam bermaksiat kepada Allah, serta tidak memberikan keleluasaan untuk berbuat maksiat.” (HR. Abu Nu’aim dalam kitab Al Hilyah, 1/77, dan Nahju Al-Balaghah karya Muhammad ar-Ridha Abu Hasan Al-Musawi, w. 404 H, 4/580, dan Ibnu As-Suni dan Ibnu Abdil Bar).
Keseimbangan atau sikap moderasi adalah sikap yang sulit, namun merupakan kunci dari kesuksesan bagi seorang da’i. Umat islam secara keseluruhan adalah da’i, sesuai kapasitas ilmunya. Anda dan saya, ini dan itu semuanya memiliki tugas untuk menyampaikan agama Allah kepada umat manusia, serta amar makruf dan nahi mungkar.
Rasulullah saw bersabda, “Sampaikanlah dariku walau satu ayat.” (HR. Al-Bukhari)
Akan tetapi, ada hal penting yang harus kita perhatikan di sini, yaitu dakwah harus disertai dengan bashirah (kearifan dan bijaksana) dan ilmu atas apa yang disampaikan. Tidaklah orang mengetahui ini, kecuali orang yang luas pengetahuannya, dan ilmunya meliputi wilayah khilafiyyah.
Allah Swt. berfirman : “Katakanlah, inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Mahasuci Allah, dan aku tiada termasuk orag-orang yang musyrik.” (Yusuf :108)
Ini adalah hikmah dari imamul balaghah, Ali bin Abi Thalib ra. yang menjadi jalan keluar untuk kesuksesan dakwah.
Selanjutnya, hal yang perlu kita perhatikan jua adalah tidak membuat orang putus asa dari rahmat Allah, ampunan dan keridaan-Nya.
Sebagaimana kisah yang diceritakan Nabi saw, tentang seorang laki-laki yang telah membunuh sembilan puluh sembilan orang. Dalam kisah itu, si pembunuh bertanya kepada seorang ahli ibadah tentang masalah taubat, ahli ibadah tersebut mengabarkan bahwa taubatnya tidak akan diterima, hal itu membuat ia putus asa dari rahmat Allah, maka ahli ibadah itu pun dibunuhnya. Jadi, janganlah kamu membuat orang putus asa dari rahmat Allah, sehingga ia terus berada dalam kesesatan.
Namun dalam waktu yang sama, jangan pula kamu membuat mereka merasa aman dari siksa Allah, serta bebas untuk melakukan maksiat. Allah Swt. berfirman :
“Kabarkan kepada hamba-hambaKu, bahwa sesungguhnya Aku-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, dan bahwa sesunggunya adzab-Ku adalah adzab yang sangat pedih.” (Al-Hijr : 49-50)
Syeikh Salim al Khotib berkata, “Kabarkanlah kepada orang-orang, jalan yang paling mudah untuk sampai kepada Allah. Jangan menyulitkannya sampai ia meninggalkan semangat untuk ibadah. Namun, jangan pula menjadi mutasaahilan lil mazhab, yaitu mengambil pendapat-pendapat yang memudahkan dalam mazhab dengan hawa nafsunya, karena orang yang seperti ini, ditakutkan akhir hidupnya akan su’ul khatimah. ”
Inilah ilmu yang hakiki dan fikih yang luhur, memberikan keringanan kepada umat manusia, karena karakteristik agama islam itu mudah. Untuk itu, seorang fakih yang sejati adalah seorang da’i yang hendaknya dalam keadaan bashirah, mampu membimbing dengan karakteristik antara raja’ dan khauf, yakni berharap akan rahmat Allah dan takut dari siksa-Nya.
Semoga kita bisa menjadi ahli fikih sejati yang membuat umat termotivasi dan terinspirasi untuk semakin dekat kepada Allah Swt. Bagai pelita bagi umat, tidak menjadi seperti lilin, hanya menerangi sekitar namun membakar dirinya. []
Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi di luar tanggung jawab redaksi.