DALAM kitab Basyaratul Musthafa terdapat kisah nyata yang diketengahkan oleh Abu Ja’farth-Thabary dari Jabir bin Abdullah al-Anshary. Diceritakan pada kitab itu, pada suatu hari setelah Nabi Muhammad SAW selesai mengerjakan shalat, beliau tetap berada dalam masjid bersama para sahabatnya. Kemudian datanglah seorang Arab badui berusia renta dan berpakaian kumal.
“Ya Rasulullah, saya sangat lapar. Mohon saya diberi makanan sekadarnya. Lihatlah saya tidak mempunyai pakain selain yang saya pakai untuk menutup aurat seperlunya,” kata orang Arab badui itu lirih.
Lalu Rasulullah menanggapinya. “Sayang aku sendiri tidak mempunyai sesuatu yang pantas aku beri padamu. Namun, Cobalah egkau pergi menemui orang yang dicintai Allah dan Rasul-Nya. ia lebih mengutamakan orang lain yang menderita daripada dirinya sendiri. Ia bernama Fatimah, putriku. Rumahnya dekat sekali dengan rumahku.”
Lalu pergilah Arab badui itu ke rumah Fatimah. Di rumah Fatimah, orang tua itu disambut dengan baik dan ramah.
“Bapak dari mana?” tanya Fatimah dengan lembut.
Ia menjawab, “Saya orang tua dari pegunungan yang jauh dari sini. Tadi saya bertemu dengan ayahmu, hai putri Rasulullah. Saya lapar sekali. Pakaian inipun sudah amat kumal. Tolong saya diberi makan dan pakaian seperlunya saja. Mudah-Mudahan Allah melimpahkan Rahmat-Nya kepadamu.”
Saat itu putri Rasulullah sangat bingung memikirkan sekiranya apa yang akan diberikan kepada orang tua itu. Ia dan keluarganya saja sudah berpuasa 3 hari karena tidak memiliki sesuatu apapun untuk dimakan.
Akan tetapi, melihat orang tua yang demikian sengsara, Fatimah tentu saja tidak bisa membiarkannya. Ia tak ingin orang tua itu pergi dengan tangan hampa. Lalu ia mencari-cari apa yang bisa diberikan dan pilihannya jatuh pada alas tidur yang terbuat dari kulit kambing, alas ini milik Al-Hasan.
Setelah menerima alas tidur tersebut, orang tua itu berkata, “Hai putri Rasulullah, apa yang saya bisa perbuat dengan kulit kambing ini? Saya sangat lapar dan membutuhkan pakaian secukupnya. Kulit kambing ini tak dapat menghilangakan lapar dan menutup aurat.”
Teguran itu tentu membuat Fatimah malu. Dalam keadaan malu itu ia teringat akan kalung pemberian bibinya. Lalu ia segera menyerahkan kalung tersebut kepada sang orang Arab badui. “Ambilah ini. Mudah-mudahan Allah menggantinya dengan karunia yang lebih baik,” kata Fatimah.
Tentu saja hal ini membuat hati orang tua itu gembira, lantas ia pergi ke masjid. Di sana Rasulullah masih dikelilingi sahabatnya. Lalu orang Arab ini memberitahu seraya menunjukkan kepada Rasulullah seuntai kalung yang diberi oleh Fatimah kepadanya. Melihat itu, tanpa sadar Rasulullah meneteskan air mata, menyaksikan kemurahan hatri putrinya.
Ammar bin Yasir yang menyaksikan adegan itu seraya berkata,“Ya Rasulullah, bolehkah aku membeli kalung itu?”
Sambil menyeka airmatanya beliau berkata, “Belilah jika engkau mau.”
Ammar kemudian bertanya langsung kepada orang tua itu. “Berapa kalung ini hendak engkau jual?’’
Ia menjawab, “Seharga beberapa potong roti dan daging untuk menghilangkan lapar. Dan secarik kain yang dapat saya pergunakan untuk menutup aurat agar saya bisa melaksanakan shalat dengan sempurna. Selain itu saya menginginkan ongkos untuk pulang, satu dinar.”
Ammar serta merta berkata, “Baiklah, kalung itu aku beli dengan uang 20 dinar dan 100 dirham. Selain itu, engkau akan aku beri beberapa potong roti dan daging untuk menghilangkan rasa lapar. Ditambah lagi, engkau akan kuberi pakaian dan seekor unta untuk tungganganmu dalam perjalanan pulang.”
Setelah semua urusan selesai, orang tua tersebut dengan perut kenyang dan pakaian rapi sambil menuntun unta menghadap Rasulullah SAW.
Beliau lantas bertanya, “Bagaimana keadaanmu sekarang? Sudahkah engkau kenyang dan mempunyai pakaian?”
Ia menjawab, “Ya Rasulullah, saya rasa lebih dari itu. Bahkan saya sekarang merasa sudah kaya.” Sambil berkata, ia memperlihatkan uang, baju yang dipakainya, dan unta yang ditungganginya.
“Kalau begitu balaslah budi Fatimah kepadamu,” beliau berkata.
Lalu orang tua itu menengadahkan kedua tangan kelangit seraya berdoa, “Ya Allah, tiada kusembah selain Engkau. Karuniakanlah ia sesuatu yang belum pernah dilihat mata dan didengar telinga.”
Mendengar doa tersebut, Rasulullah SAW mengarahkan pandangan kepada para sahabat. Lalu beliau bersabda, “Sesungguhnya di dunia ini Allah SWT telah memberikan kepada Fatimah apa yang dimohonkan oleh orang tua tadi. Ia mempunyai ayah seorang nabi dan rasul utusan Allah kepada seluruh umat manusia dan alam semseta. Ia memperoleh suami Ali bin Abi Tholib, tidak ada pria yang sepadan menjadi suaminya. Allah menganugerahi juga dua orang anak laki-laki Al-Hasan dan Al-Husain. Tidak ada anak lain yang menyamai mereka berdua. Dua-duanya cucu seorang nabi yang akan menjadi pemuda penghuni surga yang terkemuka.”
Setelah berhenti sejenak, beliau lalu bersabda lagi, “Malaikat Jibril telah datang kepadaku memberi tahu bahwa pada saat Fatimah meninggal dunia, di dalam kuburnya ia didatangi malaikat dan ditanya, ;Siapa Tuhanmu?’, maka Fatimah menjawab, ‘Allah tuhanku’, dan ditanya lagi ‘Siapa Nabimu?’, ia menjawab “Ayahku”.
Akan halnya dengan kalung itu, setelah Ammar menerima kemudian ia membungkusnya. Lalau menyuruh seorang budak bernama Saham menemui Fatimah dan menyerahkan kalung tersebut.
Lalu pergilah Saham menemui puteri Rasulullah dan menyerahkan kalung itu kepada Fatimah. Fatimah menerima pemberian itu dengan perasaan bersyukur tiada henti.
Setelah menerima kalung itu, Fatimah berterima kasih lalu ia berkata, “Hai Saham, mulai saat ini engkau merdeka.”
Begitu senangnya hati saham mendengar kata-kata Fatimah, lalu ia berlari dan meloncat riang gembira seperti anak-anak. []
Sumber: Buku Air mata Rasulullah, Fuad K, Gauma. Gema Insani, Jakarta : 2009