Oleh: Artawijaya
Editor Pustaka Al-Kautsar, Dosen STID Mohammad Natsir Jakarta
Kedua bola mata Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu Anhu berkaca-kaca. Perlahan air matanya mengalir berlinang. Di hadapannya, sahabat Syurahbil bin Hasanah Radhiyallah Anhu, orang yang ikut bersamanya dalam memerangi kaum murtad. Syurahbil baru saja melontarkan pertanyaan kepada sang khalifah.
“Wahai khalifah Rasulullah, apakah Tuan berencana mengirim pasukan ke Syam?” tanya Syurahbil.
“Benar. Ada dalam benakku keinginan untuk itu dan aku belum menyampaikannya kepada siapapun. Tentu ada sesuatu sehingga kamu bertanya tentang itu,” ujar Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq.
“Benar, wahai khalifah,” Syurahbil menjawab.
Syurahbil bin Hasanah kemudian menceritakan mimpinya mengenai khalifah pengganti Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tersebut. Ia bermimpi bahwa Khalifah Abu Bakar berjalan di jalan yang terjal dan berduri di hadapan khalayak manusia. Kemudian beliau bersama para sahabatnya naik ke mercusuar yang tinggi, mengawasi manusia-manusia yang ada. Setelah itu turun dan berjalan menuju tanah yang subur, yang di atas tanahnya banyak tanaman, perkampungan, dan benteng-benteng.
“Lancarkanlah serangan kepada musuh-musuh Allah. Aku adalah penjamin kalian dengan kemenangan dan memperoleh ghanimah,” seru sang khalifah pada para sahabatnya dalam mimpi Syurahbil itu.
Syurahbil melanjutkan cerita dalam mimpinya. Dalam mimpi tersebut, Khalifah Abu Bakar kemudian masuk pada sebuah benteng besar, yang Allah bukakan untuknya dan para sahabat yang mengiringinya. Para penduduk yang tinggal di benteng tersebut kemudian mengucapkan salam kepadanya. Kemudian dikatakan kepada Khalifah Abu Bakar, “Allah telah memberikan kemenangan kepadamu dan menolongmu, maka bersyukurlah kepada Tuhanmu dan taatlah kepada-Nya.”
Setelah Syurahbil menceritakan mimpinya tersebut, Abu Bakar kemudian berujar, “Kedua matamu tertidur, namun yang kamu lihat adalah sebuah kebaikan, dan semua akan menjadi baik, Insya Allah.”
Sang khalifah kemudian menambahkan, “Allah telah memberi kabar gembira kepadamu dengan kemenangan dan kamu secara tersirat menyampaikan berita kematianku padaku.” Inilah yang membuat air mata khalifah yang cukup senior dan disegani itu berlinang air mata. Dalam benaknnya, ia memang ingin menaklukkan sebuah negeri di Timur, negeri yang dikuasai oleh kaum watsaniyyin (pagan). Negeri itu adalah Syam, sebuah wilayah subur dan penuh berkah.
Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq kemudian menjelaskan takwil mimpi yang diceritakan Syurahbil tadi. Ia mengatakan, tanaman berduri yang dilaluinya hingga ia bertemu mercusuar tinggi dan naik bersama para sahabat di atas mercusuar itu sambil mengawasi manusia yang ada, adalah takwil bahwa dirinya akan menanggung masyaqqah (beban yang berat) dari pasukan kaum muslimin yang diutusnya, sebagaimana juga musuh menanggung penderitaan yang sama.
Adapun mengenai dirinya naik ke atas mercusuar yang tinggi, adalah takwil dari kemenangan cita-cita perjuangannya, bahwa perang yang dihadapinya dalam menegakkan agama Allah, akan membuatnya menjadi tinggi dan Islam pun akan menjadi tinggi. Setelah kemenangan itu, kaum muslimin akan hidup di atas tanah yang subur sebagai kebutuhan hidup. Inilah takwil turunnya ia dari mercusuar menuju tanah yang subur dan makmur dengan tanaman, perkampungan, dan benteng-benteng.
Dengan masih berlinang air mata, Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu Anhu kemudian mengatakan kepada Syurahbil, “Aku akan melaksanakan amar makruf nahyi mungkar dan menghukum dengan berat orang-orang yang meninggalkan perintah Allah. Aku akan menyiapkan pasukan kepada orang-orang yang menyimpang dari jalan Allah di belahan Timur maupun Barat, sampai mereka mengatakan, ‘Allahu ahad, laa syarika lahu..-Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya..” Cerita mengenai dialog Syurahbil bin Hasanah dan Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq ini ditulis oleh Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi dalam bukunya, “Abu Bakar Ash-Shiddiq: Syakhsiyatuhu wa ‘Ashruhu”. (Mesir: Daar At-Tauji’ wa An-Nasyr Al-Islamiyah, 2002, hlm. 337-338). Ash-Shallabi kemudian juga menulis tekad kuat khalifah pertama itu untuk menaklukkan negeri Syam.
Untuk mengirim pasukan ke Syam, Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq bermusyawarah dengan para sahabat senior; Umar bin Al-Khathab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib Thalhah, Az-Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Abu Ubaidah bin Al-Jarrah, Said bin Zaid, Saad bin Abi Waqqash, dan para sahabat lainnya dari kaum muhajirin dan Anshar Radhiyallahu Anhum. Setelah mengingatkan para sahabat untuk senantiasa mensyukuri nikmat Allah dan tidak menyekutukan-Nya, sang khalifah mengatakan pada para sahabatnya, “Aku berkeinginan mengirim kalian menyerang prajurit Romawi di Syam. Barangsiapa terbunuh di medan pertempuran, maka dia telah mati syahid, dan tidak ada tempat lebih baik di sisi Allah melebihi tempatnya orang yang berbuat kebaikan. Barangsiapa yang masih diberi kesempatan hidup, maka di hidup membela agama Allah, dan dia di sisi Allah patut mendapatkan pahala orang-orang yang berjihad. Ini pendapatku. Mohon sampaikan pendapat kalian menurut cara pandang kalian masing-masing,” ujar Abu Bakar.
Umar bin Al-Khathab yang dikenal sebagai sahabat yang pemberani, langsung berdiri menyambut usulan sang khalifah. Dengan lantang ia mengatakan, “Sungguh Tuan telah mengambil langkah yang tepat. Semoga Allah memberikan kepada Tuan jalan-jalan kebaikan. Kirimlah kepada mereka (bangsa Romawi) pasukan berkuda yang disusul dengan pasukan berkuda lainnya. Utuslah panglima yang disusul dengan panglima berikutnya. Kirimlah pasukan yang disusul dengan pasukan berikutnya. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala  penolong agama-Nya. Dia memuliakan Islam dan pemeluknya. Dia merealisasikan apa yang telah dijanjikan kepada Rasul-Nya..”
Setelah itu secara bergantian para sahabat mengajukan pendapatnya. Mereka semua setuju dengan ide Khalifah Abu Bakar untuk memerangi bangsa Romawi di Syam dengan mengirim pasukan kaum muslimin. Mereka tunduk dan taat pada keputusan Khalifah, termasuk Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu Anhu.
Setelah melakukan musyawarah dengan para sahabatnya dan mendengarkan pendapat mereka, Khalifah Abu Bakar kemudian berdiri di hadapan kaum muslimin. Ia menyampaikan khutbah yang sangat memotivasi. Setelah memuji Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bersalawat untuk Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam ia menyampaikan pidatonya,
“Wahai kaum muslimin, sesungguhnya Allah telah melimpahkan nikmat kepada kalian dengan Islam, memuliakan kalian dengan jihad, melebihkan kalian dengan Islam ini di atas seluruh agama yang ada. Maka bersiap-siaplah wahai hamba-hamba Allah untuk menyerang pasukan Romawi di Syam. Aku akan mengangkat beberapa komandan perang untuk memimpin kalian, dan aku tetapkan mereka sebagai pemimpin kalian. Maka taatlah kepada Allah dan jangan menyalahi komandan-komandan kalian. Kalian harus menata niat, perilaku dan keinginan dengan baik, karena sesungguhnya Allah akan selalu bersama orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (Lihat: Ali Muhammad Ash-Shallabi, hlm.339-340 dan Al-Waqidi, Futuh Asy-Syam, edisi Maktabah Syamilah)
Setelah itu Khalifah Abu Bakar menetapkan para komandan yang akan berangkat memimpin pasukan ke negeri Syam. Mereka adalah; Amru bin Al-Ash, Yazid bin Abi Sofyan, Syurahbil bin Hasanah, dan Abu Ubaidah bin Al-Jarrah. Mereka bergerak dengan mobilisasi iman untuk menegakkan agama Allah dan menghancurkan kemusyrikan imperium Romawi. Negeri Syam yang meliputi; Palestina, Libanon, Jordan, dan Suriah, ketika itu adalah negeri yang dijanjikan, tempat berkumpulnya kaum muslimin dalam berjihad fi sabilillah.
Setelah mengirim pasukan dan para komandan yang tangguh tersebut, Khalifah Abu Bakar kemudian berkirim surat kepada Khalid bin Al-Walid yang ketika itu berada di Irak untuk bergabung bersama pasukan kaum muslimin di Syam. Sang khalifah menulis dalam suratnya kepada Khalid bin Al-Walid,”Tinggalkan Irak, dan pilihlah salah satu orangmu menjadi pemimpin di Irak yang terbaik di antara mereka menurutmu. Setelah itu berangkatlah sambil menyeleksi orang-orang yang kuat dari saudara-saudara kita yang datang bersamamu dari Yamamah. Kamu dampingi mereka di jalan dan kamu prioritaskan mereka yang berasal dari Hijaz. Kemudian pergilah ke Syam dan bergabunglah bersama pasukan Abu Ubaidah bin Al-Jarrah. Apabila kalian telah bertemu, maka kamu adalah pemimpin pasukan itu..”
Dalam Kitab Futuh As-Syam, dengan redaksi yang lain, Khalifah Abu Bakar menulis kepada Khalid bin Al-Walid,”Sesungguh aku telah memuji Allah yang tiada tuhan selain Dia, dan aku bershalawat kepada Nabinya, Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam. Aku wasiatkan dan aku perintahkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah dalam keadaan sembunyi ataupun terang-terangan. Sungguh aku gembira dengan apa yang dianugerahkan Allah atas kaum muslimin, dari kemenangan dan perjuangan menghancurkan kaum kafir. Dan, aku kabarkan kepadamu agar berangkat ke Damaskus, semoga Allah mengizinkanmu membebaskan kota itu atas tanganmu sendiri. Jika berhasil menaklukkan Damaskus, maka berangkatlah ke Homsh dan Antokia, dan semoga keselamatan, rahmat dan berkah Allah atasmu dan atas kaum muslimin yang bersamamu. Akan ada bersamamu para pejuang dari Yaman dan Makkah…”
Pada masa kepemimpin komando di bawah Khalid bin Al-Walid yang bergelar “Syaifullah Al-Maslul” (Pedang Allah yang Terhunus) terjadi beberapa pertempuran hebat dengan kaum pagan Romawi, diantaranya adalah Perang Yarmuk dan Perang Ajnadain. Keinginan kuat Abu Bakar Ash-Shiddiq untuk melakukan penaklukan Syam adalah bukti bahwa negeri ini adalah negeri yang menjadi dambaan kaum muslimin, karena beberapa peristiwa kenabian terjadi di negeri ini, diantaranya adalah peristiwa Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam.
Rencana untuk membebaskan Syam sendiri sudah ada sejak Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam masih hidup. Sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Katsir dalam “Qashash Al-Anbiya'” (Kisah Para Nabi), Rasulullah sebenarnya sudah menyiapkan pasukan di Tabuk untuk memerangi bangsa Romawi di Syam dengan menjadikan Usamah bin Zaid sebagai panglima, namun usaha tersebut tertunda. Kemudian rencana tersebut kembali muncul, namun pasca melaksanakan haji wada’ beliau keburu meninggal dunia. Meski begitu, pasukan yang dipimpin oleh Usamah terus bergerak, meskipun belum sampai ke negeri Syam. Rencana inilah yang kemudian dilanjutkan oleh sahabatnya, yang kemudian menjadi khalifah pertama, Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu Anhu.
Kini wilayah Syam masih terus bergolak. Umat Islam terus mendapatkan kezaliman dan teraniaya. Namun, adakah para pemimpin dunia Islam saat ini menangis meneteskan air mata, kemudian mengumpulkan pasukannya, dan menyeru mereka untuk berjihad membebaskan tanah yang penuh berkah itu dari kezaliman musuh-musuh Allah? Wallahu a’lam bish-shawab. []