SETELAH ditinggal wafat Nabi shalallahu’alaihi wa sallam, Aisyah sering memperoleh hadiah uang dari para sahabat, seperti Muawiyah, Abdullah bin Umar, Zubair bin Awwam serta sahabat-sahabat lainnya, sehingga sebenarnya ia tidak dalam keadaan kekurangan. Tetapi didikan Nabi shalallahu’alaihi wa sallam atas dirinya tidak sedikitpun berubah. Kemurahan dan kesederhanaan tetap menjadi pola hidupnya sebagaimana yang dijalaninya bersama Nabi shalallahu’alaihi wa sallam, sehingga hidupnya cenderung dalam kekurangan.
Suatu ketika Aisyah memperoleh hadiah dua karung uang yang masing-masing berisi 100.000 dirham. Ia membagi-bagikan uang tersebut kepada fakir miskin dari pagi hingga sore sehingga tidak tersisa sama sekali. Hari itu Aisyah sedang berpuasa, saat masuk waktu maghrib, pembantunya datang membawa makanan untuk berbuka berupa sepotong roti dan minyak zaitun. Ia berkata kepada Aisyah, “Seandainya engkau tadi menyisakan satu dirham, tentu aku bisa menyediakan sepotong daging untuk menu berbuka.”
BACA JUGA: Kecerdasan Aisyah
“Mengapa engkau baru mengatakannya sekarang,” Kata Aisyah, “Andai tadi engkau mengatakannya, tentu kusisakan satu dirham untukmu.”
Suatu ketika Aisyah dalam keadaan puasa, dan hanya memiliki sepotong roti untuk persiapan berbuka. Tiba-tiba datang seorang lelaki miskin meminta makanan kepadanya, Aisyah pun menyuruh pembantunya menyerahkan sepotong roti yang ada. Pembantunya berkata, “Jika kita memberikan roti ini, kita tidak memiliki makanan lagi untuk berbuka puasa.”
“Biarlah, berikan saja roti itu kepadanya.” Kata Aisyah.
Keadaan seperti itu seringkali terjadi, sehingga menyulut rasa kasihan dari keponakannya, Abdullah bin Zubair, karena hidupnya yang dalam keadaan miskin dan serba kekurangan. Sebenarnya bukannya tidak ada harta dan uang yang datang, tetapi karena gemarnya bersedekah.
Abdullah bin Zubair adalah anak dari saudaranya, Asma binti Abu Bakar, dan sejak kecil Aisyah ikut mengasuhnya hingga ia amat sayang pada bibinya tersebut. Atas sikap kedermawanan bibinya ini, ia pernah berkata pada salah seorang sahabat, “Saya harus menghentikan kebiasaan bibi yang selalu banyak bersedekah ini!”
Ucapannya itu ternyata sampai kepada Aisyah, dan ia merasa sangat marah kepada keponakannya, ia berkata, “Mengapa engkau melarang aku bersedekah?”
Sambil berkata seperti itu, ia bersumpah tidak akan berbicara lagi dengan Abdullah bin Zubair. Bagaimanapun juga sikap dermawannya itu adalah didikan dan juga dukungan penuh Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam selama ia hidup bersama beliau, sehingga tak mungkin ia meninggalkan atau merubahnya.
BACA JUGA: Aisyah Sangat Gemar Bersedekah
Ibnu Zubair menyadari kesalahannya, ia berusaha untuk meminta maaf dan meminta bibinya membatalkan sumpahnya tersebut, tetapi Aisyah tetap teguh dengan sumpahnya. Beberapa sahabat datang untuk membujuknya membatalkan sumpahnya tetapi tidak berhasil juga. Akhirnya Ibnu Zubair meminta bantuan Hasan dan Husain, dua cucu kesayangan Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam. Dengan suatu siasat Ibnu Zubair berhasil menemui Aisyah, Hasan dan Husain mengingatkannya berulang-ulang akan larangan Nabi shalallahu’alaihi wa sallam memutuskan silaturahmi, sehingga akhirnya Aisyah luluh juga. Ia membebaskan dua orang budaknya sebagai kafarat membatalkan sumpahnya.
Aisyah seringkali menangis jika mengingat masalah ini. Pertama karena ketergesaannya dalam bersumpah, sehingga membawa dampak yang luas bagi orang-orang di sekitarnya, dan kedua karena ia harus melanggar dan membatalkan sumpah yang diucapkannya sendiri. Begitu menyesalnya, sehingga air matanya mengalir deras membasahi kain yang dipakainya. []
Sumber: Kisah 25 Sahabat Nabi & Rasul Dilengkapi Kisah Sahabat Tabi’in dan Hikmah Rasulullah/ Kajian Islam 2