SETIBA di Madinah, Rasulullah ﷺ membuat perjanjian dengan Yahudi. Isinya, Muslimin dan Yahudi hidup bersama-sama sebagai suatu bangsa. Jika Madinah diserang oleh musuh dari luar, Muslimin dan Yahudi harus mempertahankannya bersama-sama. Dengan perjanjian ini, segenap penduduk Madinah bertanggungjawab dan memikul kewajiban guna menyelenggarakan keamanan, menjamin keselamatan dan membela setiap serangan musuh.
Di perang Khandak, Madinah dikepung oleh 10.000 pasukan gabungan suku Quraisy dan hampir seluruh kabilah Arab selama 24 malam. Saat itu situasinya sangat genting. Peperangan berlangsung hingga malam. Bahkan ketika itu, Rasulullah ﷺ sampai tidak sempat shalat Zuhur dan Ashar. Beliau bersabda, “Kita terlalu sibuk berperang sehingga lupa belum shalat Ashar. Semoga Allah memenuhi kuburan mereka dengan api neraka.” (HR. Bukhari).
Di situasi yang genting. Yahudi Bani Quraizah melakukan penghianatan. Mereka mencoba menyerang dari dalam Madinah. Namun serangan mereka dapat dipatahkan oleh Shafiyah bin Abdul Muthalib. Bani Quraizah pun membatalkan perjanjiannya. Kondisi ini membuat Sahabat Saad bin Muaz, sekutu Bani Quraizah sebelum kedatangan Rasulullah saw, berkata, “Ya Allah! Jangan Engkau matikan aku sampai Engkau sejukkan mataku dengan Bani Quraizah.”
Allah pun menurunkan pertolongan-Nya. Suku Quraisy dan Yahudi Bani Quraizah berselisih. Angin badai, halilintar dan hujan lebat memporakporandakan perkemahan lawan. Mereka pun meninggalkan Madinah. Rasulullah saw dan para Sahabat kembali ke rumah masing-masing.
Setiba Rasulullah ﷺ di rumahnya, tiba-tiba malaikat Jibril datang dan berkata, “Apakah kalian telah meletakkan senjata? Sungguh para malaikat belum meletakkan senjatanya. Aku sendiri sekarang akan menuju Bani Quraizah.” Pada riwayat lain, Jibril berkata, “Sesungguhnya Allah menyuruh engkau untuk menempuh perjalanan menuju Bani Quraizah. Aku bersedia mengalahkan mereka. Nanti aku akan meluluhlantakkan benteng pertahanannya. ”
Aisyah menceritakan bagaimana kedatangan Jibril. Dia berkata, “Saya seolah-olah melihat Jibril berada di sela-sela daun pintu. Kepalanya penuh dengan debu.” Setelah Jibril pergi, Rasulullah ﷺ memerintahkan muazin untuk mengumandangkan pengumuman, “Rasulullah ﷺ menginstruksikan kepada kalian supaya shalat Ashar (hari ini), kecuali di Bani Quraizah!” Kemudian Rasulullah ﷺ memberi mandat kepada Ibnu Ummi Maktum untuk mengurus Madinah.” Dan, menunjuk Ali bin Abi Thalib sebagai panglima perang.
Rasulullah ﷺ bergerak cukup cepat sehingga melewati beberapa Sahabat. Setibanya di As Shaurain sebelum tiba di Bani Quraizah, beliau bertanya kepada para Sahabat, “Apakah ada seseorang yang melewati kalian sebelum aku?” Mereka menjawab, “Ya, dia adalah Dihyah bin Khalifah al-Kalbi.” Rasulullah ﷺ bersabda, “Bukan! Dia itu Jibril yang dikirim kepada Bani Quraizah guna menghancurkan benteng-benteng dan menghujamkan rasa takut ke hati mereka.”
Perang melawan Yahudi sangat khusus, Allah yang langsung memerintahkan Rasulullah ﷺ untuk memerangi Yahudi dengan mengutus Jibril, padahal beliau baru saja pulang dari perang Khandaq dan belum beristirahat. Jibril pun memerintahkan Rasulullah ﷺ jangan meletakkan pedangnya tetapi langsung menuju benteng Bani Quraizah begitupun dengan para Sahabat. Mereka harus langsung bergerak cepat dengan perintah shalat Ashar di Bani Quraizah.
Perhatikan pertempuran di Gaza, siapakah yang memasukkan rasa ketakutan dan menghancurkan infrastruktur militer penjajah Israel? Mengapa gerakan perlawanan mampu menembus pertahanan penjajah Israel yang sangat canggih? Mungkinkah Jibril telah turun untuk menghancurkan benteng menghujamkan rasa takut ke setiap tentara penjajah Israel seperti saat perang Bani Quraizah? []
Sumber:
Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad saw, Moenawar Chalil, GIP
Al-Wafa, Ibnul Jauzy, Pustaka Al Kautsar
Sirah Nabawiyah, Ibnu Hisyam, Penerbit Akbar
Sirah Nabawiyah, Abdul Hasan An Nadwi, Quanta