JAKARTA—Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta mengecam vonis penjara 7 tahun yang dijatuhkan pengadilan Myanmar terhadap 2 jurnalis Reuters, Wa Lone (32 tahun) dan Kyaw Soe Oo (28 tahun). AJI menilai vonis tersebut merupakan ancaman serius bagi kebebasan pers, sekaligus preseden buruk dan kemunduran besar bagi demokrasi Myanmar.
Atas vonis tersebut, AJI berpendapat, penting bagi Myanmar dan negara-negara lain di Asia Tenggara untuk menciptakan kondisi pers bebas, yang akan mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan.
BACA JUGA: SJA: 270 Jurnalis Terperangkap di Wilayah Konflik Suriah
AJI Jakarta juga mendesak pihak-pihak berwenang di Myanmar agar menghormati hak 2 jurnalis Reuters tersebut dalam menjalankan profesinya sebagai jurnalis, termasuk kebebasan berekspresi mereka. Dalam menjalankan kerja-kerja profesinya, jurnalis tidak boleh diancam dengan hukuman pidana.
Dalam pernyataan resminya, AJI juga menyampaikan dukungan terhadap Wa Lone dan Kyaw Soe Oo, serta Reuters yang terus mengupayakan pembebasan mereka melalui upaya hukum di Myanmar. AJI juga menyerukan kepada organisasi dan individu di berbagai wilayah untuk mendukung kedua jurnalis Reuters sebagai bagian dari tindakan kolektif untuk menjaga kebebasan pers di Asia Tenggara.
Wa Lone dan Kyaw Soe Oo diketahui sempat menyelidiki pembunuhan 10 warga Rohingya di Desa Inn Din, pada September 2017. Keduanya berhasil memperoleh beberapa dokumentasi foto yang menunjukkan kesepuluh orang itu sedang berlutut menunggu detik-detik eksekusi. Foto lainnya menunjukkan mayat dikubur dengan tubuh penuh luka tembak.
BACA JUGA: Ungkap Pembunuhan Muslim Rohingya, 2 Jurnalis Divonis 7 Tahun
Reuters menerbitkan laporan tersebut pada Februari 2018, dimana laporan itu menjadi salah satu pendorong dunia internasional untuk menyelidiki keterlibatan militer terhadap kekerasan etnis Rohingya. Laporan akhir penyelidik dari Perserikatan Bangsa-bangsa berkesimpulan bahwa militer Myanmar telah melakukan upaya Genosida terhadap etnis Muslim Rohingya.
Namun, pemerintah Myanmar justru menjatuhkan vonis 7 tahun penjara kepada Wa Lone dan Kyaw Soe Oo pada Senin (3/9/2018) lalu, setelah sebelumnya mereka ditahan pada Selasa (12/12/2017). Pemerintah Myanmar menuduh kedua jurnalis tersebut melanggar UU Kerahasiaan Negara. Aksi mereka dianggap bersalah karena berusaha untuk membongkar dokumen resmi negara yang berpotensi “secara langsung atau tidak langsung berguna untuk musuh”.
Pada 2017, 20 wartawan lokal pernah dituntut di pengadilan karena dianggap melanggar UU Telekomunikasi. Kebebasan pers di Myanmar memburuk sejak militer mengintervensi konflik horizontal di Negara Bagian Rakhine, pada Agustus 2017. Militer terus berupaya menutup akses jurnalis, baik lokal maupun internasional, untuk meliput tragedi kemanusiaan yang menimpa Rohingya.
Reporters Sans Frontieres (RSF), organisasi jurnalis lintas negara yang mendukung kebebasan pers, menempatkan Myanmar pada posisi 137 dalam Indeks Kebebasan Pers Dunia tahun 2018. Angka itu turun 6 peringkat dari tahun sebelumnya, dan menjadi tren negatif untuk yang pertama kalinya bagi Myanmar sejak 2013. []