MUDHARABAH adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak di mana pemilik modal (shahibul amal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian di awal. Bentuk ini menegaskan kerjasama dengan kontribusi seratus persen modal dari pemilik modal dan keahlian dari pengelola.
Transaksi jenis ini tidak mewajibkan adanya wakil dari shahibul maal dalam manajemen proyek. Sebagai orang kepercayaan, mudharib harus bertindak hati-hati dan bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi akibat kelalaian dan tujuan penggunaan modal untuk usaha halal. Sedangkan, shahibul maal diharapkan untuk mengelola modal dengan cara tertentu untuk menciptakan laba yang optimal.
BACA JUGA: Ribawi Lifestyle
Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha (Muhammadyah Rawas Qal’aji, Mu’jam Lughat al-Fuqaha. Beirut: Darun-Nafs, 1985)
Secara teknis, al-mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
Secara umum, landasan dasar syariah al-mudharabah lebih mencerminkan anjuran untuk melakukan usaha. Allah SWT, berfirman: “… dan dari orang-orang yang berjalan dimuka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT…” (QS. al-Muzzammil: 20)
Yang menjadi wajhud-dilalah, atau argumen dari surah al-Muzzammil: 20 adalah kata yadhribun yang sama dengan akar kata mudharabah yang berarti melakukan suatu perjalanan usaha.
“Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah SWT…” (QS. al-Jumu’ah: 10)
“Tidak ada dosa (halangan) bagi kamu untuk mencari karunia Tuhanmu…” (QS. al-Baqarah: 198)
Surah al-Jumu’ah: 10 dan al-Baqarah: 198 sama-sama mendorong kaum muslimin untuk melakukan upaya perjalanan usaha.
BACA JUGA: Skema Murabahah dalam Perbankan Syariah
Beberapa hadits yang membahas tentang Mudharabah di antaranya:
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul Muthalib jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut, yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut. Disampaikan syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah saw. dan Rasulullah pun membolehkannya.” (HR. Thabrani)
Dari Shalih bin Shuhaib r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tiga hal yang didalamnya terdapat keberkatan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan memcampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.” (HR Ibnu Majah no. 2280, kitab at-Tijarah). []
SUMBER: KJKS Shakira Artha Mulia/ Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah, Dari Teori Ke Praktek, 2001