“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya Islam mempunyai dinding teguh dan pintu yang kukuh … Dinding Islam itu ialah keadilan. Sedang pintunya ialah kebenaran . . . Maka apabila dinding itu telah dirobohkan, dan pintunya didobrak orang, Islam pun dapat dikalahkan.”
“Islam akan senantiasa kuat selama pemerintahannya kuat. Kekuatan pemerintah tidak terletak dalam angkatan perang, atau keperkasaan kepolisian. Tetapi dalam realita pelaksana, melaksanakan segala ketentuan dengan jujur dan benar disertai menegakkan keadilan.”
BACA JUGA: Hukum Cadar dalam Syariat Islam
Itulah yang sering terdengar di mimbar ketika Umeir bin Sa’ad masih menjabat sebagai gubernur di Homs.
Ia adalah seorang zahid dan abid yang selalu meminta perlindungan sadari Allah SWT. Ia diberi gelar “Tokoh yang tak ada duanya” sebab ketinggian akhlak dan sifat zuhudnya sama seperti Sa’id bin Amir, yaitu Gubernur dan Kepala Daerah Syam yang diangkat oleh Amirul Mu’minin ‘Umar bin Khattab.
Semenjak Umeir memeluk Islam, ia menjadi orang yang tak terpisah dari mihrab masjid. Akhirnya ia meninggalkan kemewahan dan pergi bernaung dalam ketenangan. Ialah orang yang cepat menyadari kesalahan. Seorang yang tak terpikat oleh kebahagiaan dunia dan orang yang selalu mencari jalan kembali kepada Tuhannya.
Ialah musafir yang merindukan tempat pulang kepada Allah. Dalam setiap langkah kakinya di setiap perjuangannya. Hingga sampai pada masa jabatannya akan diperpanjang Umar mengatakan pada Umeir, “Tetapkan kembali jabatan Gubernur bagi Umeir. . . “
BACA JUGA: Bagaiamana Hukum Seserahan dalam Syariat Islam?
Umeir menjawabnya dengan bersungguh-sungguh, “Masa itu telah berlalu. Aku tak hendak menjadi pegawai Anda, atau pegawai pejabat setelah Anda.”
Di sanalah perjuangan terakhir pria dengan rambut kusut dan tubuh berdebu. Hingga langkahnya seakan baru tercabut dari atas tanah. []
Sumber: Karakteristik Perihidup Enam Puluh Sahabat Rasulullah/Pengarang: Khalid Muhammad Khalid/Penerbit: Diponegoro. Edisi/ Cet ke, : Cet 20. Tahun Terbit: 2006