ADA seorang Arab Badui yang meminta khalifah al-Mu’tashim, yang lalu diangkat menjadi orang dekat dan orang kepercayaannya. Ia kemudian dengan leluasa dapat meminta isterinya tanpa perlu meminta izin sebelumnya.
Sang khalifah memiliki menteri yang memiliki sifat dengki. Melihat kepercayaan yang diberikan besar oleh sang khalifah kepada orang Arab Badui itu, ia cemburu dan dengki terhadapnya. Di dalam hatinya ia berkata, “Kalau aku tidak bisa mengalahkan si badui ini, kelak ia bisa mengambil hati sang Amirul Mukminin dan menerimaku.”
BACA JUGA: Sikap Imam Hanafi terhadap Para Pendengkinya
Kemudian ia menggunakan tipu muslihat dengan cara bermanis-manis terlebih dahulu terhadap orang Badui tadi. Ia berhasil membujuk orang Badui itu dan mengundangnya mampir ke rumah. Di sana, ia memasakkan makanan untuknya dengan memasukkan bawang merah sebanyak-banyaknya. Ketika orang Badui selesai makan, ia berkata, “Hati-hati, jangan mendekat ke Amirul Mukminin sebab kau mencium bau bawang merah itu darimu. Amirul Mukminin sangat pasti membenci aromanya.”
Setelah tak berapa lama, si pendengki ini menghadap Amirul Mukminin lalu Ia berkata kepada Amirul Mukminin, “Wahai Amirul Mukminin, sungguh orang Badui yang memperbincangkanmu kepada orang-orang yang menjadi tuan mulut dan ia lebih suka mati karena aroma mulut tuan.”
Ketika orang-orang Badui mengundang Amirul Mukminin pada suatu hari, ia menghembuskan mulutnya dengan lengan bajunya karena khawatir aroma bawang merah yang ia makan tercium oleh dia. Namun tatkala Amirul Mukminin yang melakukan hal yang sama, berkatalah ia di dalam hati, “Sungguh, apa yang dikatakan sang menteri tentang si Badui ini memang benar.”
Kemudian Amirul Mukminin menulis surat berisi pesan kepada salah seorang pegawainya, bunyinya: “Bila pesan ini sampai kepadamu, maka penggallah leher si pembawanya.”
Lalu, Amirul Mukminin mengundang orang Badui untuk menghadap dan mengundangnya melalui surat seraya berkata, “Surat ini bawalah kepada si fulan, setelah itu diberikan kabari aku.”
Si orang Badui yang begitu lugu dan polos menyanggupi apa yang dipesankan Amirul Mukminin. Amirul Mukminin menerima surat itu. Ketika berada di pintu gerbang, sang menteri yang selalu mendengki itu menemuinya seraya berkata, “Hendak berangkat kemana?”
“Aku akan membawa pesan Amirul Mukminin ini untuk pegawainya, si fulan” jawab si orang Badui.
Di dalam hati, si menteri mengatakan ini, “Pasti dari tugas yang diemban si orang Badui ini, ia akan menerima harta yang banyak.” Maka, berkatalah ia menerima,
“Wahai Badui, bagaimana pendapatmu jika ada orang yang mau meringankanmu dari tugas yang tentu saja akan melelahkanmu sepanjang perjalanan nanti bahkan sebaliknya malah memberimu upah 2.000 dinar?”
“Kamu seorang berhati mulia dan juga memutuskan suatu perkara. Apa pun pendapatmu, lakukanlah! ”Kata si orang Badui
“Berikan surat itu kepadaku!” Kata sang menteri.
Si orang Badui pun menerima persetujuannya, yang lalu menyanyikan menteri menerima pembayaran sebesar 2.000 dinar. Surat itu ia bawa ke tempat yang dituju.
Sesampainya di sana, pegawai yang ditunjuk Amirul Mukminin pun membacanya, lalu setelah memahami isinya, ia meminta agar memenggal leher sang menteri.
Setelah beberapa hari, perkataan khalifah baru teringat oleh si orang Badui. Karena itu, ia bertanya tentang persetujuan sang menteri. Lalu ada yang mendukung beberapa hari ini ia tidak muncul dan justeru si orang Badui masih ada di kota.
Mendengar informasi itu, khalifah tertegun, lalu si orang Badui itu dibawa menghadap. Ketika si orang Badui hadir, ia bertanya tentang kondisinya, maka ia pun menceritakan kisahnya dengan sang menteri dan menyetujui yang dibuat bersamanya sekali pun ia tidak tahu apa urusannya. Dan, ternyata apa yang menentang terhadap itu, tidak ada siasat licik menteri dan kedengkiannya terhadapnya.
BACA JUGA: Akhir Hidup Pendengki
Lalu si orang badui ini meminta khalifah perihal undangan sang menteri meminta untuk makan-makan di rumah, termasuk menyantap banyak ikan merah dan apa saja yang terjadi di sana. Ia berkata, “Wahai Amirul Mukminin, Allah telah membunuh dengki, alangkah adilnya Dia! Ia (dengki) memulainya dengan si pemilik (tuan) -nya lalu membunuhnya.”
Setelah acara itu, si orang Badui dibebastugaskan dari tugas yang disetujui dan diangkat menjadi menteri. Yah, sang menteri sudah mati bersama kedengkiannya. ( Nihaayah azh-Zhaalimiin karya Ibrahim bin ‘Abdullah al-Hazimy, Juz 2, hal.89-92, www.alsofwah.or.id )
Kisah di atas menunjukkan buruk yang menimpa orang yang memiliki dengki (hasad). Ia pun bisa kena batunya karena sifat dengkinya sendiri. Dengki ini pun mudah terjadi jika satu jenis profesi, sama-sama pembantu raja misalnya, atau sama-sama pedagang. Namun jarang sekali dengki terjadi pada orang yang berbeda profesi.
‘Umar bin al-Khaththab radhiyallahu’ anhu berkata, “Cukup sebagai bukti si pendengki terhadapmu manakala ia menerima gundah di saat kamu bahagia.”
Kata Ibnu Taimiyah, ” Hasad adalah kebencian dan tidak suka terhadap kebaikan yang ada pada orang lain yang ia lihat.”
“Janganlah kalian saling hasad (iri), janganlah kalian saling membenci, janganlah kalian saling membelakangi (saling mendiamkan / menghajar). Jadilah kalian bersaudara, wahai hamba Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim). []
SUMBER: REMAJAISLAM