Oleh: Rahmi Hidayat Abu Zaid
SEBAGAIMANA Ibnu Qayyim Al-Jauziyah mengatakan: “Seorang mukmin itu tidak pernah merasakan kelezatan dan kebahagiaan yang sempurna akibat berbuat dosa.
Bahkan saat ia melakukan dosa (kemaksiatan), hatinya sesungguhnya dipenuhi oleh kesedihan. Akan tetapi syahwatnya yang sedang mabuk seringkali menjadi penghalang baginya untuk meresapi kesedihan itu.
BACA JUGA: Menceritakan Maksiat
Dan kapan saja hatinya kehilangan rasa sedih itu sementara keinginan serta kebahagiaannya semakin meluap terhadap dosa itu. Maka (itulah saatnya) ia meragukan keimanannya.
(Itulah saatnya) ia harus menangisi kematian hatinya. Sebab bila hatinya benar hidup, pastilah dosa itu akan membuatnya sedih setelah berbuat maksiat.
Namun karena hatinya tidak lagi merasakan itu, berarti hatinya telah mati. (Madarijus Salikin (1/201, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah)
Perbuatan dosa yang kita lakukan dengan pongahnya bermaksiat di hadapan Allah sungguh hanya akan menjadi penyesalan sepanjang masa di akhirat kelak.
Kita berharap semoga Allah senantiasa berikan taufiq dan HidayahNya untuk kita dan keluarga. Dan semoga kita dijauhkan dari perbuatan maksiat dan dosa, agar kita bisa senantiasa berada dalam ketaqwaan kepada-Nya. Aamiin.
BACA JUGA: Benarkah Maksiat Mengahalangi Rezeki?
Ya Allah ampunilah dosa-dosa kami.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِيْ الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.” مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
“Rabbana atina fiddun-ya hasanatan wa fil akhirati hasanatan, waqina ‘adzabannar. (Ya Tuhan kami, berikanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari api neraka).” (HR Muttafaqun ‘alaih).
Wallahu a’lam. []