HAMZAH bin Abdul Muthalib adalah sahabat sekaligus paman Nabi SAW. Walau sebagai paman, Hamzah seusia (lebih kurang sama) dengan beliau, bahkan ia juga saudara sesusu Nabi SAW, sama-sama diasuh dan disusui oleh Halimah as Sa’diyah. Bahkan sebelum dibawa kepada Bani Sa’d bin Bakr, kabilahnya Halimah as Sa’diyah, keduanya pernah disusui oleh Tsuwaibah, salah satu sahaya Abu Lahab yang saat itu sedang menyusui anaknya, Masruh. Mereka berdua juga teman sepermainan dan tumbuh dewasa bersama-sama.
Hamzah adalah seorang lelaki Quraisy yang sangat terpandang dan sangat disegani. Ia sangat menjunjung tinggi harga diri dan kehormatan keluarganya. Ia mempunyai kegemaran (hobbi) berburu, dan hal itu membuat dirinya makin ditakuti oleh orang-orang Quraisy lainnya.
BACA JUGA: Marahnya Singa Allah kepada Musuh Allah
Suatu hari di bulan Dzulhijjah tahun ke enam dari nubuwwah, ketika baru pulang dari perburuannya, seorang budak wanita milik Abdullah bin Jad’an berkata kepadanya, “Wahai Abu Ammarah (nama kunyahnya Hamzah), ketika berada di Shafa, aku melihat Abu Jahal mencaci maki dan melecehkan keponakanmu, Muhammad. Bahkan ia memukul kepalanya hingga terluka.”
Mendengar laporan tersebut Hamzah sangat marah. Nabi SAW adalah putra kakak kandungnya, sedangkan Abu Jahal hanya saudara sepupunya. Penghinaan kepada beliau sama artinya dengan penghinaan kepada dirinya, apalagi ayahnya telah wafat.
Masih dengan menenteng busur panahnya, ia berjalan berkeliling mencari Abu Jahal, setiap orang yang ditemuinya selalu ditanya keberadaan Abu Jahal. Ketika ditemuinya di dekat masjid, ia berkata, “Wahai Abu Jahal, beraninya engkau mencela anak saudaraku, sedangkan aku berada di atas agamanya.”
Setelah itu Hamzah memukul kepala Abu Jahal dengan busur panah yang dipegangnya hingga luka menganga. Orang-orang Bani Makhzum (kabilahnya Abu Jahal) berdiri ingin melakukan perlawanan, dan orang-orang Bani Hasyim (kabilahnya Hamzah dan Nabi SAW) juga segera berdiri di belakang Hamzah.
Kalau dibiarkan mungkin bisa terjadi perang saudara saat itu. Tetapi Abu Jahal berkata kepada kaumnya, “Biarkan saja Abu Ammarah, karena aku memang telah mencaci maki anak saudaranya dengan cacian yang sangat menyakitkan.”
Mungkin apa yang dikatakan Hamzah bahwa ia berada di atas agama Nabi SAW adalah hanya ungkapan kemarahan dan perasaan harga dirinya yang tersinggung. Tetapi bisa jadi itu memang jalan hidayah Allah, karena setelah itu ia menghadap Nabi SAW dan menyatakan dirinya memeluk Islam.
Keislaman Hamzah bin Abdul Muthalib seolah menjadi pemicu bangkitnya kekuatan Islam, apalagi tiga hari kemudian disusul dengan keislaman Umar bin Khaththab. Atas inisiatif Umar, kaum muslimin yang selama ini beribadah dan berdakwah dengan sembunyi-sembunyi, jadi berani melakukannya dengan terang-terangan.
Saat itu juga, Nabi SAW mengeluarkan kaum muslimin dalam dua barisan, barisan pertama dipimpin oleh Hamzah dan barisan kedua dipimpin Umar. Mereka berjalan menuju Baitullah dengan menggemakan tasbih, tahmid, tahlil dan takbir kemudian berkumpul di dekat Ka’bah. Kaum kafir Quraisy hanya bisa memandang tanpa berani berbuat apa-apa.
BACA JUGA: Rasulullah Takkan Meninggalkan Singa-singa Allah
Ketika perang Badar mulai pecah, seorang lelaki perkasa dari Quraisy, Aswad bin Abdul Asad al Makhzumy sesumbar akan menghabisi kaum muslimin. Maka Hamzah maju menghadapi orang sombong tersebut dan dengan mudah membunuhnya.
Kemudian tampillah tiga pahlawan kafir Quraisy yang masih bersaudara, Utbah bin Rabiah, Syaibah bin Rabiah dan Walid bin Utbah, menantang duel. Tiga orang pemuda Anshar, Auf bin Harits al Afra, Muawwidz bin Harits al Afra dan Abdullah bin Rawahah berniat menghadapi mereka, tetapi mereka hanya menginginkan sesama Quraisy saja. []
BERSAMBUNG
Referensi: 101 Sahabat Nabi/Hepi Andi Bustomi/Pustaka Al-Kautsar