“… Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan munkar …” (QS Al-Ankabut : 45).
“Barangsiapa shalatnya tidak mencegahnya dari perbuatan keji dan mungkar, niscaya akan bertambah jauh dari Allah,” (HR Ali bin Ma’bad dalam kitab Ketaatan dan Maksiat, diriwayatkan pula oleh Thabrani dan Ibnu Mardawih).
AKU masih shalat, tapi kenapa mata ini masih suka menikmati tontonan aurat terbuka gratis yang tampil hampir menggurita di setiap sudut kehidupan ini. Masih doyan melahap acara sampah, serial mesum berkedok romantisme, dan infotainmen penyampai aib selebriti.
Ia nampak kesulitan tuk berpaling dari sumber dosa itu.
Aku masih shalat, tapi kenapa mulut ini masih komat-kamit tak jelas. Riang gembira membincang keburukan orang.
Yang lebih parah, ia merasa digjaya dengan mengumumkan secuil ibadah yang telah diperbuat. Ria–mencari pengakuan dan pujian manusia.
Ia nampak keberatan tuk menolak rezeki haram yang masuk melewatinya, meskipun tahu hal itu.
Aku masih shalat, tapi kenapa kuping ini bebal mendengar pepatah kebaikan. Ia hanya terbuka tatkala menerima kabar burung dan berita buruk saja, bahkan gembira saat mendengar aib-aib seseorang berkumandang. Ia acuh ketika adzan menggema, bosan saat Al Quran dilantunkan.
Ia nampak menolak setiap perkataan baik yang coba memasukinya.
Aku masih shalat, tapi kenapa hati ini masih mendendam pada seseorang. Sukar memaafkan kesalahan orang, bahkan untuk kesalahan mereka yang sangat sepele. Suudzan pada orang lain.
Ia nampak telah membatu, menjadi bongkahan hitam yang tak mampu lagi menawar racun.
Aku masih shalat, tapi kenapa harta dunia begitu ku idam-idamkan. Rumah mewah, kendaraan roda empat terbaru, pundi-pundi saldo rupiah, itu semua sangat menggelorakan hidup. Menjadi hal yang harus ku gapai, secepatnya.
Ia nampak menguasai orientasi kehidupan, menjajah pemikiran, dan berhasil menyingkirkan Surga Allah dari dalam hati.
Aku masih shalat, ketika kemudian tersadar.
Ah shalatku tak khusyu, tak lagi diniatkan guna mengapai ridha illahi. Hanya jadi ritual saja, penggugur kewajiban semata.
Ah shalatku tak lagi jadi kebutuhan, hanya semata agar dapat pahala namun abai terhadap tujuan utama.
Mendekatkan diri pada Sang Pencipta, Allah. Guna jadi manusia taqwa.
Ah shalatku tak lagi jadi prioritas utama, ia ku lakukan hanya di saat menginginkan sesuatu. Bahkan hanya jadi pelarian, ketika dunia tak lagi bersahabat.
Ah shalatku, maafkan aku. Telah lalai. Astagfirullah. []