Oleh: Evita Duri
(Peserta Kelas Menulis Islampos)
AYAH adalah sosok yang luarbiasa. Aku percaya itu, walau hanya berjumpa lebih kurang satu tahun selama hidupku dan tak akan pernah terulang. Aku sering bertanya bagaimana kepribadian juga sifat ayahku kepada mamah, kakak, saudara dan teman-teman ayah. Wajar aku bertanya. Ketika umur satu tahun belum mampu mengingat semua itu. Semua orang bercerita hal baik tentang ayah.
Kata mamah, ayah itu orang yang teguh pendiriannya, keras wataknya, dan menolong orang lain adalah hobinya. Mamah seringkali bercerita keadaan keluarga ketika ayah harus bertemu sang Ilahi. Sedih. Dengan enam orang anak mamah berjuang, tidak sendiri. Tetap berjuang bersama ayah, hanya saja kini ayah berada di hati mamah bukan di dunia.
BACA JUGA:Â Dialog Pagi Ayah dan Anak tentang Kopi
Beberapa hari yang lalu, keluargaku melakasanakan sebuah resepsi pernikahan kakak kelimaku. Haru. Aku yakin semua kenangan bersama ayah terbuka pada saat itu, sangat jelas di wajah mamah dengan tisu untuk menyeka air matanya. Mamahku sosok yang kuat. Sangat kuat.
Aku duduk sembari makan di samping salah satu tamu. Dia bertanya “kamua anak bungsu Bapak Sukarya?, wah sudah besar ya. Terakhir saya lihat masih umur satu tahun ketika saya datang kepemakan almarhum dulu.”
“iya, Pak,”. Jawab saya ramah.
BACA JUGA:Â Ini Pengakuan Ayah Bani ‘Seventeen’ soal Sosok Anaknya
“kau tahu ayahmu? Beliau orang hebat, beliau orang lapangan. Ketika bekerja sesuatu harus turun langsung. Yang saya salut dari beliau, dia disiplin sekali dalam sholat. Padahal pada saat itu atau mungkin sampai saat ini sangat jarang orang-orang lapangan bisa dispilin dalam sholat,” lanjut teman ayah
Lagi-lagi aku mengetahui pribadimu lewat orang lain. Tak apa itu cukup membuat hatiku berbunga. Setiap kali ada yang menceritakanmu, aku yakin kau sedang berada di sampingku sambil mendengarkan. Ayah aku yakin kita akan bertemu. I miss you. []