CUACA dingin, langit berwarna abu-abu, aku melajukan mobilku menyusuri jalan yang panjang dan sempit bersama Rudi, dia adalah teman kuliahku, kutemukan dia beberapa jam yang lalu setelah bertahun-tahun kehilangan kontak.
Aku menghentikan mobilku di depan rumahnya. Ya! Rumah yang amat sepi. Dia tinggal sendirian di daerah berhutan tanpa tetangga dalam jarak dekat.
Sebenarnya aku masih belum mengerti mengapa dia tinggal di daerah terpencil, padahal Rudi yang dulu kukanal adalah orang senang bersama orang lain sepanjang waktu.
Dia adalah bintang kelompok dan diperlakukan orang dengan baik.
Aku duduk di sofanya, ia sibuk sendiri meraba-raba sesuatu. Entah apa yang dicarinya, aku tak berani bertanya saat itu.
Nampaknya ia masih belum percaya bahwa aku adalah teman lamanya. Pikiranku jauh melayang ke masa di mana aku dan dia duduk bangku kuliah.
BACA JUGA: Kantong Kue di Bandara
Setelah lulus aku bekerja di Angkatan Laut dan sukses, aku kehilangan kontak dengannya. Sepuluh tahun kemudian, tepatnya beberapa jam yang lalu, aku mengantre di depan toko kelontong dan melihat seorang pria yang mirip dengannya.
Awalnya aku tidak berpikir orang yang kulihat adalah Rudi, matanya buta dan memiliki bekas luka yang mendalam di wajahnya.
Aku terus menatapnya dan dia berkata, “Maafkan saya, bolehkah saya bertanya, apakah nama Anda Rudi?”
Dia menjawab dengan mengatakan, “Mengapa kamu ingin tahu?”
Ia tak menjawab dan memalingkan wajah.
Setelah mengantre, aku menunggunya di luar toko dan berkata “Nama saya Fahmi, Anda dan saya satu perguruan tinggi, kita sekelas.”
Aku tahu dia tidak bisa melihatku, “Rudi ini Fahmi, ingat kan? Kita adalah teman baik dulu, apa yang terjadi padamu?”
Dia menjawab dengan mengatakan “Saya tidak tahu siapa Anda.”
Aku tahu itu dia dan aku tidak akan membiarkan dia pergi dariku. Aku bertanya di mana dia tinggal karena aku ingin tetap berhubungan dengannya.
Dia menjawab dengan sinis dan berkata “Saya tidak mau repot dan saya tidak suka orang lain, jadi biarkan saya sendiri.”
Aku tidak percaya apa yang kudengar, karena dulu dia adalah orang yang sangat baik dan peduli.
Aku masuk ke dalam mobil dan bergegas menghampirinya, “Biarkan aku membantumu,” kataku.
“Siapa Anda?” jawabnya.
Aku kemudian mengatakan “Aku adalah Fahmi, teman kuliahmu, aku akan membantu mengantarkanmu pulang, di mana kamu tinggal?”
“Pak, saya tidak tahu mengapa Anda begitu baik pada saya, saya tidak suka orang dekat-dekat denga saya, dan saya tidak suka Anda berbuat baik kepada saya.”
Aku berkata padanya, “Kamu harus memiliki waktu yang sulit setelah meninggalkan kuliah, seseorang menyakitimu, tapi aku jamin aku bukan salah satu dari orang-orang itu. Pekerjaanku dalam hidup adalah untuk membantu orang yang membutuhkan dan hari ini aku melihatmu sebagai salah satu orang yang harus kubantu.”
Setelah beberapa saat keheningan Rudi mengatakan “Aku tidak tahan dengan orang lain karena mereka tidak memperlakukanku dengan baik.”
“Mari kita ke mobil dan akan kuantarkan engkau pulang,” kataku.
Dan kini tibalah aku di rumahnya. Aku tidak percaya Rudi hidup jauh dari koneksi tetangga. Aku bertanya mengapa dia tinggal begitu jauh dan jawabannya adalah, “Karena aku tidak ingin diganggu dan seperti yang saya katakan sebelumnya aku tidak suka orang-orang.”
Aku kemudian mengatakan kepadanya bahwa ia harus merendahkan hatinya dan memungkinkan orang untuk membantunya.
Tidak setiap orang itu sama, ada manusia yang masih setia dan rendah hati di dunia ini. Aku juga mengatakan kepadanya agar jangan membiarkan kepahitan dalam hidupnya, menjadikan kehilangan kemampuan untuk mencintai diri sendiri dan orang lain.
Lakukanlah sesuatu yang baik untuk seseorang dan dirimu akan melihat bahwa kebahagiaan akan kembali padamu.
BACA JUGA: Sang Elang di Lumbung Padi Petani
Ketika aku pergi, aku bertanya kepadanya bagaimana ia bisa menjadi buta dan jawabannya adalah “Aku terluka saat mencoba membantu seseorang yang membutuhkan bantuan dan mereka bahkan tidak menunjukkan kebaikan apapun terhadapku setelah aku kehilangan mataku. Aku marah dan setelah itu aku mengatakan tidak akan pernah membantu siapa pun lagi. Sudah bertahun-tahun sejak itu, aku tidak berbicara kepada siapa pun.”
Aku menghela napas, “Tahukah kau, Rud. Dalam memberi dan menerima, manusia hanya perlu ikhlas, itulah kunci kebahagiaan, dan dengan sedikit rasa cinta, kau akan mendapatkan kebahagiaanmu kembali.”
Ia tak menjawab. Tangannya kini berhenti meraba. []
Sumber: Sunnyskyz