Oleh: Herman Apriadi
“BANG … Allah itu tidak adil, ya?”
“Husssh … ! Ngomong apa kamu?”
“Iya, Bang … tidak adil.”
“Kenapa kamu bisa ngomong begitu?”
“Aku ini tidak dilahirkan dengan paras yang cantik.”
“Kok kamu bilang begitu? Kalau pun kamu memang tidak cantik, ingatlah! Ada banyak wanita yang ditakdirkan sama, tidak cantik juga. Bukan kamu saja. Kalau kamu sendirian, nah baru … terkesan tidak adil. Ini saja masih tidak benar jika dikatakan tidak adil.”
“Di sini aku mewakili mereka, siapa saja yang merasa sepertiku, Allah itu tidak adil. Mengapa mereka dilahirkan cantik sedangkan kami tidak? Akibatnya kami susah mendapat jodoh.”
“Nah, harusnya itu jadi tamparan untuk kamu.”
“Ini sudah tertampar, Bang. Tidak cantik ini sudah tamparan. Makanya aku bilang begini.”
“Bukan itu maksud abang!”
“Huuhff! … sudah begini masih perlu ditampar juga?”
“Kamu itu merasa tidak mempunyai wajah yang cantik, kan? Itu tidak bisa dirubah! Tapi kamu, masih bisa berubah jadi wanita sholehah! Jangan sampai … cantik enggak, sholehah nggak mau. Habiiss hidupmu. Karena yang sholeh, kriteria utama wanita yang akan mereka jadikan isteri adalah wanita yang sholehah, yang baik agamanya.”
“Apa abang kira kalau aku jadi sholehah, Allah itu jadi adil?”
“Waah, kamu perlu taawudz. Habis itu istigfar. Ngeriii!”
“Memang begitu adanya, Bang! … oke aku jadi sholehah. Tapi jika mereka yang cantik jadi sholehah juga? … alangkah banyak nikmat Allah yang diberikan kepada mereka. Sudah cantik, sholehah pula. Lha kami? Cuma sholehah saja.”
“Setan sudah berhasil pengaruhi abang. Ingin sekali rasanya tangan ini menampar pipi kamu sekuat-kuat mungkin. Biar kamu sadar. Yang kamu lihat itu adalah yang lahir. Cantik itu yang tampak di mata. Tapi jika sholehah, taqwa … cuma Allah yang tahu level taqwa seseorang. Jadi … jadilah yang paling taqwa di antara seluruh wanita. Entah dia cantik atau tidak. Jadilah yang paling bertaqwa diantara mereka. Jadilah yang terbaik! Curi perhatian Allah.”
“Abang nggak ngerti, ya? Sini aku kasih perumpamaan,
Di dalam satu kelas isinya wanita semua. Ada yang cantik dan ada yang tidak. Mereka memperebutkan juara pertama. Kita anggap saja yang juara pertama adalah yang paling bertaqwa. Jika yang paling cantik mendapat juara pertama … alangkah beruntungnya dia. Jika yang tidak cantik menjadi juara pertama … dia tetap tidak seberuntung wanita yang tercantik jika menjadi juara pertama. Coba abang analisa! Adilnya dimana?”
“Hahaha, perumpamaan apa itu? Istigfar, gih! Itu adalah pemikiran-pemikiran yang ada campur tangan setan.”
“Kenapa tak abang luruskan saja pemahaman yang menurut abang salah ini?”
“Kamu tahu Moto GP?”
“Tahu! … yang Valentino Rossi itu, kan?”
“Nah, iya. Terus kamu tahu Raisya? Yang di iklan dia ditanya oleh seorang bapak, ‘Kamu suka bola?’ terus Raisyanya jawab, ‘Saya sukanya, Moto GP.” tiba-tiba dia naik motor super ngebut itu.”
“Iya, pernah. Apa hubungannya? Abang nggak bisa jawab, ya? Jadinya bahas Moto GP dan Raisya. Lari dari tema?”
“Hmmm Menurut kamu Raisya itu cantik, nggak?”
“Menurut abang?”
“Hehehe … cantik!”
“Yaa yaa yaa.”
“Seandainya kamu balapan sama Raisya pakai motor super ngebut itu. Kira-kira siapa yang lebih cantik?”
“Menurut abang?”
“Ya Raisya, lah hahaha.”
“Apa sih maksudnya? Bikin tambah sakit hati saja.”
“Jangan marah dulu, abang belum selesai.”
“Oke, aku dengar!”
“Seandainya muka Raisya itu pindah ke kamu. Dan muka kamu jadinya ada di Raisya. Lalu kalian balapan berdua di sirkuit Catalunya misalnya. Raisya yang mukanya seperti kamu tadi memakai helm. Sedangkan kamu yang cantik seperti Raisya nggak boleh pakai helm. Nah, itu bagaimana? Mau?”
“Ya harus pakai helm lah, Bang. Demi keselamatan. Kalau motornya kebalik gimana? Keparut aspal nanti muka saya, percuma secantik Raisya kalau nantinya mukanya masih ancur juga.”
“Nah, kira-kira begitu. Apa cantik itu perlu kelihatan?”
“Ya tidak, lebih baik memakai helm.”
“Nah, paham, kan?”
“Masih belum paham, Bang.”
“Begini, tadi seandainya kamu berwajah cantik, balapan sama orang yang tidak cantik, kita anggap si Raisya tadi. Tetapi kamu diharuskan tidak boleh memakai helm. Kira-kira bagaimana cara kamu memacu motor super ngebut itu?”
“Ya super hati-hati!”
“Kira-kira, si Raisya yang tidak cantik tadi, bagaimana cara dia memacu motornya?”
“Yaa tidak sekhawatir saya, kan dia pakai helm. Saya resikonya lebih besar.”
“Kira-kira, siapa yang sampai finish duluan?”
“Ya dia!”
“Kenapa bisa dia?”
“Karena kekhawatiran dia tidak sebesar saya. Dia hanya perlu hati-hati. Tapi tidak sehati-hati saya.”
“Naaah, pinteeeerrr!!! Tapi dia juga nggak boleh asal gas. Mentang-mentang pakai helm. Kalau motornya terbalik, ya sama saja. Tidak akan sampai finish juga.”
“Maksudnya? … ooooh, iya! Aku paham, Bang.”
“Iya, begitulah kira-kira. Allah meng anugrahi wajah cantik pada seseorang sekaligus beban untuk dia. Nah, kamu … tidak dibebankan itu. Mereka yang cantik, mudah terperangkap dalam kesombongan. Merasa kecantikan itu miliknya. Mempergunakan kecantikannya untuk perkara dunia. Maaf, ya … model majalah dewasa itu nggak ada yang nggak cantik. Bintang-bintang film panas, tidak ada yang tidak cantik. Kamu mau jadi model majalah dewasa? Kalau pun kamu mau. Ya kamu tidak diterima, karena itu tadi, tidak cantik. Jadi, ketidak cantikan kamu ini otomatis sudah menyelamatkan kamu dari hal-hal demikian.”
“Astargfirullaaaah! Iya, ya Bang.”
“Mereka yang cantik, yang paham hakekat kecantikannya, yang mereka lakukan adalah sebisa mungkin menyembunyikan kecantikan mereka dari pandangan laki-laki yang tidak berhak memandangnya. Pernah lihat yang bercadar? Nah, mereka itu berlindung dari kecantikan. Bukan berbangga dengan kecantikannya. Karena kecantikan itulah yang bisa menjerumuskan mereka ke dalam neraka. Bukan mereka saja, orang lain juga. Dan karena cantik juga, mereka masuk surga. Jika cantik itu diperuntukkan untuk yang berhak saja. Begitu juga kamu … kamu diuji dengan wajah yang tidak cantik. Berbaik sangka pada Allah, akan membawamu ke surga. Tapi jika sebaliknya? Ya neraka.”
“Iya, Bang.”
“Allah itu Maha Adil … makanya ada akhirat. Nanti, wanita-wanita yang masuk surga, semuanya cantik. Bahkan lebih cantik dari bidadari. Sekarang kamu sholat taubat sanah, dan jangan lagi berprasangka buruk kepada Allah. Harusnya bersyukur punya wajah yang tidak cantik. Ingat! Allah tahu yang kita tidak tahu.”
“Iya, Bang.”
***
Imam Ath-Thabrany mengisahkan dalam sebuah hadist, dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, dia berkata,
Saya bertanya, “Wahai Rasulullah, manakah yang lebih utama, wanita dunia ataukah bidadari yang bermata jeli?”
Beliau menjawab, “Wanita-wanita dunia lebih utama daripada bidadari-bidadari yang bermata jeli, seperti kelebihan apa yang tampak daripada apa yang tidak tampak.”
Saya bertanya, “Karena apa wanita dunia lebih utama daripada mereka?”
Beliau menjawab, “Karena shalat mereka, puasa dan ibadah mereka kepada Allah. Allah meletakkan cahaya diwajah mereka, tubuh mereka adalah kain sutera, kulitnya putih bersih, pakaiannya berwarna hijau, perhiasannya kekuning-kuningan, sanggulnya mutiara dan sisirnya terbuat dari emas. Mereka berkata, ‘Kami hidup abadi dan tidak mati, kami lemah lembut dan tidak jahat sama sekali, kami selalu mendampingi dan tidak beranjak sama sekali, kami ridha dan tidak pernah bersungut-sungut sama sekali. Berbahagialah orang yang memiliki kami dan kami memilikinya.’.” []
Palembang, Rabiul Akhir 1437