Oleh: Dr. Tajuddin Pogo, Lc. MH
IHSAN adalah puncak ibadah dan akhlak yang senantiasa menjadi target seluruh hamba Allah SWT. Sebab, ihsan menjadikan kita sosok yang mendapatkan kemuliaan dari-Nya. Rukun Ihsan dianalogikan sebagai atap bangunan Islam dan menempati tingkat lebih tinggi daripada rukun iman dan rukun Islam. Rukun iman adalah pondasinya dan rukun Islam adalah bangunannya. Rukun Ihsan adalah beribadah seolah-olah melihat Allah atau meyakini bahwa Allah selalu melihat dan mengawasi hamba-Nya.
Ihsan merupakan perbuatan terbaik dan berkualitas, berfungsi sebagai pelindung bagi bangunan keislaman seseorang. Jika seseorang berbuat ihsan, maka amal-amal Islam terbaik berupa rukun iman dan rukun Islam atau yang diluar dari keduanya akan terpelihara dan tahan lama sesuai dengan fungsinya sebagai atap bangunan Islam. Alangkah beruntungnya seorang mukmin yang catatan amalnya paling panjang, paling tinggi dan paling banyak tentang catatan ihsannya dalam ibadah.
BACA JUGA: Sifat Ihsan Anak Kecil Penggembala Kambing
Dalam keseharian seorang Muslim, ditinjau dari kualitas dan sifat amalnya, ia terbagi kepada dua yaitu amal rutinitas dan amal ihsan. Amal rutinitas adalah suatu perbuatan; baik bersifat wajib ataupun sunnah yang dipahami sebatas hal yang mesti dilakukan. Pemahaman tidak berlanjut pada bagaimana agar perintah tersebut dapat dikerjakan dengan kualitas yang istimewa. Sedangkan amal ihsan adalah amal yang dilandasi pemahaman terhadap sabda Nabi SAW : ”…Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, namun jika engkau tidak melihatnya, sesungguhnya Dia pasti melihatmu…” (HR Muslim)
Pahala yang Allah berikan kepada hamba-Nya atas amal ibadah yang telah dia lakukan, berbeda-beda, disebabkan oleh perbedaan tingkatan ihsan seorang hamba ketika melakukan ibadah tersebut. Ada yang mendapat pahala sepuluh kali lipat, ada yang tujuh ratus kali lipat, bahkan ada yang jauh lebih banyak dari itu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang bermaksud berbuat kebaikan, kemudian dia mengamalkannya; maka Allah akan mencatatnya di sisi-Nya dengan sepuluh kebaikan sampai tujuh ratus kali lipatnya, bahkan sampai jumlah yang banyak sekali.” (Muttafaqun ‘alaih)
Orang yang khusyuk pada dua rakaat dalam shalatnya, pahalanya tentu lebih banyak dari orang yang khusyuknya hanya satu rakaat saja. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya ada seorang hamba yang selesai dari shalatnya tetapi tidak ditulis pahala (penuh) baginya, kecuali setengahnya, atau sepertiganya, atau seperempatnya, hingga beliau SAW bersabda, ‘sepersepuluhnya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan selain keduanya)
Dalam Alquran, terdapat 166 ayat yang berbicara tentang ihsan dan implementasinya. Dari sini kita dapat menarik satu makna, betapa mulia dan agungnya perilaku dan sifat ini, hingga mendapat porsi yang sangat istimewa dalam Al-Qur`an. Berikut ini beberapa ayat yang menjadi landasan akan hal ini.
“Dan berbuat baiklah kalian karena sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Baqarah: 195)
“Sesungguhnya Allah memerintahkanmu untuk berbuat adil dan ihsan….” (QS An-Nahl: 90)
“… serta ucapkanlah kata-kata yang baik (husna) kepada manusia….” (QS. Al-Baqarah: 83)
“Dan berbuat baiklah (ihsan) terhadap dua orang ibu bapak, kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat maupun yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan para hamba sahayamu….” (QS. An-Nisaa`: 36)
Rasulullah SAW pun sangat memberi perhatian terhadap masalah ihsan ini. Sebab, ia merupakan puncak harapan dan perjuangan seorang hamba. Bahkan, di antara hadits-hadits mengenai ihsan tersebut, ada beberapa yang menjadi landasan utama dalam memahami agama ini. Rasulullah SAW menerangkan ihsan, dengan mengatakan, “Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan apabila engkau tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR. Muslim)
Dalam hadits lain beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan untuk berbuat ihsan terhadap segala sesuatu. Maka jika kamu menyembelih, maka sembelihlah dengan cara yang ihsan, dan hendaklah menajamkan pisau dan menyenangkan (menenangkan dan menenteramkan) hewan sembelihan itu” (HR Muslim). Dengan melihat fenomena dalam kehidupan ini, secara sunatullah setiap orang suka akan perbuatan yang ihsan.
Ada dua alasan mengapa orang harus berbuat ihsan:
1. Adanya Monitoring Allah (Muraqabatullah)
Dalam HR Muslim dikisahkan jawaban Rasul ketika ditanya malaikat Jibril yang menyamar sebagai manusia, tentang definisi ihsan: “Mengabdilah kamu kepada Allah seakan-akan kamu melihat Dia. Jika kamu tidak melihatNya, sesungguhnya Dia meIihatmu”.
2. Adanya Kebaikan Allah (Ihsanullah)
Allah telah memberikan nikmatnya yang besar kepada semua makhlukNya (QS. 28:77 QS. 55, QS. 108: 1-3). Ihsan inilah yang diperintahkan oleh Allah kepada Qarun, namun dia menolak dengan sombong dan berdalih bahwa nikmat kekayaan yang diperolehnya karena ilmu dan kepintarannya. (al-Qashash : 77-78)
BACA JUGA: Hai Muhammad, Beritahu padaku tentang Islam, Iman, dan Ihsan
Dengan mengingat Muraqabatullah dan Ihsanullah, maka sudah selayaknya kita ber-Ihsanun Niyah (berniat yang baik). Karena niat yang baik akan mengarahkan kita kepada:
1. Ikhlasun Niyat (Niat yang Ikhlas)
2. Itqonul ‘Amal (Amal yang rapi)
3. Jaudatul Adaa’ (Penyelesalan yang baik)
Jika seseorang beramal dan memenuhi kriteria di atas, maka ia telah memiliki Ihsanul ‘Amal (Amal yang ihsan).
Berdasarkan nash-nash Alquran dan Sunnah, maka ibadah mempunyai tiga tingkatan, yang pada setiap tingkatan derajatnya masing-masing seorang hamba tidak dapat mengukurnya. Karena itulah, kita berlomba untuk meraihnya.
Tingkat takwa adalah tingkatan di mana seluruh derajatnya dihuni oleh mereka yang masuk kategori al-Muttaqun, sesuai dengan derajat ketakwaan masing-masing. Takwa akan menjadi sempurna dengan menunaikan seluruh perintah Allah dan meninggalkan seluruh larangan-Nya.
Tingkat al-Bir adalah tingkatan yang akan dihuni oleh mereka yang masuk kategori al-Abrar. Hal ini sesuai dengan amalan-amalan kebaikan yang mereka lakukan dari ibadah-ibadah sunnah serta segala sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh Allah SWT. Peringkat ini disebut martabat al-Bir (kebaikan), karena derajat ini merupakan perluasan kepada hal-hal yang sifatnya sunnah, semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah dan merupakan tambahan atas yang wajib.
Tingkat Ihsan adalah tingkatan yang akan dicapai oleh mereka yang masuk dalam kategori Muhsinun. Mereka adalah orang-orang yang telah melalui peringkat pertama dan yang kedua (peringkat takwa dan al-bir). []
SUMBER: IKADI