JIKA dinyatakan bahwa Allah -Jalla wa alaa- di langit, bukan berarti Allah diliputi oleh langit, atau Allah berada di dalam langit. Karena langit termasuk makhluk Allah, dan tidak mungkin Allah diliputi oleh makhluk-Nya. Tapi maksudnya, Allah di ketinggian dan Allah tinggi di atas seluruh makhluk-Nya. Tidak ada sesuatupun yang dapat meliputi Allah. Dan ini merupakan I’tiqod (keyakinan) Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Sebagaimana Allah berfirman:
أَأَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّماءِ أَنْ يَخْسِفَ بِكُمُ الْأَرْضَ فَإِذا هِيَ تَمُورُ (16) أَمْ أَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّماءِ أَنْ يُرْسِلَ عَلَيْكُمْ حاصِباً فَسَتَعْلَمُونَ كَيْفَ نَذِيرِ (17)
“Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa Dia akan menjungkir balikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang?. Atau apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa Dia akan mengirimkan badai yang berbatu. Maka kelak kamu akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku?”. [ QS. Al-Mulk : 16-17 ].
BACA JUGA: Mencintai Saudaranya karena Allah
Allah juga berfirman :
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
“Allah istiwa’ (tinggi) di atas arsy-Nya (singgasana-Nya).” [ QS. Thoha : 5 ].
Telah diriwayatkan dari Mu’awiyyah bin Hakam As-Sulami –rodhiAllahu ‘anhu- beliau berkata :
يا رسولَ الله، جاريةٌ لي صَكَكتُها صكَّةً، فعَظَّم ذلكَ علىَّ رسولُ الله -صلَّى الله عليه وسلم-، فقلت: أفلا أُعتِقُها؟ قال: “ائتِني بها” قال: فجئتُ بها، فقال: “أينَ اللهُ؟ ” قالت: في السماء، قال: “مَن أنا؟ ” قالت: أنتَ رسولُ اللهِ، قال: “أعتِقْها فإنها مؤمنةٌ”
“Wahai Rasulullah, terdapat seorang budak wanita yang telah aku pukul dengan keras. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menganggap hal tersebut sesuatu yang besar terhadap diriku, lalu aku katakan; tidakkah saya memerdekakannya? Beliau berkata: “Bawa dia kepadaku!” Kemudian aku membawanya kepada beliau. Beliau bertanya: “Dimanakah Allah?” Budak wanita tersebut berkata; di langit. Beliau berkata: “Siapakah aku?” Budak tersebut berkata; engkau adalah Rasulullah.”Beliau berkata; bebaskan dia! Sesungguhnya ia adalah seorang wanita mukmin.” [ HR. Muslim : 537, Abu Dawud : 3282 dan selainnya. Lafadz di atas adalah lafadz Abu Dawud ].
Maka Allah di atas Arsy-Nya, artinya tinggi di atas arsy-Nya. Allah di ketinggian, di atas seluruh makhluk-Nya, menurut ijma’ (konsensus) seluruh ulama’ Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.
BACA JUGA: Wanita yang Tidak Berputus Asa dari Kasih Sayang Allah
(Tidak adanya) pembatasan arah bagi Allah, tidaklah hal ini menghalangi (penetapan) arah ketinggian (bagi Allah). Karena Allah di ketinggian sebagaimana telah dijelaskan dan disebutkan sebagian dalilnya pada paragraf di atas.
Oleh karena itu, pernyataan sebagian pihak bahwa Allah “tidak di arah”, ini perlu dirinci. Jika yang diinginkan Allah “tidak di arah yang Allah ciptakan”, dan bahwa Allah tidak di dalam langit, tidak di dalam bumi, atau yang semisal makna ini, maka ini benar.
Namun , jika yang dikehendaki “Allah tidak di arah” adalah Allah tidak berada di ketinggian, maka ini keliru. Karena ini telah menyelisihi akan konsensus seluruh ulama’ Islam, sesungguhnya Allah tinggi di atas langit, tinggi di atas Arsy-Nya, dan tinggi di atas seluruh makhluk-Nya. Arah yang Allah berada di dalamnya, yaitu arah ketinggian, dan ia adalah di atas seluruh makhluk.
Oleh karena itu, wajib bagi setiap muslim untuk beriman, sesungguhnya Allah tinggi di atas Arsy-Nya, tinggi di atas seluruh makhluk-Nya, serta beriman sesungguhnya “Allah di langit”, dengan makna Allah di ketinggian. Karena kata ( السماء) langit, maknanya di sini (العلو) tinggi/ketinggian.
Allah tinggi di atas langit, di atas arsy-Nya dan di atas seluruh makhluk-Nya sesuai dengan keangungan dan kemualian-Nya. Tidaklah serupa sedikitpun dengan sifat-sifat makluk-Nya. Karena Allah berfirman :
ليْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Allah.” [ QS. Asy-Syuro : 11 ].
BACA JUGA: Allah Memilih Rasul dari Jenis Manusia
Allah tidak butuh kepada Arsy dan tidak butuh kepada langit. Allah Maha Kaya (tidak butuh sedikitpun) terhadap makhluk-Nya. Akan tetapi seluruh makhluk-Nya (termasuk langit dan Arsy) yang butuh kepada Allah.* wAllahu a’lam.
*[ Disarikan dengan tambahan dan pengurangan serta penyesuaian dari fatwa Asy-Syaikh Al-Allamah Abdul Aziz bin Baz –rahimahullah- di dalam kitab “Fatawa Nuur ‘Ala Darb” : 1/126-127 ]. []
Facebook: Abdullah Al-Jirani