ADAKAH amalan khusus yang harus dilakukan ketika menjelang pernikahan?
Yang kami tahu, tidak ada amalan dalam bentuk ibadah khusus yang disyariatkan menjelang pernikahan.
Istilah tirakat, mandi kembang, poso mutih, dan seterusnya hanyalah tradisi yang kemungkinan besar merupakan warisan budaya yang tidak jelas asal-usulnya.
Terlebih semua ritual ini biasanya tidak lepas dari keyakinan dan mitos. Sudah selayaknya bagi anda seorang muslim yang beriman kepada Allah, agar anda menghindarinya sejauh-jauhnya.
Hanya saja, ada beberapa hal yang bisa kami sarankan sebagai persiapan bagi anda yang hendak melangkah ke jenjang pernikahan. Berikut hal tersebut sebagaimana disitat dari Konsultasi Syariah.
Pertama, tanamkan niat yang baik ketika menikah
Nilai amal seorang mukmin, salah satunya ditentukan dari kualitas niatnya. Semakin baik niatnya, semakin sempurna nilai amalnya. Dari Umar bin Khatab Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Amal itu ada karena niat, dan pahala yang diperoleh seseorang sesuai apa yang dia niatkan,” (HR. Bukhari no. 1, Muslim 5036, dan yang lainnya).
Tanamkan dalam diri anda, anda menikah dalam rangka mengikuti sunah para rasul. Karena Allah berfirman,
“Sungguh Aku telah mengutus para rasul sebelum kamu, dan Aku jadikan untuk mereka istri dan keturunan,” (QS. ar-Ra’du: 38).
Tanamkan pula bahwa anda menikah untuk mengikuti ajakan dan motivasi Rasul Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang telah bersabda,
“Nikah itu sunahku.. siapa yang tidak mengamalkan sunahku, bukan bagian dariku. Menikahlah, karena saya merasa bangga dengan banyaknya jumlah kalian di hadapan seluruh umat,” (HR. Ibnu Majah 1919 dan dihasankan al-Albani).
Juga jangan lupa untuk menanamkan dalam diri anda, bahwa anda menikah dalam rangka memilih yang halal, menjaga kehormatan diri dan pasangan. Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi jaminan yang berharga untuknya.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada 3 orang yang berhak mendapatkan pertolongan dari Allah, (1) Orang yang berjihad di jalan Allah, (2) Budak mukatab yang ingin menebus dirinya untuk merdeka, dan (3) Orang yang menikah, karena ingin menjaga kehormatannya,” (HR. Nasai 3133, Turmudzi 1756, dan dihasankan al-Albani).
Kedua, pelajari fiqh nikah
Semua orang butuh ilmu. Karena ini merupakan modal terbesar hamba untuk bisa menjalani hidup dengan selamat dan sukses. Dengan ilmu, orang akan terbimbing, apa saja yang harus dia kerjakan, dan apa yang harus dia tinggalkan.
Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu pernah mengatakan, “Ilmu lebih baik dari pada harta, ilmu menjagamu dan harta, kamu yang jaga,” (Adab ad-Dunya wad Din hlm. 48 oleh al-Mawardi)
Ketiga, belajar untuk mulai dewasa
Setelah menikah, status anda telah berubah. Berapapun usia anda ketika menikah, anda dituntut untuk lebih cepat dewasa. Mulai pembelajaran diri itu sejak sebelum menikah. Tinggalkan kebiasaan kekanak-kanakan. Mulai belajar bangun subuh, atau bahkan sebelum subuh.
Anda juga harus siap dengan benturan kepentingan. Hampir tidak ada rumah tangga yang bebas dari masalah. Menuntut anda untuk mulai belajar mengalah. Mengalah tidak sama dengan kalah. Mengalah berarti memberi kesempatan orang lain untuk mengambil hak anda. Agar anda lebih siap mengalah, yakini bahwa Allah akan membalas setiap kebaikan yang anda lakukan kepada keluarga anda. Sehingga anda tidak merasa itu sia-sia.
Keempat, merawat fisik untuk kebahagiaan rumah tangga
Sekalipun ini bukan hal yang wajib, tapi ini bisa sangat ditekankan jika ini menjadi sebab keluarga makin harmonis. Karena islam menganjurkan terbentuknya keluarga yang harmonis, bahagia.
Karena itulah, masing-masing diajarkan agar bersikap romantis.
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Nikahilah wanita yang subur dan romantis,” (HR. Ahmad 12613, Abu Daud 2052 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menganjurkan agar lelaki menjadi suami yang penyayang bagi istri dan keluarganya, “Manusia terbaik di tengah kalian adalah orang yang sikapnya paling baik kepada keluarganya. Saya orang yangn sikapnya paling baik kepada keluargaku,” (HR. Turmudzi 4269, Ibnu Majah 2053, dan dishahihkan al-Albani).
Sebagaimana wanita dituntut merawat fisiknya untuk membahagiakan suami, lelaki juga diajurkan merawat dirinya dalam rangka membahagiakan istri.
Sahabat Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma mengatakan, “Saya suka berhias di hadapan istri, sebagaimana saya suka istri saya berhias di depan saya,” (HR. Ibnu Abi Syaibah 19608).
Kelima, iringi semua dengan doa dan tawakkal
Banyak orang yang merasa sangat resah menjelang pernikahan. Setumpuk kekahwatiran berjubel di hatinya.
Kami hanya menasehatkan, tanamkan rasa tawakkal kepada Allah, agar anda tidak dihantui dengan perasaan takut yang berlebihan. Kedepankan tawakkal ketika anda menghadapi kenyataan yang tidak pasti. Pasrahkan kepada Allah, dalam setiap upaya untuk kebahagiaan anda.
Dan inilah yang diajarkan oleh para sahabat, terutama bagi orang yang tidak PD ketika menikah.
Abu Said mantan budak Abi Usaid menceritakan,
Aku menikah, sementara aku berstatus seorang budak. Akupun mengundang beberapa orang sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Diantaranya Ibnu Mas’ud, Abu Dzar, dan Hudzaifah. Ketika datang waktu shalat, mereka mempersilahkan diriku untuk menjadi imam. Seusai shalat, mereka mengajariku,
Apabila kamu bertemu pertama dengan istrimu, lakukanlah shalat 2 rakaat, kemudian mintalah kepada Allah kebaikan dari semua yang datang kepadamu, dan berlindunglah dari keburukannya. Kemudian lanjutkan urusanmu dengan istrimu. (HR. Ibn Abi Syaibah 30352 dan dishahihkan al-Albani dalam Adab az-Zifaf).
Jangan lupa, perbanyak memohon kepada Allah agar Dia memberikan kebaikan bagi pernikahan anda. Kelancaran ketika akad nikah dan resepsi, dan ini yang paling menyita pikiran banyak orang. Wallahu a’lam. []