Oleh: Nur Aini
Guru di Pare Kediri Jawa Timur
Hari Raya Idul Fitri, kemenangan yang dinanti oleh orang-orang yang beriman. Kemenangan setelah taat dalam melaksanakan kewajiban puasa selama satu bulan penuh. Kemenangan sekaligus kegembiraan bagi orang-orang yang sukarela menahan rasa haus dan lapar serta menjaga hawa nafsu semata lillahi ta’ala.
Akan tetapi, kemenangan dan kegembiraan ini tidak boleh menjadikan kita lalai dengan tujuan puasa Ramadan, yaitu agar kita menjadi orang yang bertakwa. Meski Ramadan telah berlalu, mengingat kembali berbagai macam amalan baik yang telah terlaksana selama Ramadan juga menjadi sebuah kewajiban. Agar gelar takwa terus bisa kita pertahankan hingga datangnya kematian.
Di bulan Ramadan kemarin, kita berlomba dalam kebaikan. Tidak melewatkan kesempatan untuk salat berjamaah di masjid, semangat salat tarawih, berlomba mengkhatamkan Alquran, bersaing dalam sedekah, mencari kajian dan majelis ilmu, berburu malam kemuliaan. Tidak cukup dalam beramal baik, sekuat tenaga untuk menjauhi aktivitas yang merusak pahala puasa juga dilakukan.
Setiap hendak bergosip ingat bahwa sedang berpuasa, ketika akan berbohong mengurungkan niat, ketika hendak sibuk dengan kemubahan segera mengingat untuk tidak berlama-lama dalam kesia-siaan. Merasa sayang jika Ramadan hanya diisi dengan aktivitas yang tidak berpahala. Suasana keimanan pun sangat terasa di bulan Ramadan, bulan mulia penuh berkah. Benarlah sabda Rasulullah SAW bahwa di bulan Ramadan pintu surga dibuka selebarnya, pintu neraka ditutup rapat dan setan dibelenggu, ibadah pun terasa mudah dilaksanakan.
Dan saat ini, beberapa hari kita sudah meninggalkan Ramadan. Sebelum jauh meninggalkan Ramadan tak ada salahnya untuk secepatnya mengevaluasi, apakah amalan Ramadan masih terus kita pertahankan? Masih rajin salat malam, membaca AL Quran minimal sehari 1 juz, ringan bersedekah, menjaga lisan, menjaga perkataan dan perbuatan, masihkah itu semua bertahan ? Atau malah sudah jarang dilakukan atau bahkan terlalaikan dengan kesibukan seremonial Idul Fitri.
Sibuk reuni keluarga besar, reuni keluarga kecil, reuni SD, reuni SMP, reuni SMA, reuni teman kuliah dan segudang jadwal reuni lainnya, memanfaatkan waktu mumpung libur anak-anak sekolah juga panjang luar biasa. Atau di rumah saja bercengkerama dengan keluarga besar, sibuk dengan menu yang harus disiapkan setiap harinya, sibuk mengunjungi tempat rekreasi dan kesibukan lainnya yang memang mubah saja dilakukan. Mubah namun bisa melalaikan dari amalan sunah dan wajib.
Oleh karena itu, sebelum penyesalan datang, sebelum semakin jauh dari amalan Ramadan dan sebelum ajal datang menjemput, mari merencanakan kembali amalan-amalan Ramadan yang akan terus kita pertahankan, tetapkan target sebagaimana telah terlaksana di Ramadan. Tidak melewatkan kesempatan yang masih diberikan, karena tidak ada jaminan tahun depan kita masih bisa menikmati keberkahan Ramadan. Berusaha sekuat tenaga agar gelar takwa memang layak kita dapatkan, berusaha agar ketakwaan terus bertahan selama sebelas bulan yang akan datang.
Jangan larut dalam suasana sekular, merasa dekat dan semangat beribadah hanya di bulan Ramadan saja, seolah di bulan lain sah-sah saja tidak taat dan tidak dekat dengan Allah SWT. Seolah di bulan selain Ramadan kemaksiatan wajar dilakukan. Mari memusabahi diri sendiri, juga mengajak orang lain untuk tetap dalam ketaatan dan menciptakan suasana keimanan.
Menjaga amalan Ramadan memang membutuhkan peran berbagai pihak. Mulai dari individu, masyarakat yang mempunyai kebulatan tekad untuk terus berada dalam suasana ketakwaan. Dan yang tak kalah pentingnya adalah penjagaan negara agar rakyatnya selalu berlomba dalam melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Agar seluruh rakyat selalu mengingat, hidup di dunia harusnya untuk taat syariat dan kelak di akhirat selamat dari pedihnya adzab neraka. Wallahu a’lam []