Bolehkah kita sering memberitahukan kepada orang tentang amalan kita? Sering kita melihat status di sosial media yang semisal ini: “Alhamdulillah bangun shalat Tahajud terus sudah sebulan ini”
Atau, “Baru saja transfer 10 juta untuk wakaf, semoga menjadi amal jariyah untuk akhirat kelak”
Memang tidak ada seorang manusia pun yang berhak men-judge seseorang itu berbuat riya hanya dari status facebooknya, karena hanya Allah yang berhak menghakimi, alangkah lebih baik jika kita menyembunyikan amalan yang kita lakukan, sampai-sampai tak ada seorang pun yang tahu.
“Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang bertakwa, hamba yang hatinya selalu merasa cukup dan yang suka mengasingkan diri,” (HR. Muslim, no. 2965. Lihat Syarh Shahih Muslim, 18: 84) Mengasingkan diri yang dimaksud dalam hadits ini adalah mengasingkan amalannya agar tidak terlihat orang lain.
Meskipun ada amalan yang sah-sah saja untuk diperlihatkan pada orang lain, misalnya dalam rangka berfastabiqul khoirot. Namun menyembunyikan amalan itu sesungguhnya lebih baik.
“Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan,” (QS. Al Baqarah: 271).
Oleh sebab itu, berikut ini beberapa tips yang bisa kita lakukan untuk menyembunyikan amalan:
Mendahulukan melakukan berbagai amalan ibadah di rumah
Terutama untuk wanita, shalat terbaik adalah yang dilakukan di kamarnya sendiri.
“Shalat seorang wanita di rumahnya lebih utama baginya daripada shalatnya di pintu-pintu rumahnya, dan shalat seorang wanita di ruang kecil khusus untuknya lebih utama baginya daripada di bagian lain di rumahnya,” (HR. Abu Daud no. 570. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Misalnya ingin tilawah, shalat sunah, jika bisa dilakukan di rumah, lakukanlah di rumah. Jika memang tidak bisa, barulah tak mengapa jika harus dilakukan di mushola atau tempat umum lainnya.
Tidak memposting status terkait amalan ibadah diri sendiri
Kecuali jika memang diniatkan untuk memotivasi orang lain, bukan diniatkan untuk pamer ingat, riya itu masalah hati, hanya diri kita sendiri yang bisa mendeteksi adakah unsur riya’ atau ujub dalam postingan tersebut.
Tidak mencantumkan gelar atau julukan dengan niat agar orang lain tahu amalan yang sudah kita lakukan
Misalnya, marah kalau tidak disebut Ustadzah, marah kalau lupa ditulis gelar Haji/Hajjah. Justru lebih baik ketika gelar-gelar seperti ini ditanggalkan dari nama kita, agar terhindar dari ujub/bangga diri dan riya. []
SUMBER: UMMI