KAIDAH “ambil baiknya buang buruknya”, ternyata juga diterapkan oleh salah seorang ulama Salafy, yaitu Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah –rahimahullah – (w. 751 H). Dalam kitabnya “Al-Fawaid” hlm. (93), beliau menukil sebuah ucapan dari seorang imam yang bernama Al-Junaid Al-Baghdadi – rahimahullah – (w. 298 H).
Beliau ini dikenal sebagai seorang shufi (pengikut tarekat shufiyyah), bahkan gurunya para shufi. Ibnul Qayyim – rahimahullah – berkata:
قَالَ الْجُنَيْد وَالَّذين جاهدوا أهواءهم فِينَا…
“Imam Al-Junaid berkata : Dan orang-orang yang berjihad terhadap hawa nafsu mereka di jalan Kami (Allah)….” dst.
BACA JUGA: 5 Ulama Jawa Barat Berdakwah di Inggris
Al-Junaid Al-Baghdadi nama lengkapnya adalah Al-Junaid bin Muhammad bin al-Junaid Abu Qasim al-Qawariri al-Khazzaz al-Nahawandî al-Baghdadi al-Syafi’i, atau lebih dikenal dengan Al-Junaid al-Baghdadî, lahir di Nihawand, Persia, tetapi keluarganya bermukim di Baghdad, tempat ia belajar hukum Islam mazhab Imam Syafi’i, dan akhirnya menjadi qadi kepala di Baghdad. Dia mempelajari ilmu fiqih kepada Abu Tsur al-Kalbi yang merupakan murid langsung dari Imam Asy-Syafi’i.
Imam Adz-Dzahabi – rahimahullah- dalam “Siyar a’lamin Nubala’” (11/43) menyatakan :
هُوَ شَيْخُ الصُّوْفِيَّةِ
“Beliau (maksudnya Al-Junaid) adalah seorang syaikh (guru)nya para shufi.”
Menurut analisa kami, Ibnul Qayyim melakukan hal ini karena salah satu dari dua kemungkinan :
1). Mungkin karena beliau menerapkan kaidah “ambil baiknya buang buruknya”. Dimana walaupun Al-Junaid seorang shufi – yang dianggap menyimpang -, tapi ucapan yang beliau nukil selaras dengan Al-Qur’an dan sunnah. Jika demikian, maka ini menjadi pembelajaran bagi kita bahwa untuk mengambil faidah, tidak disyaratkan harus dari seorang yang bersih dari kesalahan. Karena yang terjaga dari kesalahan hanyalah Nabi ﷺ . Jika kita bersikukuh untuk mencari seorang yang sempurna, niscaya kita tidak akan pernah mendapatkannya.
BACA JUGA: Dakwah Rasulullah Ubah Manusia Sesat Menjadi Umat Terbaik
2). Mungkin beliau berpendapat, bahwa shufi itu ada yang lurus dan ada yang menyimpang. Dan Al-Junaid termasuk seorang shufi yang lurus. Jika memang demikian, maka dalam menghukumi tasawwuf dan ahlinya tidak bisa dipukul rata semuanya sesat/menyimpang. Namun perlu dilihat termasuk tasawwuf yang mana, yang menyimpang atau yang tidak. Tasawwuf yang lurus ini sering diistilahkan oleh sebagian ulama dengan “tazkiyatun nufus” (pembersihan jiwa). Kemungkinan kedua ini juga diamini oleh guru beliau, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah –rahimahullah- dalam “Majmu’ Fatawa” (14/768). Insya Allah lain waktu bisa dikupas secara lebih detail.
Mari terus semangat untuk belajar. Karena apa yang belum kita ketahui, masih jauh lebih banyak dari apa yang sudah kita ketahui. []
Facebook: Abdullah Al-Jirani