KHALIFAH Umar bin Abdul Aziz pernah mengatakan, “Sesungguhnya aku mempunyai jiwa yang ambisius, yang jiwa itu tidak berada di satu kedudukan melainkan ia akan berambisi untuk mendapatkan kedudukan yang lebih tinggi dari sebelumnya. Hingga akhirnya aku sampai di sebuah kedudukan yang tidak ada kedudukan yang lebih tinggi setelahnya (khalifah). Dan pada hari itulah jiwaku berambisi untuk meraih surga.”
Pahlawan kita ini ternyata orang yang sangat berambisi. Memang kata ambisi itu konotasinya sesuatu yang negatif, apalagi ambisi untuk sebuah jabatan dan kedudukan. Tapi jangan terburu-buru menafsirkan begitu sebelum benar-benar jelas seperti apa sebenarnya ambisi sang pahlawan ini.
BACA JUGA:Â Begini Cara Umar bin Abdul Aziz Mendidik Putrinya
Positif atau negatifnya sebuah ambisi itu bisa dilihat dari dua hal; tujuan ambisi dan kompetensi (kapasitas).
Pertama, adalah tujuan ambisi. Maksudnya adalah suatu motif yang membuat seseorang berambisi atas sesuatu. Seseorang yang berambisi untuk menjadi pemimpin lantaran ia mengharapkan kekuasaan, ketenaran, kekayaan dan tujuan-tujuan duniawiyah lainnya, maka itulah ambisi yang bisa kita konotasikan negatif. Ambisi untuk mendapatkan kedudukan seperti inilah yang dilarang oleh Rasulullah SAW.
Kedua, kompetensi (kapasitas). Ini kembali pada pribadi orang yang berambisi. Jika seseorang yang tidak memiliki kapasitas untuk memimpin lantas ia berambisi untuk mencapai kedudukan sebagai pemimpin, maka yang seperti inilah yang tidak dibolehkan. Namun jika seseorang tersebut benar-benar mengerti bahwa dirinya memang memiliki kompetensi untuk menjadi pemimpin, lantas ia ingin mendapatkan kedudukan itu dengan menempuh jalan yang benar, maka ini adalah yang boleh.
Sebagaimana yang dulu pernah dilakukan oleh Nabi Yusuf saat meminta jabatan kepada raja di Mesir agar menempatkan dirinya sebagai bendahara negara. Karena Nabi Yusuf memiliki kecakapan dan kemampuan dalam bidang itu. Sebagaimana yang dikisahkan dalam al-Qur’an:
“Yusuf berkata: “Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan.” (QS. Yusuf: 55).
BACA JUGA:Â Begini Cara Umar bin Abdul Aziz Mendidik Putrinya
Setiap orang besar itu pasti memiliki ambisi yang besar pula. Dalam sebuah pencapaian cita-cita, ambisi itu tak ubahnya seperti bahan bakarnya. Orang yang memiliki cita-cita tinggi tapi ambisinya kecil, tentu di tengah jalan nanti ia akan berhenti karena kehabisan bahan bakar.
Seorang Ibnu Qayyim al-Jauziyah bisa menjadi ulama’ besar lantaran ambisinya terhadap ilmu agama juga sangat besar. Seorang Ibnu Rusyd bisa menjadi ulama’ multidimensi yang menguasai berbagai bidang keilmuan (fiqih, kedokteran, filsafat) lantaran memiliki ambisi keilmuan yang juga sangat besar. Demikian halnya dengan Khalifah Umar bin Abdul Aziz.
Yang menarik dari perjalanan ambisi Umar bin Abdul Aziz adalah, ketika dirinya sudah berada di level tertinggi untuk sebuah jabatan di dunia (sebagai khalifah, karena tidak ada jabatan dalam pemerintahan yang lebih tinggi dari itu), maka dirinya memacu ambisinya untuk melangkah lebih jauh memasuki cakrawala iman. Surga adalah ambisi terakhir seorang hamba yang beriman. Dan itu dipilih oleh Umar bin Abdul Aziz. []
Referensi: Umar bin Abdul Aziz 29 Bulan Mengubah Dunia/Karya: Herfi Ghulam Faizi, Lc/Penerbit: Cahaya Siroh