HARUS diakui, menghafal Al-Qur’an memang tidak semudah membalikan telapak tangan. Bagi yang belum terbiasa, aktivitas ini bisa jadi sangat membosankan bahkan jenuh, namun bagi orang-orang yang sudah merasakan nikmatnya menghafal, hal ini terasa sangat menyenangkan layaknya seorang pujangga yang mendendangkan puisi-pusi untuk kekasih tercintanya.
Salah satu kemukjizatan Al-Qur’an yang bisa dirasakan oleh umat Muslim hingga hari ini adalah bahwa Al-Qur’an adalah satu-satunya kitab suci yang masih terpelihara otentisitasnya dan bisa dihafalkan oleh semua orang, termasuk orang yang tidak pernah mengenyam pendidikan pesantren sekalipun.
Mengapa demikian? Jawabannya, karena Al-Qur’an adalah firman Allah yang terkandung bermilyar-milyar ilmu pengetahuan. Bahkan, Allah sendiri pun menjanjikan bagi siapa saja yang mengambil pelajaran (menghafalkan) akan diberi kemudahan.
“Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” (QS. Al-Qamar: 17).
Salah satu orang yang sudah membuktikan hal tersebut adalah Ammar Machmud. Ia mengatakan bahwa perjuangan menghafalnya itu dari nol pasca lulus kuliah sarjana. Dia memilih tidak tinggal di pesantren karena keterbatasan biaya dan memiliki tanggung jawab aktivitas lain di luar rumah.
Sehingga kegiatan menyetorkan hafalannya itu dilakukan sehabis Subuh untuk kemudian di-muroja’ah-kan (diulang-ulangi hafalannya) di rumah.
Ammar pun mengakui sendiri bahwa menghafal Al-Qur’an itu tidak harus menjadi santri tetap di salah satu pesantren tertentu dan tidak pula untuk usia tertentu. Prinsipnya, asalkan seseorang itu sudah pasang niat kuat dan nekat menghafal Al-Qur’an dengan siap menerima apapun kondisi yang akan dihadapinya, pasti Allah akan turunkan pertolongan pada hamba-hamba-Nya yang serius berikhtiar.
Baginya, proses menghafal Al-Qur’an itu bukan persoalan cepat atau lambat waktunya tapi seberapa kuat seseorang itu mampu menikmati proses menghafalkan Al-Qur’an serta hafalan tidak lupa hingga akhir hayat.
Dalam proses ‘mendaras’ kalam Ilahi, Ammar bukan tanpa cobaan dan rintangan. Banyak cobaan atau rintangan yang pernah dialaminya. Sebut saja, saat dia diuji Allah dengan sakit tipus. Pernah pula ia diremehkan temannya dan sering kali juga dia kehabisan biaya saat dia membutuhkan.
Namun apa yang terjadi? Meski cobaan datang bertubi-tubi,pada akhirnya dia mampu menyelesaikan hafalan Al-Qur’annya.
Beliau sendiri mengakui, apakah dengan selesai hafalan Al-Qur’annya lantas selesai pula tugasnya? Tidak, justru tugas yang ‘lebih berat’ selanjutnya adalah bagaimana agar dia mampu senantiasa menjaga hafalannya hingga akhir hayatnya.
Bagi para penghafal Al-Qur’an jangan sampai berhenti di tengah jalan, kuatkan perinsip Lillahi Ta’ala, Allah sesuai dengan prasangka hambanya. Seperti dalam hadist muttafaqun alaih: Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda, Allah berfirman: “Aku (Allah) sesuai dengan persangkaan hamba pada-Ku.” (Muttafaqun ‘alaih). []
Sumber: Islam