ANAK-anak di zaman Nabi, sebagian mereka mungkin juga ada yang berhaji.
عَنِ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ، قَالَ: حُجَّ بِي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا ابْنُ سَبْعِ سِنِينَ رواه البخاري (1858).
Diriwayatkan dari As-Sa’ib bin Yazid, ia berkata, “Aku dibawa berhaji bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika aku berusia tujuh tahun.” (HR. Al-Bukhari, no. 1858).
Kedua, mereka juga ikut serta mengerjakan kegiatan sehari-hari atau membantu keluarga mereka sesuai kemampuan mereka.
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المَدِينَةَ لَيْسَ لَهُ خَادِمٌ، فَأَخَذَ أَبُو طَلْحَةَ بِيَدِي، فَانْطَلَقَ بِي إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ أَنَسًا غُلاَمٌ كَيِّسٌ فَلْيَخْدُمْكَ، قَالَ: فَخَدَمْتُهُ فِي السَّفَرِ وَالحَضَرِ، مَا قَالَ لِي لِشَيْءٍ صَنَعْتُهُ لِمَ صَنَعْتَ هَذَا هَكَذَا؟ وَلاَ لِشَيْءٍ لَمْ أَصْنَعْهُ لِمَ لَمْ تَصْنَعْ هَذَا هَكَذَا؟ رواه البخاري (2768) ، ومسلم (2309).
Diriwayatkan dari Anas Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata, “Rasulullah Ṣhallallahu ʿAlaihi wa Sallam tiba di Madinah tanpa membawa pelayan, maka Abu Thalhah memegang tanganku dan membawaku kepada Rasulullah Ṣhallallahu ʿAlaihi wa Sallam lalu berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya Anas ini anak yang cerdas, izinkan dia melayanimu.’ Anas berkata, “Kemudian aku melayani beliau saat safar maupun mukim. Beliau tidak pernah mempertanyakan kepadaku atas segala yang aku lakukan, ‘Kenapa kamu melakukannya begini?’ Pun beliau tidak pernah mempertanyakan kepadaku atas segala yang aku tidak lakukan, ‘Kenapa kamu tidak melakukannya?’” (HR. Al-Bukhari, no. 2768 dan Muslim, no. 2309).
BACA JUGA: Beda Mas Kawin Zaman Nabi dengan Zaman Kiwari
Umurnya saat dia mulai melayani Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah adalah sepuluh tahun.
عَنْ أَنَس بْن مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: أَنَّهُ كَانَ ابْنَ عَشْرِ سِنِينَ، مَقْدَمَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المَدِينَةَ، فَكَانَ أُمَّهَاتِي يُوَاظِبْنَنِي عَلَى خِدْمَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَخَدَمْتُهُ عَشْرَ سِنِينَ، وَتُوُفِّيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا ابْنُ عِشْرِينَ سَنَةً رواه البخاري (5166).
Diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwasanya dia berumur sepuluh tahun saat kedatangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam di Madinah. “Ibuku sudah membiasakan diriku untuk melayani Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Aku melayani beliau selama sepuluh tahun. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meninggal ketika aku berusia dua puluh tahun.” (HR. Al-Bukhari, no. 5166)
Ketiga, mereka tetap mendapatkan hak mereka bersenang-senang dan bermain.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: كُنْتُ أَلْعَبُ بِالْبَنَاتِ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَكَانَ لِي صَوَاحِبُ يَلْعَبْنَ مَعِي، فَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ يَتَقَمَّعْنَ مِنْهُ، فَيُسَرِّبُهُنَّ إِلَيَّ فَيَلْعَبْنَ مَعِي رواه البخاري (6130) ، ومسلم (2440).
Diriwayatkan dari Aisyah, dia berkata, “Dahulu aku sering bermain dengan boneka anak perempuan di sisi Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dahulu aku juga memiliki teman-teman belia yang biasa bermain denganku. Ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam masuk ke rumah, teman-temanku pun berlari sembunyi. Beliau pun meminta mereka untuk keluar kepadaku untuk bermain lagi, maka mereka pun melanjutkan bermain bersamaku.” (HR. Al-Bukhari, no. 6130 dan Muslim, no. 2440).
وقَالَ أَنَسٌ: ” كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ أَحْسَنِ النَّاسِ خُلُقًا، فَأَرْسَلَنِي يَوْمًا لِحَاجَةٍ، فَقُلْتُ: وَاللهِ! لَا أَذْهَبُ، وَفِي نَفْسِي أَنْ أَذْهَبَ لِمَا أَمَرَنِي بِهِ نَبِيُّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَخَرَجْتُ حَتَّى أَمُرَّ عَلَى صِبْيَانٍ وَهُمْ يَلْعَبُونَ فِي السُّوقِ، فَإِذَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ قَبَضَ بِقَفَايَ مِنْ وَرَائِي، قَالَ: فَنَظَرْتُ إِلَيْهِ وَهُوَ يَضْحَكُ، فَقَالَ: يَا أُنَيْسُ! أَذَهَبْتَ حَيْثُ أَمَرْتُكَ؟ قَالَ قُلْتُ: نَعَمْ، أَنَا أَذْهَبُ، يَا رَسُولَ اللهِ ” رواه مسلم (2310).
Anas berkata, “Rasulullah Shallallāhu ‘Alaihi wa Sallam adalah orang yang paling santun akhlaknya. Suatu hari beliau pernah mengutusku untuk suatu keperluan, lalu aku berkata, “Demi Allah, aku tidak akan pergi! Padahal dalam hatiku aku tetap bertekad pergi melakukan apa yang diperintahkan oleh Nabi Allah Shallallāhu ‘Alaihi wa Sallam. Lalu aku berangkat sampai aku melewati anak-anak yang sedang bermain di pasar. Tiba-tiba Rasulullah Shallallāhu ‘Alaihi wa Sallam memegang tengkukku dari belakang.” Anas mengisahkan, “Lantas aku melihat beliau tertawa, lalu berkata, ‘Wahai Anas! Apakah kamu sudah pergi ke tempat yang aku perintahkan kepadamu?’ Aku jawab, ‘Ya, aku akan pergi, wahai Rasulullah.’” (HR. Muslim, no. 2310).
Kami belum mendapati dalam hadits-hadits yang shahih tentang rincian permainan yang dahulu biasa mereka lakukan. Namun, tampaknya mereka tetap meneruskan permainan-permainan yang mereka kenal sejak masa jahiliah yang tidak diharamkan oleh syariat Islam. Di zaman mereka ada permainan kekuatan, seperti gulat, sebagaimana yang ditunjukkan dalam beberapa hadits.
Dr. Jawad Ali merinci permainan-permainan anak-anak yang sudah dikenal bangsa Arab di masa itu dalam kitabnya Al-Mufashshal fī Tarikh Al-ʿArab Qabla Al-Islam, terbitan Dar As-Saqi (9/124-126).
Kedua.
Pada asalnya, para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dari kalangan wanita selalu berada dalam rumah mereka, dalam rangka mematuhi firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
الأحزاب/33.
“Tetaplah (tinggal) di rumah-rumahmu dan janganlah berhias (dan bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliah dahulu.” (QS. Al-Ahzab : 33).
Mereka tidak keluar, kecuali untuk memenuhi keperluan mereka atau untuk shalat yang ingin mereka hadiri. Mereka tidak berkerumun bersama pada lelaki di jalan maupun pasar. Ibnu Katsir Rahimahullah mengatakan bahwa firman-Nya (yang artinya), “Tetaplah (tinggal) di rumah-rumahmu…” maksudnya mereka selalu di rumah mereka dan tidak keluar tanpa ada keperluan.
Di antara keperluan yang sesuai syariat adalah shalat di masjid, asalkan syaratnya terpenuhi, sebagaimana yang disabdakan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
لَا تَمْنَعُوا إِمَاءَ اللَّهِ مَسَاجِدَ اللَّهِ وَلَكِنْ لِيَخْرُجْنَ وَهُنَّ تَفِلَاتٌ
“Janganlah kalian melarang para wanita hamba-hamba Allah ke masjid-masjid Allah, biarkan mereka keluar (ke masjid) dalam keadaan tanpa memakai wewangian.”
Dalam riwayat lain disebutkan,
وَبُيُوْتُهُنَّ خَيْرٌ لَهُنَّ
“…dan rumah mereka lebih baik bagi mereka.” (Tafsir Ibnu Katsir, 6/409).
BACA JUGA: Empat Azab bagi Kaum Menyimpang di Zaman Nabi Luth
Tampak dari hadits-hadits yang telah disebutkan sebelumnya bahwa anak-anak sudah dibiasakan untuk mematuhi ketentuan syariat sejak kecil. Para sahabat -Semoga Allah meridhai mereka- mempersiapkan putri-putri mereka untuk menjadi wanita yang memiliki komitmen terhadap hukum-hukum syariat sejak kecil dan mendidik mereka untuk mematuhi adab-adab yang menumbuhkan rasa malu dan kesucian diri. Semua itu mereka lakukan dalam rangka menjalankan perintah Allah Ta’ala,
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
التحريم/6.
“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar dan keras. Mereka tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepadanya dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim : 6).
Wallahu A’lam. []
HABIS | SUMBER: ISLAMQA