Oleh: Heru Panca Prawira
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Jakarta
AKU cukup terhenyak di perjalanan panjang saat itu. Dengan langkah kaki yang sudah lelah. Ku berjalan meninggalkan stasiun yang megah di kota metropolitan ini. Sesampainya di mesin tap out, suara azan memanggil. Kala itu, mushola di stasiun sangat padat. Alhasil, aku memutuskan untuk mencari mushola/masjid terdekat di luar stasiun. Tidak jauh dari pintu gerbang stasiun, aku mendengar sumber suara azan lain. Aku pun mengarahkan pandanganku ke seberang jalan dari stasiun dimana sumber suara azan itu terdengar.
Gelap langit, terang lampu stasiun, bising suara kendaraan dan suara informator di stasiun beradu dengan suara azan. Aku pun meneruskan perjalanan menuju mushola/masjid. Sesampai di mushola itu, aku mengambil wudhu dan masuk kedalam mushola. Suasana hati beragam rasa kala itu. Aku terhenyak melihat antusiasme sosok tua muda meramaikan masjid untuk melaksanakan sholat, tetapi luas mushola tidak cukup menampungnya. Namun, disisi lain aku merasa senang melihat keramaian di mushola itu. Sebab, bagian negeri yang Allah paling cintai adalah masjid-masjidnya.
Mushola kecil itu berlantai dua. Melihat kepadatan di lantai satu, aku pun naik ke lantai dua. Di lantai dua ternyata sudah terdapat anak-anak kecil yang membersihkan lantai untuk area sholat sekaligus meletakkan sajadah. Merekalah anak-anak yang hatinya tertaut dengan masjid/mushola. Kelak akan dapat naungan Allah pada hari kiamat.
Iqamah pun dikumandangkan oleh sang muazin dari lantai satu pertanda waktu sholat akan dimulai. Shaf dirapatkan. Aku pun sholat bersama anak-anak kecil itu di lantai.
“Assalamu’alaikum warahmatullah,” sang imam mengucap salam terakhir. Seusai sholat aku melanjutkan dengan zikir dan doa. Tiga menit berlalu aku pun berdiri dan menatap ke arah luar jendela. Terang lampu dan ramainya aktivitas di sekitar stasiun tak luput dari pandanganku. Kudengar bunyi khas di stasiun. Palang pintu bergaris merah putih menutup perlintasan. Kendaraan bermotor, becak, gerobak, dan pejalan kaki yang ingin melewati perlintasan rel berhenti sejenak. Mengizinkan kereta untuk lewat terlebih dahulu. Tak lama setelah kereta lewat. Palang pintu pun dibuka kembali untuk mempersilakan kendaraan bermotor, becak, gerobak, dan pejalan kaki melintasi rel.
Sejenak aku tersadar dari lamunanku, meraba kantung celanaku untuk mengambil handphoneku. Melihat waktu di handphoneku yang menunjukkan pukul setengah delapan. Aku bergegas turun ke lantai satu untuk segera kembali ke rumah tercinta. Di lantai satu aku dibuat terkejut oleh anak-anak kecil yang sholat bersamaku di lantai satu sudah duduk rapi untuk mengaji sekaligus belajar kelompok bersama. Dipandu oleh sang guru mereka dengan saksama memulai untuk mengaji. Dilanjutkan aktivitas belajar kelompok bersama. Aku pun terdiam di tangga sejenak, memandangi mereka dengan perasaan senang sekaligus haru.
Merekalah anak-anak aset masa depan negara ini. Masjidlah sebagai wadah mereka dalam pengembangan ilmu pengetahuan, iman dan taqwa, sekaligus kepedulian sosial. []
Kirim RENUNGAN Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri.