HARI-hari ini, betapa saya, sekian puluh tahun hidup, memegang dan membaca Al-Quran, baru mengetahui dan memahami cinta, tawakal dan penyembuh.
Beberapa waktu setelah ditinggal oleh istri tercintanya, Buya Hamka, selalu kedapatan tilawah Quran lebih banyak daripada biasanya.
Saat ditanya oleh anaknya, Irfan, Buya menjawab: “Rasa cinta ayah pada ibumu begitu besar. Ayah takut kecintaan ayah padanya melebihi cinta ayah kepada Allah. Kemudian ayah shalat taubat. Agar Allah mengampuni ayah.”
Buya mengajarkan, apapun kesakitan yang diderita jiwamu, Al-Quran lah penyembuhnya.
BACA JUGA:Â Ngomel
Tiga hari ini, melepas anak bungsu perempuan, si anak yang bertahan hidup, sungguh membuat jiwa saya tidak tenang. Bukan karena dia bungsu. Bukan pula karena perempuan dan jauh dari kami orangtuanya. Namun, lebih pada apa yang dia alami beberapa waktu belakangan ini.
Maka saya coba diri menenggelamkan dalam Al-Quran sebanyak-banyaknya. Saya menenggelamkan diri pada Al-Quran. Saya menenggelamkan diri pada Al-Quran. Saat tanganmu sebagai manusia dan faqir, tak kuasa menggapai, tawakkal pada Allah hanya satu-satunya opsi.
Sore ini, saya sampai pada Adz-Dzariyat, surat paling favorit yang paling cepat dihafalnya. Air mata saya jatuh.
Kemudian, istri saya berbisik, menitipkan doa di tengah hujan deras, “Ya Rabb, Sang Pemilik Kehidupan, kami titipkan pada-Mu anak kami, bahagiakan dia dengan Al-Quran.”
BACA JUGA:Â Kue Kiriman, Dimarahi 2 Kali
Lama kami terdiam. Kemudian, istri saya berbicara kembali dengan suara paling ikhlas yang pernah saya dengar darinya, “Jika engkau sudah merasa berbahagia dengan Al-Quran, apapun keadaanmu, tidak akan pernah membuatmu sedih.” []