Oleh: Muhammad Syaid Agustiar
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Budi Luhur
tiarsaid@gmail.com
SEORANG bapak mengeluh kepada saya karena anaknya berusia empat tahun tidak menyukai sepatu mahal pilihan bapaknya. Sebaliknya si anak malah memilih sepatu murah. Ada lagi seorang mahasiswi tidak begitu bergairah kuliah jurusan arsitektur karena bukan bidang diminatinya. Bidang yang ia ambil sekarang adalah kehendak pilihan orang tuanya.
Kasus di atas merupakan kasus fakta yang dialami oleh penulis. Sering kali orang tua menginginkan anaknya sesuai harapannya. Ketika anak mau sekolah, dipilihkan sekolahnya oleh orang tuanya. Ketika anak mau menikah, dijodohkan oleh orang tuanya. Ketika anak ingin membeli rumah, dipilihkan oleh orang tuanya. Ketika anak sudah berkeluarga, pun orang tua turut mencampuri urusan keluarganya.
BACA JUGA: Wajibkah Anak Menafkahi Orang Tua?
Anak bukanlah sebuah robot atau remote kontrol yang bisa diarahkan atau dipencet keinginan selera user (pemakai). Izinkanlah, saya mewakili perasaan anak di seluruh dunia ini. Katanya anak merupakan titipan Allah SWT. Tapi mengapa para orang tua menghianati untuk terus – menerus memaksakan pilihan sesuai harapan orang tuanya?.
Padahal setiap anak adalah unik. Artinya anak mempunyai pemikiran, potensi, motivasi dan hasratnya sendiri. Biarkanlah anak berkembang menjadi dirinya sendiri. Biarkanlah anak memutuskan dan menjalani hidupnya sendiri tanpa dihantui ketakutan bayangan orang tuanya.
Jika anak tidak bisa berkehendak bebas seperti apa yang ia pikirkan maka anak belum bisa menjadi manusia seutuhnya. Sebab itulah, menjadi manusia seutuhnya adalah manusia merdeka dan penuh kebahagiaan. “Manusia bisa bahagia bisa tidak adalah tergantung pilihannya sendiri,” Demikian Kata Abraham Lincoln, Presiden pertama Amerika Serikat (AS). Anak bisa bahagia tergantung pilihannya sendiri.
BACA JUGA: Ketika Pengasuh jadi Nomor Satu di Hati Anak
Jadi, terserah anak mau bercita-cita menjadi apa. Selama anak itu tidak meninggalkan agama dan ilmu. Oleh karena itu, kebahagian anak adalah kebahagiaan orang tua, bukan sebaliknya.
Orang tua tidak perlu khawatir akan kesulitan anaknya di masa depan. Seorang Psikolog Stanford University, Carol Dweck menulis temuan eksperimennya bahwa “Hadiah terpenting dan terindah dari orangtua pada anak-anaknya adalah tantangan.” Seberapa besar kesulitan yang dialami anak merupakan tantangan dan latihan bertahan hidup (survival) untuk mengeksplorasi pengalaman, mental, pemikiran, kreativitas dan kemandiriannya. []
OPINI ini adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.