TIDAK sedikit muslimah atau ummahat yang bekerja. Maksudnya, mencari nafkah. Padahal, suami masih sehat dan masih bisa bekerja. Bagaimana Islam menyikapi hal ini?
Sebenarnya jika suami ridha memberikan ijin kepada istri untuk bekerja, dan istri ridha bahwa hal tersebut untuk membantu suaminya. Maka hal ini akan menjadi kebaikan, yang Insya Allah akan dicatat oleh Allah sebagai sedekah dan amal shalih “bukan percuma”.
BACA JUGA: Muslimah Produktif Lebih Terhormat?
Namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan supaya para istri yang diberikan ijin suami bekerja tetap berada dalam tuntunan syariat:
1. Dengan bekerja maka istri tetap tidak boleh melalaikan kewajibannya kepada suami. Yaitu menyenangkan hati suami dan mendidik anak-anaknya. Kalau sampai karena bekerja kemudian istri melalaikan kewajibannya maka itu sama artinya “memburu yang kecil tetapi kehilangan yang besar”.
2. Pekerjaan yang dilakukan istri tidak boleh bertentangan dengan hukum Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Contohnya tempat kerja istri tidak membolehkan pekerja wanita memakai jilbab, sehingga istri tidak menutup auratnya di tempat kerja. Atau pekerjaan istri tersebut adalah pekerjaan yang diharamkan oleh Allah dan Rasul Nya, seperti bekerja di tempat yang menghalalkan khamer dan riba’.
3. Istri harus tetap tunduk kepada perintah suami apabila diperintahkan untuk melakukan kebaikan. Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, seperti telah Allah firmankan dalam al-Quran.
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An-Nisaa’ : 34).
Jika karena istri bekerja dan berpenghasilan setara atau lebih besar dari penghasilan suami, kemudian tidak tunduk dan tawaddu’ kepada suaminya. Maka Allah Swt., dan Malaikat Nya akan melaknat istri yang demikian. Banyak sekali kasus yang seperti ini telah terjadi, bahkan kalau suami sudah mengatakan “Kamu berhenti bekerja dan lakukan kewajiban sebagai istri di rumah, biar saya yang bertanggung jawab mencari nafkah”. Maka tidak ada alasan apapun yang dibenarkan oleh agama bagi istri, untuk menolaknya saat itu juga istri harus “Sami’naa wa atha’naa,” aku dengar dan aku patuh.
BACA JUGA: 7 Peran IRT
4. Apabila istri dalam melakukan pekerjaan tersebut kemudian ada tuntutan safar /bepergian dan menginap. Maka istri harus dan wajib ditemani oleh mahramnya, walaupun suami mengijinkannya. Ini adalah perkara yang banyak sekali dilanggar, “Laki-laki tidak boleh berduaan dengan wanita yang bukan mahramya dan Istri tidak boleh bepergian tanpa mahram.” Begitulah sabda Nabi SAW.
Masih banyak lagi sebenarnya yang bisa dikaji dalam persoalan ini namun hal diatas adalah yang utama. Mudah-mudahan ulasan ini bisa sedikit memberikan landasan bagi para istri yang bekerja. []