DI antara berinfaq yang Allah wasiatkan, adalah menafkahkan harta kepada orang yang justru tak menampakkan kebutuhannya kepada kita, sebab mereka adalah orang-orang yang memelihara kehormatan dirinya.
“Untuk orang-orang fakir yang terikat oleh perjuangan di jalan Allah; mereka tidak dapat berusaha di bumi. Orang-orang yang tidak mengerti menyangka bahwa mereka adalah orang kaya karena memelihara diri dari meminta-minta…” (QS Al Baqarah: 273)
Maka mari jeli memperhatikan sekeliling, barangkali ada pejuang yang dapat kita peluk dan senyumkan dalam rahasia. Kadang mereka dekat saja, seperti pengajar atau pendidik calon shalih-shalihah yang gajinya masih jauh dari seharusnya.
Kalau yang berikut ini, kisah bahwa kita bisa dikira kaya karena rupiah kita tercinta.
Suatu saat di Luton Airport, London, ketika hendak terbang ke Aberdeen, Scotland, saya terlupa memasukkan ke kantung plastik transparan botol parfum kecil dan pelembab yang amat penting di tengah angin kering iklim belahan bumi utara. Maka tas bawaan kabin saya pun dicermati sebentar. Seperti telah dikenal luas, geledahan Polisi Inggris barangkali salah satu yang paling sopan di dunia.
Ah, saya terpekik dalam hati, ada buku rekening tabungan yang tak sengaja terbawa, dan sepertinya bakal ikut terperiksa.
Dan begitu petugas itu membukanya, matanya berbinar dan dengan senyum berdecak dia berkata, “Whoaaa… I think you’re the richest man I’ve ever met, Sir.”
Saya hanya mengulum senyum sambil membatin sahaja. Lha wong rupiah je. Dia pasti membayangkannya poundsterling. Lha dalam benaknya saat itu, saya ini pasti terlihat 20.000 kali lipat lebih kaya daripada aslinya.
Sambil meminta maaf telah mengganggu dan menyita waktu, petugas itu lalu memerhatikan pakaian saya. Sebuah kopiah rajut, sebuah baju koko berbordir rapi, dibalut jas sederhana tapi beli tweede hand di Australia. Dan akhirnya dengan senyum takjub dia berkata, “Are You A Prince or something?”
Waduh. Dikira kaya. Dikira Pangeran pula. Foto khutbah Jumat di KBRI Washington DC ini hanya untuk menegaskan, “Aku Cinta Rupiah”. Di balik kecilnya nilai sesuatu, seperti mata uang kita, ternyata ada hikmah tak terduga. []