Oleh: Tugiarti
Penulis, Anggota Kelas Menulis Islampos, tinggal di Lampung.
Manusia pada dasarnya dibekali akal untuk berfikir. Menentukan pilihan mana yang bermanfaat atau merugikan dirinya. Namun terkadang karena hawa nafsu dan bisikan setan sehingga manusia lalai dari tujuan hidupnya.
Andaikan pahala -ganjaran- dari Allah berwujud materi, manusia akan bersegera meraihnya. Seperti halnya penghasilan bisa berwujud uang, harta, mobil, rumah dan lain sebagainya. Hingga kebanyakan manusia menghabiskan waktunya untuk bekerja. Sedangkan untuk beribadah, hanya ditunaikan di waktu yang tersisa.
Kelak di yaumul akhir, seseorang akan dibangkitkan dalam keadaan buta. Kemudian ia berkata, “Ya Robb-ku, mengapa engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta. Padahal aku dahulunya di dunia dalam keadaan melihat.
Kemudian Allah berkalam, “Demikianlah telah datang kepadamu ayat-ayat Kami maka kamu melupakannya, dan begitu pula hari ini -kiamat- kamu pun dilupakan”.
Begitulah gambaran bagi orang-orang yang melupakan ayat-ayat Allah. Telah diterangkan berulang kali ayat-ayat Allah, namun mengapa masih berpaling. Bukankah Allah telah berjanji memberikan kemudahan kepada siapa saja yang mempelajari Al-Qur’an. Sebagaimana kalam Allah,
(وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُدَّكِرٍ)
“Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al- Quran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” Q.S Al-Qamar: 22.
Bacaan Alquran laksana air hujan yang turun ke bumi. Menembus hingga ke dasar tanah. Membasahi tanah yang kering. Yang semula tandus menjadi subur. Menumbuhkan dan menyegarkan berbagai tanaman. Hingga mengeluarkan hasilnya yang bermanfaat bagi makhluk hidup.
Alquran yang telah meresap dan menetap dalam diri manusia akan terlihat pada akhlaknya. Hembusan nafasnya mengalirkan ketenangan. Lisan, pendengaran, penglihatan dan perbuatannya memancarkan kebaikan. Setiap orang yang bersamanya merasa nyaman. Kehadirannya dinantikan. Kepergiannya disesalkan.
Membaca dan memahami Al-Qur’an dengan benar dapat melembutkan hati. Lembut sesama muslim, tegas terhadap orang kafir. Tidak saling menjelekkan meskipun terdapat perbedaan. Tidak memusuhi sesama muslim apalagi sampai mengkafirkan dan menghalalkan darah nya.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
” الْمَاهِرُ بِالْقُرْآنِ مَعَ السَّفَرَةِ الْكِرَامِ الْبَرَرَةِ وَالَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيَتَتَعْتَعُ فِيهِ وَهُوَ عَلَيْهِ شَاقٌّ لَهُ أَجْرَانِ ” .
“Orang mukmin yang mahir membaca Al Qur`an, maka kedudukannya di akhirat ditemani oleh para malaikat yang mulia. Dan orang yang membaca Al Qur`an dengan gagap, ia sulit dalam membacanya, maka ia mendapat dua pahala.” (HR. Muslim).
Sangat jelas ganjaran yang diterima bagi para pembaca Alquran yang fasih maupun yang terbata-bata. Akan tetapi, mengapa kita masih malas untuk membaca dan menghafalnya.
Kita tahu bahwa akhirat itu lebih baik dari dunia beserta isinya. Namun, mengapa dalam beramal seperti tidak akan dihisab.
Wahai saudaraku seiman, marilah kita bertanya pada diri sendiri. Berapa banyak waktu yang digunakan untuk membaca dan menghafal Al-Qur’an dibandingkan untuk membaca selainnya ?
Diperlukan keimanan dan keyakinan dalam menjawabnya. Waallahu musta’an. []
10 muharram 1439 H